Chereads / Vicious Circle of Mestonia / Chapter 8 - Ch. 8 Janji

Chapter 8 - Ch. 8 Janji

Ada satu hal yang tidak Petra sukai di dunia ini yaitu ketika ada seseorang berkata dengan begitu terus terang kepada dirinya tentang apa yang mati-matian Petra coba untuk tidak tunjukkan terlalu kentara kepada orang lain.

Begitu pula tentang bagaimana usaha Petra, kerja keras Petra dalam mencari uang demi bertahan hidup di Metropol. Seorang diri untuk tiga bulan kedepan. Dan orang yang mengatakan hat tersebut adalah Lyon, pemuda bermata dingin dari planet kutub es galaksi Andromeda, seseorang yang sebisa mungkin Petra hindari di sekolah. Bukan. Tetapi, orang yang sangat Petra hindari dalam hidupnya. Orang kaya sombong itu.

Tentang uang, hal mendasar atas nama asas kebutuhan hidup di Mestonia, suatu bentuk alat tukar, dimana bisa dipastikan seluruh orang waras di planet bumi ini pasti menginginkannya. Atau setidaknya, mereka tidak menolak keberadaan benda tersebut, uang. Bahkan, kaum jetset yang notabene sudah berlebihan uang masih saja terus berusaha untuk menambah isi saldo rekening mereka di bank serta mengumpulkan pundi-pundi harga ke dalam brangkas tersembunyi disalah satu suduh istana mereka.

"Lalu kenapa? Ada yang salah dari hal itu?" gertak Petra dengan suara serendah mungkin.

Petra tidak mau membuat keributan di cafe tempat ia bekerja saat ini. Apalagi membuat masalah untuk pak manager yang baik hati, yang selalu memberikan ijin kepada Petra jika ia tidak bisa datang untuk bekerja.

Sedangkan Lyon hanya melirik Petra sekilas, kemudian kembali fokus pada ponsel ditangan yang tidak ia lepas sejak masuk ke cafe. Lyon keheranan atas ekspresi Petra yang bagi Lyon aneh dan berlebihan, membuatnya terkejut.

"Kamu tidak perlu semarah itu." kata Lyon akhirnya setelah memastikan Petra tidak melakukan sesuatu hal yang buruk kepadanya. Misalnya saja mendobrak meja, mengusirnya keluar cafe atau mungkin malahan mencekiknya kuat-kuat.

"Nikmati saja pesanan tuan. Jangan coba merusak ketenangan cafe ini." ucap Petra sesaat sebelum meninggalkan Lyon yang begong menatapnya dengan penuh tanda tanya. Bukankah Petra sendiri yang berusaha merusak suasana hatinya, pikir Lyon kesal.

Akhirnya, Lyon mendesah sedikit lega mengiringi kepergian Petra yang begitu cepat menghilang dari pandangan Lyon. Seolah Lyon adalah sejenis kuman berbahaya yang musti segera dijauhi. Pandangan mata Lyon alihkan ke deretan menu pesanan yang berjejer di depannya.

Sepertinya tadi Lyon salah memesan jumlah menu akibat terlalu terbawa emosi. Mejanya dipenuhi makanan, sedangkan untuk menghabiskan semua makanan tersebut sendirian bagi Lyon adalah mustahil. Kapasitas perut Lyon tidak cukup besar untuk bisa menampung makanan sebanyak itu. Namun, menyia-nyiakan makanan bukanlah ajaran dalam etika makan yang selalu ditekankan oleh keluarga besarnya. Sekalipun mereka orang berada, mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan seperti menghargai makanan dan tata cara penghargaan terhadapnya.

Oleh karena itulah, kehadiran koki pribadi di dapur rumah orang tua Lyon sangat membantu untuk mengukur dan memastikan jumlah kebutuhan kalori dan berapa besaran porsi makan setiap anggota keluarga sehingga tidak ada makanan sisa yang terbuang. Aturan lainnya dalam keluarga besar Lyon ialah mereka harus selalu menghabiskan makanan yang disajikan untuk mereka. Jika tidak, maka lebih baik tidak makan sama sekali adalah pilihan bijak.

Bagi Lyon aturan-aturan tersebut sangatlah konyol, namun kali ini Lyon mau tidak mau menyetujuinya. Hari ini tidak ada teman-temannya yang datang. Meraka telah berkhianat. Tidak ada lagi orang-orang yang dengan suka rela membantunya menghabiskan makanan di atas meja. Dan Lyon tidak mempunyai cukup banyak kenalan lain selain mantan teman-temannya itu untuk datang menemaninya makan di cafe hari ini.

Lyon seakan kehabisan ide.

Lyon melayangkan pandangan matanya menelusuri setiap sudut cafe yang terjangkau oleh mata, nihil, ia tidak mengenal satu pun pelanggan cafe hari ini. Dan Lyon semakin menyesal telah datang ke cafe tersebut hari ini, salah satu hari yang bisa dibilang sebagai hari terburuk dalam hidup Lyon.

Hampir saja Lyon menekan tombol memanggil 'LISA' –kakaknya- ketika tiba-tiba Petra melewati meja dimana Lyon duduk dengan terburu-buru menuju sudut cafe yang lain. Seseorang disana memanggil Petra mengenai pesanannya.

Pada tiga detik terakhir, sebelum Petra benar-benar diluar jangkauan, Lyon berhasil meraih tangan Petra. Sontak membuat gadis itu terkejut dan hampir berteriak histeris karena kaget.

"Apa yang tuan lakukan?" pelotot Petra, susah payah berusaha melepaskan genggaman tangan Lyon yang kuat.

"Sebentar." pinta Lyon memohon. Namun, bagi Petra yang kesal lebih terdengar seperti perintah raja yang kejam ketimbang sebuah permohonan.

Petra mendesah, mengatur napasnya pelan-pelan sebelum berbicara menghadapi sewujud manusia tidak tahu diri didepannya yang nyatanya gagal Petra lakukan.

"Sebentar tuan. Meja diujung sana memanggil saya lebih dulu. Mohon tuan untuk sabar menunggu." ucap Petra yang pada akhirnya bisa melepaskan diri dari jangkauan Lyon, lalu cepat-cepat pergi meninggalkan pemuda itu yang jelas terlihat frustasi. Wajah putih Lyon sudah semakin pucat akibat menahan kesal dan marah.

"Kenapa dengan pelayan itu? Sombong sekali dia." keluh Lyon sembari menyeruput minuman.

Kebanyakan manusia hidup tanpa benar-benar memperhatikan bahwa keberadaan detik dalam satuan waktu sangat penting peranannya. Detik merangkai sebuah menit. Lalu menit saling menjalin dengan menit lainnya menjadikan waktu bernama jam. Dan hampir satu jam Lyon menunggu Petra yang berjanji akan datang ke mejanya.

Baru kali ini Lyon merasa keberadaan satu detik waktu karena sebuah aksi bernama menunggu ternyata sangat menyiksa dirinya. Membuat Lyon tidak bisa berkonsentrasi apapun, terhadap ponsel yang sejak kedatangannya hanya ia genggam saja Lyon tidak tahu lagi harus apa. Lyon hanya mengaduk gelas berisi es yang sudah lama mencair dengan sendok.

"Maaf...membuat tuan menunggu lama." ucap Petra sedikit lebih lembut dari saat terakhir mereka beradu kata.

Lyon hampir saja hendak berdiri dan menghampiri sang manager cafe untuk mengajukan keluhan terhadap gadis pelayan tersebut seandainya ia batal datang. Beruntung Petra datang tepat waktu.

"Kata maaf darimu tidak berguna." sinis Lyon menatap tajam kearah Petra berdiri. Membuat Petra salah tingkah dan berdoa dalam hati semoga ia masih bisa tetap bekerja di Kohiti Cafe setelah apa yang sudah ia perbuat kepada pelanggan tetap tempat ia bekerja tersebut.

Sebenarnya, Lyon tidak mempunyai cukup alasan untuk merasa marah kepada Petra karena masalah yang tengah melanda dirinya. Namun, sungguh sekali, Lyon membutuhkan seseorang untuk bisa dijadikan bahan atau apapun itu sebagai pelampiasan atas kekesalannya terhadap masalahnya.

Sungguh malang nasib Petra hari ini.

Petra yang tidak tahu apapun.

Lyon yang tidak peduli apapun lagi.

"Lalu...apa yang tuan inginkan? Apa ada pesanan tuan yang kurang berkesan atau semacamnya?" selidik Petra penuh was-was.

Jelas terlihat dari tempat Petra berdiri jika ekspresi wajah Lyon sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Mudah saja bagi Petra untuk cepat membaca situasi yang sedang ia hadapi. Masalahnya, Petra tidak bisa membaca isi pikiran pemuda bermata dingin tersebut.

"Janji. Aku mau kamu berjanji satu hal kepadaku kali ini. Tenang saja. Bukan suatu hal yang perlu kamu khawatirkan. Malahan, aku akan memberikan upah yang cukup layak kepadamu." ucap Lyon dengan suara yang jauh lebih tenang.

"Apa maksudnya...?" ucap Petra terperangah tidak mengerti.

"Kamu...dari kelas Sosial kan? Kamu pasti menyukai matematika kan?" tanya Lyon dengan menyunggingkan seulas senyum licik.

Jika saja, andai saja, hari ini merupakan pertama kali bagi Petra bertemu dengan Lyon. Serta saat ini Petra tidak sedang bekerja di cafe, dan melihat pemuda itu tersenyum cukup manis kepadanya. Mungkin Petra akan mengira kalau dia adalah pemuda yang baik.