Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 15 - Seseorang yang pernah ada di hati.

Chapter 15 - Seseorang yang pernah ada di hati.

Dia adalah Faris Farendra.

Bagaimana mungkin aku bisa lupa dengannya?

Faris adalah mantanku.

Tubuhku membeku, seakan-akan waktu terhenti, aku tak dapat bergerak. Lalu dia datang mendekatiku.

"Loh, kok diam aja? Kamu dengar aku gak??" Tanya Faris.

Mulutku serasa sangat lengket, sulit sekali untuk berbicara.

"A-ah.." ucapku.

"Nah itu bisa ngomong.., kenapa ga jawab?"

"Ts-sa.."

Dia menghela nafasnya, lalu berkata "Aku tanya lagi, kamu engga ke sekolah lagi?"

"Ah, tidak, ah, kenapa?"

"Kok kenapa? Bukannya sekolah kamu sedang ada acara?"

"Oh ya!" Aku baru ingat kalau aku harus kembali ke sekolah.

"Dasar, udah ayok naik motor aku. Biar cepat sampai!" Ajak Faris sembari menaiki motornya.

Faris membawa motor, rasanya aneh, biasanya dia membawa mobil. Apa aku salah mengingatnya?

"Ta-tapi.." aku ragu.

"Jangan kelamaan deh, kamu harus buru-buru kan?"

Sial. Aku tidak bisa membantahnya.

Tubuhku juga serasa tidak bisa menolaknya.

Aku lalu menaiki motornya. Motornya terlihat sangat kekinian, tapi aku tidak tahu merknya. Saat sudah jalan, aku meraba bagian belakang motornya, tidak kutemukan pegangan, karena itu dengan refleks aku memeluk Faris dari belakang. Memerlukan waktu sekitar 1 menit untuk aku akhirnya sadar bahwa yang kupeluk bukanlah Rey, rasanya sangat berbeda. Aku lalu melepaskan pelukanku.

"Loh? Kok dilepas? Nanti jatoh gimana.." Tanya Faris.

"Ga-apapa, aku begini saja.." Sahutku.

Tak lama, kami sampai di depan gerbang sekolah. Aku lalu turun dari motornya.

"Te-terima kasih ya.." kataku.

"Sama-sama. Ngomong-ngomong nanti lihat aku ya pas lomba bulu tangkis!"

"A-ah iya.."

"Kalau begitu aku pergi ya! Kamu semangat jadi panitia acara nya!" Ujarnya sembari tersenyum kepadaku.

Dia pun pergi, aku lalu kembali menuju aula tempat kelas kami akan tampil. Seiring berjalan kepalaku dipenuhi pikiran yang tidak jelas. Membuatku tidak fokus dengan penampilan kelasku.

Dia ikut lomba di sekolahku.

Bagaimana aku bisa tidak tahu?

Padahal aku panitia acara.

Oh ya, Amanda yang mengurus peserta.

Sial. Aku harus apa?

Aku tidak bisa kalau harus setiap hari melihatnya.

Setelah penampilan kelas kami selesai, lalu dilanjutkan dengan kelas lain. Pastinya Rey sadar bahwa aku hanya bengong saja sedari tadi. Dia membawaku keluar dari aula.

"Hana, ada apa? Kamu daritadi ga fokus gitu.." tanya Rey.

"Gapapa kok" sahutku.

"Serius gapapa? Kamu tadi hampir salah taruh dekorasi di panggung loh.., untung yang lain ngingetin.."

"Aku gapapa kok.., cuma lagi banyak pikiran aja, soal acara.."

"Hmm, gitu. Yaudah kalau begitu nanti kita makan malam pizza yuk..."

Aku tersenyum, "iya, sayang."

Memang Rey hebat. Dia paling jago memperbaiki mood.

Lalu kami kembali ke dalam aula untuk melihat pertunjukan dari kelas lainnya. Hingga sampai ke pertunjukan penutup dari eskul tari, setelah itu rangkaian Pesimis--eh maksudnya Petisi hari pertama selesai.

Matahari mulai menggantikan bulan, namun kami masih di sekolah karena rapat evaluasi hari pertama. Memang menyusahkan, apalagi aku panitia acara. Banyak siswa yang sudah terlelap karena lamanya evaluasi. Seharusnya rapat evaluasi ini menjadi evaluasi untuk evaluasi hari selanjutnya. Ribet kan.

Sesuai rencana kami, sepulang evaluasi kami mampir dulu ke restoran pizza. Tumben sekali Rey mengajakku ke sini, padahal setiap hari dia selalu mengingatkanku untuk selalu memakan makanan sehat. Kami memesan pizzanya untuk dibawa pulang, kami lalu memakannya di kamarku. Sudah lama sekali aku tidak memakan pizza, rasanya sangat nikmat di lidahku.

"Ini sekali doang ya.., besok-besok engga boleh lagi.." ujar Rey.

"Iya iya..., Engga lagi kok.." sahutku.

Aku memakan pizza nya seperti orang kelaparan, ya memang lapar sih, tapi karena sudah lama tidak makan pizza.

"Kamu ini, makan pizza aja berantakan.." ujar Rey.

"Hmm?" Aku terbingung.

Rey lalu mendekatiku dan mencium bibirku.

"Ini saus pizza belepotan di bibir kamu.."

Lalu dia menciumi lagi dan menjilati semua bagian mulutku.

Dasar, Rey. Bisa aja modusnya..

Setelah selesai menjilati mulutku, aku merangkulnya dan menggodanya, "hey, mesum. Bisakah kamu menjilati juga bagian bawah? Soalnya terasa gatal dan tanganku kotor karena pizza.."

"Oh gitu ya? Kalau begitu, apa balasan dari misi pentingku ini, tuan putri?" Sahut Rey.

"Hmm, aku kasih pelayanan oral deh.., tapi aku tiduran ya.."

"Deal!"

Memang agak aneh, tapi bermain peran seperti itu terasa menggairahkan. Aku lalu berbaring dan melepaskan rok sekaligus celana dalamku dengan perlahan. Lalu aku melebarkan selangkanganku.

"Ayo.., datang ke sini mulut mesum.." ujarku.

Rey lalu langsung menjilati semua bagian kewanitaanku. Jilatan bergerak ke berbagai arah mata angin. Dia juga menggetarkan bibirnya, membuat rasa jilatannya semakin nikmat.

Sembari mejilati, tangannya memainkan kedua payudaraku. Rasanya sangat nikmat, membuatku serasa melayang.

"Ah....., Ahhh.....yah....hmmphhh"

Aku mendesah. Semakin keras aku mendesah, semakin cepat Rey mejilat vaginaku. Rasanya aku hampir mencapai klimaksnya, aku lalu menjambak rambut Rey dan menggerakkan kepalanya maju mundur semakin cepat. Hingga akhirnya ejakulasiku ditandai dengan banyaknya air yang keluar secara tersendat-sendat dari vaginaku. Tanpa kusadari, aku menahan kepala Rey yang membuat wajahnya basah kuyup akan air hasil ejakulasiku.

"Bagaimana? Apa tuan putri sudah puas?" Tanya Rey.

"Yeah. Sangat puas.." sahutku.

Rey lalu membuka celananya dan mengeluarkan pedang saktinya itu. Lalu dia menusukkan pendangnya ke dalam mulutku. Ya, pedang yang lentur berubah mengeras. Aku lalu mengulumnya, menggerakan kepalaku untuk keluar masuk penisnya. Sembari mengulumnya, aku juga menjilatinya di dalam mulutku. Rey mulai terdengar mendesah, aku lalu menggerakkan kepalaku maju mundur dengan semakin cepat. Lama-kelamaan kepalaku terasa pusing dan juga ringan. Untungnya Rey memegangi kepalaku dan menggerakkan kepalaku, memang masih pusing, tapi setidaknya aku tidak lelah menggerakkan kepalaku. Tubuh Rey mulai bergemetar menandakan dia akan ejakulasi juga. Aku sudah siap untuk spermanya yang akan menyerang mulutku. Lalu keluarlah semua sperma yang di tahannya dan memenuhi mulutku.

Rey lalu melepaskan kepalaku, dia lalu berbaring di sebelahku. Kebetulan penisnya berada di dekat tanganku, aku lalu menyentil penisnya.

Rey lalu terkejut, "Kok disentil?????"

"Habisnya.., dia nakal.." sahutku.

Rey lalu tersenyum dan memelukku, aku juga memeluknya. Kami berdua dalam keadaan tanpa rok dan celana. Penisnya tanpa sengaja menyentuh bagian luar vaginaku.

"Awas, nanti punyamu masuk ke lubangku..." Ujarku.

"Biarin aja.., memangnya kenapa?" Tanya Rey.

"Engga boleh ish, menikah dulu, baru boleh..."

Setelah beristirahat cukup lama, kami berdua membersihkan bekas sperma yang berceceran di tubuh. Lalu aku mandi untuk membersihkan tubuhku sedangkan Rey pulang untuk mandi di rumahnya. Sembari membasuhi diriku, aku masih merasakan sensasi di jilati oleh Rey. Rasanya belum hilang, rasa yang sangat nikmat. Aku lalu menyentuh vaginaku kembali.

Ah, nikmatnya.

***Sudut Pandang Rey***

Malam ini terasa sangat nikmat, mungkin karena kami bermain peran, atau mungkin bukan karena itu. Ya, intinya aku merasa sangat puas. Aku berjalan menuju kosan dengan rasa aneh, terasa sangat lengket di bagian kemaluanku. Membuatku ingin cepat-cepat sampai di rumah dan mandi. Saat aku sampai di kosan, ternyata ada mobil ayahku yang menunggu. Aku lalu menghampiri mobil itu.

"Halo, Rey. Kamu tidak lupa dengan janjimu kan?" Tanya Ayahku.

"Oh ya. Aku lupa.." sahutku.

Aku baru ingat bahwa aku janji akan pulang ke rumah jika ayah datang hari ini.

"Hmm, sekarang ayah di sini untuk menjemputmu nak."

"Baik. Barang-barangku gimana?"

"Besok ada orang yang akan memindahkan barangmu ke rumah.."

"Baik"

Aku lalu memasuki mobilnya, lalu kami menuju rumah ayah. Rasanya aneh, sudah lama aku tidak pulang ke rumah asliku.

Bagaimana dengan pekerjaanmu yang ditinggalkan itu? Pastinya engga baik ya.." tanyaku dengan menyesal.

"Tidak juga.., jangan merasa bersalah.." sahut ayahku.

"Maksudnya?"

"Kliennya ternyata cukup sabar.., karena kamu membiarkanku pulang tadi, aku masih sempat untuk bertemu dengan klien.

"Serius? Syukurlah.."

Aku merasa lega, karena sebelumnya aku merasa sangat egois dengan memaksa ayahku meninggalkan pekerjaannya. Tapi ternyata ayah tidak kehilangan pekerjaannya.

"Saat sampai, kamu mau apa?" Tanya Ayahku.

"Ah tidak perlu apapun. Aku cuma mau mandi saja.." sahutku.

"Eh? Mandi? Udah malem begini"

"Ah, ya, karena keringat..."

Sial. Aku hampir aja ketahuan.

Engga mungkin aku bilang kalau aku baru saja bersenggama dengan Hana.

Bisa mati aku.

Setelah sampai, Rena menyambutku dan membawaku ke kamarku. Ya, karena sudah lama aku tidak pulang, aku sampai lupa letak kamarku. Kamarku berada di lantai dua, paling dekat dengan tangga.

"Rena, tolong bangunkan aku jam 6 ya., Aku harus sampai di sekolah jam 7 soalnya.." pintaku ke Rena.

"Baik, kak. Nanti aku bangunin.." sahutnya.

Lalu aku mengunci kamarku dan membersihkan diri di kamar mandi. Sudah lama sekali aku tidak memakai shower, biasanya aku memakai bak mandi dan gayung. Setelah selesai mandi, aku mengeringkan tubuh dan mencari bajuku di lemari. Ternyata baju lamaku masih ada, kebanyakan sudah tidak muat lagi. Aku lalu berbaring di kasurku, aku langsung tersadar bahwa kasur ini sangat luas dibandingkan kasurku di kontrakan. Mungkin kasurku yang ini bisa muat untuk 7 orang. Rasanya juga sangat empuk, serasa kasur ini menghisapku hingga ke dasar.

Kamar ini terasa asing, seperti aku sedang menginap di hotel. Ya, aku harus bisa beradaptasi lagi di sini. Aku pulang untuk membuat keluarga kami yang telah berpisah lama untuk bersatu kembali.

Ibu, bagaimana kabar ibu di surga?

Aku rindu denganmu, Bu..

Oh ya, Ayah sekarang sudah berubah..

Ini perbuatan ibu kan?

Ibu ingin kami bersama seperti ini lagi kan?

Aku sekarang sudah bahagia, Bu..

Karena itu, Ibu juga bahagia ya di sana...