Setulus Cinta Khadijah
"Khadijah, menikahlah denganku! Kau akan memiliki segala yang kupunya, termasuk anak yang paling kucintai, yang sudah terlalu dekat dengamu," ucap lelaki yang beberapa bulan ini menjadi majikannya.
Deg!
Khadijah yang sebelumnya tak tahu kenapa dia bisa dipanggil ke ruang kerja lelaki yang usianya sudah hampir mencapai kepala empat itu, akhirnya terkejut bukan main.
Baru beberapa hari yang lalu ibunya menyuruh agar dia mendekati duda beranak satu itu, kini malah lelaki itu sendiri yang meminta untuk menikah dengannya. Apakah ini sebuah kebetulan, atau ... sebelumnya memang sudah direncanakan?
Entahlah.
"Ma-maaf, Tuan, tapi saya belum siap untuk menikah," tolaknya dengan halus.
"Aku tak pernah menyuruhmu menjawab siap atau belum, tapi berilah jawaban iya atau setuju!" datar lelaki itu.
Khadijah melebarkan matanya. 'Apa?! Iya atau setuju. Bukankah itu sama saja?' batinnya.
Baiklah. Mungkin kali ini Khadijah tak bisa menolak. Karena menolaknya, sama saja dengan melepaskan diri dari lubang buaya, tetapi kemudian memasuki sarang singa. Itu lebih membahayakan keluarganya.
Khadijah mengambil napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Mencoba mengatakannya dengan setenang mungkin.
"Baik, saya akan menyetujuinya. Tapi dengan dua syarat, Tuan," ucap Khadijah, mencoba menatap lelaki yang tengah duduk dengan gagah di depannya itu.
Lelaki itu menautkan kedua alisnya. 'Demi apa aku harus menerima dua syarat dari bocah ini? Padahal, di luar sana banyak sekali wanita yang mengantri untuk kunikahi. Tapi ... baiklah, demi putraku satu-satunya, aku akan mengikuti permainannya,' gumamnya dalam hati.
"Katakan, apa syaratnya?"
"Bersucilah dan ucaplah dua kalimat syahadat!"
Deg!
***EA***