Bab. 2 Ledakan Susulan
Hari ini temanku akan pergi keluar membeli kain hitam untuk digunakan sebagai kerudung karena aku tidak memiliki kain dengan warna gelap itu. Ia pergi dengan menggunakan mobilku. Namun, sesaat ia memutar kuncinya, sebuah ledakan pun terjadi ia---
"AVA! JANGAN KESANA!"
DOMB!!
Terlambat.
Anehnya ledakan itu sama sekali tidak menimbulkan api barang sepercik pun. Ia hanya meledak kemudian yang tersisa hanyalah kepulan asap putih saja. Harriet lalu memeriksa garasinya dan beberapa warga pun berdatangan demi melihat apa yang sudah terjadi. Janggalnya pula, ledakan itu juga hanya terjadia didalam garasi. Sama sekali tidak memberikan efek pada sekitarnya seperti retakan pada jalan raya yang ada di luar atau kaca jendela rumah Ezra yang sangat dekat dengan garasi itu. Ini benar-benar hal yang aneh.
"AVA!!" jerit Harriet sesaat melihat tubuh Ava yang menghitam serta beberapa daging dan tulang yang keluar dari tubuhnya. Kemudian tak lama kemudian ambulan muncul membawa mayat Ava. Beberapa polisi juga datang dan Harriet hanya memberikannya rekaman cctv.
Bertepatan dengan saat itu juga jenazah orangtua Harriet datang. Beberapa orang yang datang membawa jenazah itu terkejut karena bagian samping rumah hancur.
"Harriet, apa tidak sebaiknya jenazah orang tuamu dibawa ke pemakaman langsung? Sepertinya keadaan rumah ini sedang tidak aman." kata salah satu orang kepercayaan ayahnya.
Harriet tidak menjawab dan tampak berpikir sebentar.
"Iya. Sebaiknya begitu. Aku akan ikut kalian." kata Harriet lalu bersiap.
__________
Tujuh jam menghadiri pemandian dan pemakaman orangtuanya, Harriet lalu pamit pergi ke tempat sahabatnya itu. Ternyata di sana juga sudah siap berangkat untuk memakamkan. Harriet kemudian mengikuti sampai dengan selesai.
"Kamu, kan, yang mencoba membunuh Ava!" seru seseorang yang tiba-tiba saja langsung menyerang Harriet dengan menendang tubuhnya hingga jatuh ke tanah.
"Nico, stop! Kejadian ini nggak ada hubungannya sama Harriet!" tegur Anned kakaknya Ava pada kakak paling tua mereka yaitu Nico. Anned lalu membantu Harriet untuk bangun.
"Nggak ada hubungan gimana maksud lo?! Ava itu masuk kedalam mobilnya dia. Anak itu sudah pasti merencanakannya! Lihat saja orangtuanya di Paris! Ledakan hanya terjadi di gedung orangtuanya! Dan asal ledakan juga berasal dari ruang kerja orangtuanya saja! Dia pasti merencanakan, Anned!" seru Nico tanpa peduli pada orang-orang yang menyuruhnya tenang karena sedang berada di pemakaman.
"Aku nggak tahu apa-apa, Kak." kata Harriet akhirnya.
"Bohong! Mending lo pergi dari sini sekarang! Pergi!" usir Nico sesaat dapat menarik kerah baju Harriet.
"Nico! Hentikan! Lepasin dia!" seru Anned sembari melepaskan cengkraman Nico dan Nico melepaskannya dengan menyentak.
"Harriet, kamu pulang aja, ya, Dek. Nico sedang dalam suasana hati yang buruk. Kakak tahu kamu pasti ngerti, kan?" ucap Anned lembut pada Harriet yang hanya mengangguk pelan kemudian berjalan pelan meninggalkan pemakaman Ava.
Harriet terus berjalan di trotoar. Ia tadi kesini menggunakan taksi dan ketika ia memeriksa kantong baju dan celananya, ia tidak menemukan uangnya lagi. Karena pikirannya yang kalut Harriet lupa membawa semua barang pentingnya. Tadi untungnya ia masih ada menyelipkan uang tunai di sakunya.
"Hhhh..." Harriet menghela napas lelah sesaat rasanya sudah begitu jauh dia berjalan. Ia lalu berhenti ketika melihat sebuah bangku yang ada di pinggir jalan.
Langit sudah mulai gelap. Ditambah dengan awan mendung yang sebentar lagi akan turun hujan. Harriet tahu rumahnya masih sangat jauh lagi. Sekarang ia sudah sangat kehausan. Tapi di sekitarnya tidak ada orang yang berjualan. Jalanan lengang dan hanya ada beberapa pemotor yang lewat. Di sekitarnya saat ini hanya sejauh mata memandang cuma jalanan yang kanan kirinya mirip seperti hutan tapi itu sebenarnya kebun buah. Sehingga lampu-lampu jalanan tidak terlalu banyak dipasang di sekitar, kalaupun ada keterangannya juga sangat redup serta ada yang kedip-kedip karena sudah mulai rusak.
Harriet lagi-lagi hanya menghela napasnya lelah. Hari ini terasa sangat begitu panjang untuknya. Dan segala kejadian tidak terduganya begitu cepat terjadi. Sekarang Harriet benar-benar tidak memiliki siapa-siapa disekitarnya. Dia sendirian.
"Ibu. Ayah. Ava. Kalian pasti sekarang sedang melihatku dari alam sana, kan? Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Kalian tidak usah khawatir, ya. Aku pasti bisa melewati ini semua." ucap Harriet sambil melihat langit yang dengan perlahan ditelan malam.
________
Pukul 12 malam dengan suara dentang jarum jam yang terdengar nyaring dari ruang tamunya membangunkan Harriet yang terlelap dalam kamarnya. Awalnya Harriet merasa enggan untuk bangun karena tubuhnya yang nyaman dibalut selimut dan dinginnya suhu kamarnya membuatnya malas untuk beranjak. Ia juga sempat berpikir untuk apa juga ia bangun. Namun, sesaat kemudian ketika bayangan tentang kejadian yang begitu cepat berlalu itu melintas dalam kepalanya, Harriet pun membuka mata sepenuhnya dengan menggantikan posisinya yang tadi tidur dengan nyaman kini berganti dengan duduk tegak. Ia lalu menatap ke samping dan menemukan sebuah laptop usang tergeletak disana. Ia niatnya hanya untuk melihat atau mengamatinya saja, namun tanpa kesadarannya ia justru mengambil laptop tersebut kemudian membukanya. Harriet memang sedang membuka matanya. Tapi yang sekarang itu bukan Harriet. Ia sedang menuliskan sesuatu pada laptop itu hingga tertidur kembali.
Keesokan paginya. Harriet membuka mata dengan kepala yang amat terasa sakit dan pusing. Rasanya ia tidak bisa beranjak dari kasurnya sedang perutnya sudah mulai terasa lapar. Harriet melupakan kapan ia terakhir kali makan. Sepertinya kemarin pun Harriet tidak makan sama sekali.
"Ughh!" Harriet berusaha untuk bangun dari tidurannya, tapi sakit dikepalanya seperti menghantam agar Harriet tidak bergerak dari tempatnya.
Klang!
Sebuah kerikil memantul lewat jendela kacanya.
"HEI! APA KAMU BAIK-BAIK SAJA DI DALAM SANA!?" teriak seseorang dari luar. Harriet ingin sekali mengatakan kalau ia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Tapi suaranya tidak dapat keluar. Rasanya tenaga Harriet telah habis sepenuhnya.
"HARRIET!"
Klang!
Lagi. Orang itu kembali melemparkan kerikil.
Dengan segenap usahanya Harriet mencoba untuk beranjak dari kasurnya, namun yang ada ia hanya menjatuhkan dirinya hingga tidak sengaja menyenggol lampu tidur sampai jatuh menimbulkan pecahan yang cukup nyaring. Harriet berharap siapapun orang yang tadi melemparinya dengan kerikil dan tahu namanya itu menyadari sesuatu dari suara pecah di kamarnya.
Cukup lama Harriet menunggu tapi tidak ada yang datang ke kamarnya. Padahal, untuk menuju kamarnya ada jalan tangga yang menempel di dinding luar rumah. Jadi semisal ada yang datang mencarinya, tinggal lewat tangga itu saja maka sudah tiba di pintu balkon kamar Harriet. Harriet hampir putus asa. Apalagi pecahan kaca itu kini tanpa ia sadari sedari telah melukai pergelangan tangannya. Tatapan Harriet mulai memburam. Sesekali juga menggelap disertai rasa sakit pada kepalanya.
"Harriet!" bertepatan dengan seseorang yang mendobrak pintu balkonnya, Harriet pun tidak sadarkan diri.