Sejak hari kematian orangtuanya, Harriet tidak lagi pergi keluar rumah. Kecuali keadaan mendesak seperti tamu bulanannya yang datang atau persediaan makanan instantnya yang mulai menipis. Ia kembali teringat dengan tulisan yang ada di laptop misterius itu kemarin. Jika Harriet keluar, mungkin saja kejadian yang dituliskan pada laptop itu akan sungguhan terjadi meski dia sangat tidak ingin melakukannya.
Harriet mengusap wajahnya frustrasi.
Orangtuaya meninggal karena ledakan. Sahabat satu-satunya yang ia miliki juga meninggal karena ledakan. Lalu kemarin orang yang baru dikenalnya juga meninggal akibat ledakan. Harriet mulai mencurigai rumahnya. Mungkin ada seseorang selain dirinya yang bersembunyi di rumah ini, pikirnya. Harriet menyipitkan mata sembari menatap kesekitar kamarnya. Tidak ada yang aneh meski segalanya terlihat berantakan karena Harriet yang terlalu malas membersihkan kamarnya. Tapi itu normal bagi seorang Harriet. Ia kemudian beranjak dari kasurnya. Sesaat ia menengok pada atas lemari tempat dimana laptop usang misterius itu biasa muncul. Tapi seperti biasa, laptop itu tidak akan muncul ketika dicari.
"Siapa yang sudah mempermainkanku di rumahku sendiri? Jika kamu sungguh ada disini, tunjukan padaku! Katakan padaku apa masalahmu!" seru Harriet entah kepada siapa. Kemudian hanya gaung suaranya saja yang jadi pembalas ucapannya.
Merasa begitu konyol, Harriet lalu pergi keluar kamar dan kembali memeriksa rumahnya sembari memegang tongkat baseball. Ia berjalan pelan tanpa menimbulkan suara langkah kaki. Dalam keheningan Harriet memperhatikan sekitarnya dengan ketelitian yang bisa ia lakukan.
Tidak ada siapa-siapa kecuali aku yang sendirian, gumamnya.
Setelah memastikan tidak ada siapa-siapa, Harriet pergi ke dapur.
Ia lalu menuangkan susu dari kotak ke gelasnya lalu meminumnya hingga habis tanpa jeda sesaat.
Setelah ia minum, terdengar sesuatu yang jatuh kemudian menggelinding dan berhenti tepat di ujung kakinya. Harriet sontak menunduk lalu berjongkok demi melihat benda apa yang baru saja mengenai kakinya itu. Namun ketika Harriet hendak mengamati benda itu lebih dekat. Benda itu lenyap dengan hanya sekedipan mata.
"Ck, kalau kamu sungguh ada di rumah ini, tunjukan diri saja! Jangan cuma bisanya sembunyi dan melakukan hal-hal yang tidak penting seperti ini!" kata Harriet dengan ketus.
Tidak ada jawaban, Harriet hanya mendengus kesal dan kembali ke kamarnya. Namun ketika ia hendak membuka pintu kamar, Harriet didesak dengan perasaan yang ingin membawa dirinya keluar. Harriet tidak tahu dan tidak mengerti tapi perasaannya ingin sekali pergi keluar rumah dengan menaiki mobilnya.
Sesaat Harriet teringat dengan tulisan pada laptop itu.
Harriet kemudian menggeleng dengan keras.
"Oh, god, apa sekarang aku sudah gila gara-gara semua orang pergi meninggalkanku? Dan aku jadi sering berhalusinasi terhadap apa yang semua kini terjadi dalam hidupku begitu? No no no, aku tidak mau seperti itu. Tidak, Harriet, tidak! Kamu harus tetap waras. Oke, Hariet kamu harus tetap tenang dan jangan terbawa suasana. Oke. Semua yang terjadi hanyalah sebuah kebetulan mirip yang seperti apa yang ditulis sama laptop tidak jelas itu. Oke. Jangan pikirkan hal yang tidak-tidak Harriet. Ingat, jangan mendahului takdir. Rilex Harriet, tidak akan ada lagi ledakan berikutnya dan tidak akan ada lagi korban." ucap Harriet pada dirinya sendiri sembari memejamkan mata dan bernapas lebih tenang.
Hampir dua menit lebih ia melakukannya, dan ketika ia membuka matanya, laptop itu kembali muncul di depannya dalam keadaan tertutup. Harriet tentu saja terlonjak di tempatnya lantaran dari tadi meja di depannya itu hanya ada vas bunga kecil. Harriet kembali menarik dan mengembuskan napasnya dengan tenang meski debaran didadanya kembali terpacu.
Ia menjangkau laptop tersebut dan perlahan membukanya.
Laptop itu kosong. Maksudnya hanya halaman yang tidak ada tulisannya yang tertampil. Harriet lalu mengscroll ke atas tapi tidak bisa karena tulisan yang kemarin bahkan beberapa jam yang lalu kini sudah tidak lagi ada.
Harriet mengerutkan dahi mencermati laptop itu lebih teliti.
Apa yang salah dari laptop ini? Batinnya.
Laptop itu sama seperti laptop laptop pada umumnya. Hanya saja tampilannya saja yang sudah usang dan banyak sekali goresan bahkan ada sebagian yang sudah terkelupas. Selebihnya tidak ada yang berbeda.
Ktak! Ktak! Ktak!
Harriet melotot sesaat ketika laptop itu mengetik sendiri tanpa jarinya yang menyentuh sama sekali. Harriet mulai waswas tapi juga merasa penasaran apa isi tulisannya.
Aku mengganti rencananku hari ini. Sepertinya aku akan melakukan hal itu lain kali saja. Sekarang aku sedang ingin meledakan sesuatu lagi. Tidak tahu kenapa aku mulai merasa rindu dengan membuat seseorang terluka bahkan tewas tanpa disentuh oleh tanganku sama sekali.
Harriet memundurkan tubuhnya dan menggeleng dengan pelan.
Aku memiliki perasaan untuk menolak keinginan ini. Tapi tidak bisa karena aku merasa aku membutuhkannya. Rasanya seperti aku sedang merasa kehausan. Namun yang kucari bukanlah segelas air melainkan melihat tubuh yang hancur di depan mataku sendiri.
Shit!!
Harriet menjangkau laptop itu tapi ia seperti mundur seakan menjauh dari tangannya.
"Tunjukin diri kalau berani!" tantang Harriet. Tapi yang ada malah laptop itu yang menghilang begitu saja.
Harriet mengempaskan tubuhnya ke sandaran sofa. Ia memijat pelipisnya dengan perasaan yang begitu kacau dan kusut. Tidak memiliki seorang teman untuk berbagi isi kepalanya membuat kepala Harriet menjadi bertambah pusing dan berdenyut.
Dalam keadaannya yang seperti itu, Harriet beranjak masih dalam keadaan menahan pusing, ia meraih kunci mobilnya. Harriet ingin pergi ke apotek sekarang. Kemudian dengan susah ia berhasil masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan mode otomatis agar ia tidak perlu repot menyetir. Harriet masih memijat pelipisnya. Sambil memijat ia terus berusaha dengan sangat keras menepis segala bayangan aneh yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Kejanggalan itu masih tidak membuatnya mempercayai akan keberadaan mahkluk yang tak kasat mata. Harriet masih skeptis dengan hal yang berbau mistis meski ia sudah mengalaminya sampai sejauh ini. Mungkin karena ia tidak melihat dengan nyata dan jelas seperti apa yang orang-orang sensitif lihat. Makanya ia berani menentang karena ia juga ingin tahu apa mahkluk tidak terlihat itu sungguh ada atau hanya karangan orang-orang saja. Tapi nyatanya Harriet tidak menemukan apapun selain kejanggalan yang tidak masuk akal.
Mobil pun berhenti setelah sekitar sepuluh menit berjalan. Harriet membuka pintu masih dengan satu tangan yang menyentuh dahinya. Tapi pintunya tidak terbuka. Harriet lalu menekan tombol yang ada di sampingnya kemudian mendorong pintu itu keluar tapi tetap saja pintu tidak terbuka. Harriet mulai bingung dan coba memperhatikan apa yang salah dengan mobilnya. Tombol sudah menunjukan mode tidak terkunci tapi kenapa pintunya masih tidak dapat ia buka.
Harriet kemudian melihat dan merasa asing karena mobilnya tidak berhenti dipelataran sebuah apotek atau toko. Melainkan berhenti pada sebuah tempat yang sisinya sulit Harriet lihat.
Gue dimana? Katanya pada dirinya sendiri.
Selagi merasa keheranan dengan kesalahan rute yang dituju, Harriet tak sengaja melihat cermin yang ada di atas kepalanya.
"Hah?! "