Dalam perjalanan pulang dari Seriz, Lyon tidak banyak bicara kepada Petra. Lyon bahkan cenderung menghindari pembicaraan dengan Petra. Mengalihkan diri dari serentetan pertanyaan Petra tentang apa yang sudah Lyon katakan kepada orang tuanya di rumah, tentang bagaimana Lyon mengenalkan Petra kepada orang tuanya sebagai calon istri Lyon, pemuda bermata dingin yang egois tidak tahu diri dan tidak berperikemanusiaan tersebut. Sungguh lelucon yang sama sekali tidak ada lucunya menurut Petra.
"Jadi tujuanmu sebenarnya pulang ke Seriz hanya untuk menjadikan aku sebagai tumbal dalam rangka aksi balas dendammu kepada ayahmu kan?" desis Petra kesal. Untuk kesekian kali Lyon selalu pura-pura tidak mendengar dan mengalihkan pandangan keluar jendela mobil saat Petra berbicara kepadanya.
"Kita bicarakan nanti." jawab Lyon singkat. Tanpa berpaling dari jendela.
"Kamu bahkan tidak berani menatapku kan. Sebenarnya apa mau, anak manja?" keluh Petra frustasi, suara Petra sedikit lebih keras tanpa gadis itu sadari. Membuat Lyon dengan reflek menggaruk telinganya karena suara nyaring gadis disampingnya.
Percuma saja Petra berbicara hingga mulutnya berbusa hanya demi mendapatkan sebuah jawaban pasti untuk meyakinkan dirinya kalau yang Lyon katakan perihal calon istri hanyalah sebuah omong kosong belaka. Sebuah ucapan yang tanpa sadar Lyon lakukan karena marah kepada orang tuanya. Namun, apapun itu alasannya...tetap saja bagi Petra sudah sangat keterlaluan.
Hari berikutnya, dimana siswa SMA Metropol tengah asyik menikmati makan siang mereka di kantin sekolah atau tersebar disudut-sudut taman sekolah untuk mereka yang membawa bekal sendiri. Begitu pun dengan Petra yang tengah menyantap bekal yang ia bawa, Petra duduk disalah satu bangku taman dekat air mancur.
Birunya langit dan putihnya awan di langit serta teriknya matahari tidak serta merta membuat gadis dengan rambut sebahu itu merasa kepanasan duduk seorang diri. Mengunyah makanannya sambil memandang indahnya bunga-bunga dihadapannya. Petra mencoba untuk tidak memikirkan apapun tentang kejadian semalam. Namun gagal percuma pada detik berikutnya. Membuat Petra frustasi dan kehilangan napsu makan.
Petra bukan tidak mempunyai teman, hanya saja hari ini dia ingin menikmati harinya sendirian. Petra masih terlalu kesal karena Lyon untuk sekedar bercanda ria bersama teman-teman barunya di SMA Metropol. Jadi disanalah Petra, menghabiskan jam istirahat terakhir dengan susah payah menghabiskan sisa bekal makan siangnya .
"Ini jadwal kursus yang harus aku ikuti. Mulai sekarang kamu juga harus ikut datang bersamaku." ucap Lyon yang tiba-tiba datang entah darimana lalu dengan seenaknya sendiri melemparkan sebuah buku catatan berisi jadwal yang Lyon maksud.
"Apa ini? Dan apa hakmu memintaku ikut?" sergah Petra sesaat setelah sekilas membaca isi catatan yang Lyon berikan padanya.
"Hak katamu? Tentu saja ada, lebih tepat disebut sebagai kewajiban. Setelah aku memberikan uang yang cukup banyak kemarin. Kamu tidak bisa menolaknya, bukan begitu perjanjiannya?" jawab Lyon yang sudah duduk disamping Petra.
Pemuda itu berbicara sambil memandang keatas langit, seolah tatapan mata dinginnya bisa menembus birunya langit hingga merubah warna langit menjadi kelabu, dimana saat langit sedang turun hujan. Mendung.
"Oh...lalu bagaimana tentang lelucon calon istri masa depan yang juga kamu katakan kemarin? Aku tidak yakin itu juga ada dalam perjanjian?" pekik Petra tidak habis pikir dengan pemuda jelmaan alien berwajah dingin disampingnya.
"Itu bukan lelucon. Tenang saja, tidak usah terlalu kamu pikirkan hal itu sekarang. Atau jangan-jangan kamu mau memintaku untuk mengajakmu pergi kencan supaya terlihat nyata?" tawa Lyon setengah hati. Lyon masih terus memandang keatas langit. Seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat pelik.
"Kencan katamu? Seperti yang sudah kamu lakukan dengan gadis-gadis lain lalu membawa mereka ke hotel?" desis Petra semakin muak berbicara dengan manusia jadi-jadian dari galaksi Andromeda tersebut.
"Oh...yang itu. Kamu juga mau aku ajak ke hotel seperti mereka? Tapi maaf sekali, sekarang ini aku sedang tidak berselera melakukannya. Ada banyak hal yang harus kita kerjakan. Laporan dan neraca itu membuat kepalaku sakit kepala. Lagi pula salah gadis-gadis bodoh itu sendiri, mereka...dengan suka rela bersedia pergi denganku." ucap Lyon tanpa beban. Seolah pergi berkencan dengan banyak gadis hanya seperti pergi jalan-jalan ke mall atau semacamnya.
"Maksudmu...salah mereka karena termakan rayuan menjijikanmu, begitu?" timpal Petra penuh penekanan disetiap kata-katanya. Sebagai seorang gadis, Petra sangat tersinggung mendengar perkataan Lyon yang menganggap enteng kelakuannya yang tercela.
"Benar. Apa yang kamu pikirkan sebenarnya tentang diriku?" tanya Lyon penasaran. Melirik Petra sekilas. Lyon mendapati ekspresi tidak senang Petra yang sangat kentara membuat kedua alisnya terangkat dengan sendirinya.
"Playboy menjijikkan." jawab Petra cepat, tanpa berpikir. Sebuah jawaban diluar dugaan bagi Lyon.
"Begitu rupanya. Baguslah. Tapi ingat, nanti sepulang sekolah kamu harus ikut denganku bermain golf." perintah Lyon lalu beranjak pergi.
"Apa maksudnya ini? Senin, memanah. Selasa, tenis. Rabu, berkuda. Kamis, golf. Jum'at, renang...bagaimana dengan pekerjaanku di cafe?" raung Petra tidak percaya dengan agenda Lyon selama satu pekan penuh dengan kegiatan fisik yang menguras keringat.
Petra semakin frustasi dengan jadwal di hari Kamis, hari ini. Pasalnya, Petra tidak tahu apapun yang berhubungan dengan golf. Olahraga yang biasa dilakukan oleh orang kaya raya dimana lebih banyak diisi dengan obrolan tidak masuk akan. Setidaknya itulah gambaran yang sering Petra lihat saat menonton drama di televisi bersama bibi Mia dahulu.
Sepulang sekolah, didepan pintu keluar gerbang sekolah, sebuah mobil hitam sudah menunggu Petra. Tentu saja itu adalah Lyon. Mereka, tidak, maksudnya Lyon memaksanya ikut ke lapangan golf yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Sekitar lima belas menit perjalanan dengan mobil. Gerimis yang tiba-tiba turun hanya semakin membuat suasana hati Petra bertambah tidak menentu sejak kemarin malam.
Tanpa disadari, mobil yang membawa mereka mulai bergerak pelan. Ternyata mereka sudah sampai di pelataran parkir sebuah gedung berwarna hijau metalik yang mencolok diantara gedung-gedung lain di jalan tersebut. Bangunan tersebut merupakan markas dari sebuah klub olahraga golf yang mana anggotanya terdiri dari jajaran orang-orang kaya raya seantero Metropol tentunya. Petra bergidik ngeri karena memikirkan apa yang akan dihadapinya didalam gedung tersebut.
"Ada apa denganmu? Kamu takut?" selidik Lyon memperhatikan kelakuan Petra yang tidak biasa.
"Hemmm...aku tidak harus melakukan apapun kan? Ada banyak PR yang harus diselesaikan hari ini." gerutu Petra, berjalan mengikuti Lyon dari belakang.
"Kamu tidak usah khawatir. Cukup selesaikan beberapa laporan dan neraca keuangan yang tadi malam aku berikan padamu." jawab Lyon memelankan suara karena ada beberapa orang yang berpapasan dengan mereka di lobi gedung.
"Baiklah. Tapi aku tidak yakin bisa selesai hari ini." decit Petra pelan. Memikirkan tentang dirinya yang secara ajaib, dimana tidak pernah Petra duga sebelumnya, dirinya terjerumus dengan masalah yang bersinggungan dengan Lyon. Pemuda asing yang Petra benci reputasinya.
-tbc-