Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 18 - Teman (atau) Rival?

Chapter 18 - Teman (atau) Rival?

"Tapi, kenapa pak?" Tanyaku.

"Dia bukanlah orang yang bisa kamu percaya" sahutnya.

Apakah iya?

Tapi mana mungkin sampai seserius itu?

Sebelumnya, setelah aku mengabarkan bahwa Laptop dan Kameranya sudah ditemukan ke grup panitia, setelahnya Ketua OSIS memberitahukan kepadaku bahwa pagi ini Kepala Sekolah ingin menemuiku. Karena itu sekarang aku sedang di ruang kepala sekolah, setelah menjelaskan bagaimana kronologi aku mendapatkan kembali barangnya, namun dia malah berkata padaku.

"Faris itu hanya berpura-pura di depanmu. Semua itu hanya rekayasanya"

Secara logika, mungkin saja.

Tapi tangan Faris sampai berdarah begitu, dan dia benar-benar memukul orang dengan sangat keras.

Kalau begitu ceritanya, rekayasanya terlalu berlebihan. Lagipula dia bukan aktor.

"Aku tidak mempercayaimu, pak.." jawabku.

"Ya terserah jika kamu gak percaya. Pada waktunya kamu akan tau."

"Apa bapak ada buktinya?"

"Ya. Kamu bisa lihat riwayat hidupku, aku pernah mengajar di SMP yang sama dengannya.."

"Tapi..."

"Cukup. Silahkan tinggalkan ruangan saya.."

Sekarang hari ke-3 dari Petisi, tidak ada yang spesial. Tapi pagi hariku sudah dimulai dengan kurang baik, seseorang yang baru saja aku kagumi, dibilang hanya berpura-pura. Suasana sejuk pagi hari yang nikmat ini sangat tidak seiringan dengan kepalaku yang agak panas karena perkataan Kepala Sekolah.

Apa seleraku yang terlalu rendah?

Atau memang aku yang mudah ditipu?

Hari itu berjalan lancar saja, melupakan fakta bahwa kemarin kita semua panik karena lengah, yang menyebabkan barang berharga dicuri. Yang masalah bukan barangnya, tapi perilaku kleptomania itu lah yang bahaya. Seharian ini aku terus memperhatikan Faris, aku penasaran apakah benar kata kepala sekolah. Dia terlihat sangat mahir bermain bulu tangkis, terlihat sangat bersemangat, terlihat seperti orang baik-baik. Saat aku sedang melamun memikirkan Faris, tiba-tiba seseorang mencolek pundakku dari belakang.

"Rey?"

Ya, dia adalah Hana.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Kamu nanti engga sibuk kan?" Balasnya.

"Ah, engga. Kenapa?"

"Nanti pulang bareng yuk.." pintanya dengan terlihat malu-malu.

Aku lalu tersenyum, "iya nanti kita pulang bareng.."

"Yes! Kalau begitu nanti kita makan burger yuk! Aku lagi pengen.."

Benar juga, kemarin aku tidak pulang bersamanya. Pastinya dia merasa kesepian, karena aku mengurus barang yang hilang itu.

Dasar, pacarku yang manja.

Hari mulai semakin berubah menjadi jingga, aku lalu membereskan alat-alat dokumentasi dan memastikan semua barangnya aman hingga ditaruh ketempat semula. Setelah mengunci ruangan yang menyimpan alat, aku langsung pergi menuju gerbang sekolah di mana Hana menungguku. Kami lalu berjalan untuk mengunjungi restoran cepat saji yang terkenal akan burgernya yang enak.

Saat sampai di sana, kami memilih untuk duduk di meja yang sebenarnya muat untuk empat orang, namun kami duduk berhadapan. Memang lumayan memakan tempat, tapi masih banyak meja lain yang masih kosong.

"Oh! Rey!" Ujar seseorang memanggilku.

Seseorang yang memanggilku itu datang menghampiri kami, dia adalah Faris. Sepertinya dia belum pulang terlebih dahulu, dia masih memakai seragam bulu tangkisnya.

"Ternyata kalian di sini ya! Boleh aku bergabung?" Tanya Faris.

Aku lalu melihat Hana yang hanya terdiam saja. Aku rasa dia tidak harus cuek dengan mantannya seperti itu, lagipula masa lalu sudah terjadi, kalau begini terus Hana akan kesulitan memiliki teman.

"Boleh kok, silahkan duduk.." balasku mempersilahkannya.

Faris lalu langsung duduk di samping Hana. Walaupun terlihat lelah dan penuh keringat, tapi aku tidak mencium bau badan yang tidak enak, malah aku mencium bau wangi dari badannya. Kami lalu melihat menu yang ada dan berpikir untuk memutuskan akan memesan apa.

"Kamu mau apa, Rey?" Tanya Faris.

"Ah, kalau aku cheeseburger dengan telur saja!" Balasku.

"Kalau kamu, Han?" Faris bertanya kepada Hana.

Hana terlihat diam saja sedari tadi. Jarang sekali aku melihat Hana seperti ini.

Apa dia masih merasa tidak nyaman karena keberadaan mantannya?

"Hana, kamu mau pesan apa?" Tanyaku.

"Ah, a-aku..." Ujarnya canggung.

"Ah lama nih Hana! Udah nanti aja pesannya di kasir! Sekarang kita ke sana aja dulu! Antriannya lumayan panjang nih! Aku pinjam Hana dulu ya, Rey!" Ujar Faris secara cepat seakan tidak memberikanku kesempatan untuk menjawab.

Faris memegang tangannya Hana dan membawanya untuk mengantri di kasir, meskipun aku tahu Hana tidak akan tergoda akan mantannya, tetap saja aku merasa cemburu.

Apakah aku salah untuk cemburu?

Selama mereka berdua mengantri, aku memperhatikan mereka berdua. Sepertinya Faris selalu mengajak Hana untuk berbicara, namun Hana hanya diam menundukkan kepala saja tidak menghiraukan perkataan Faris. Setelah cukup lama, mereka berdua akhirnya kembali, mereka berdua membawa makanan sesuai pesanan masing-masing. Kami lalu memakan makanannya, aku dan Faris tidak banyak berbicara. Aku juga tidak tahu mau berbicara apa tentang Faris, oleh karena itu aku menceritakan yang kemarin kami lakukan, yaitu merebut kembali barang yang sudah hilang saat acara Petisi. Meskipun begitu, Hana terlihat diam saja, dia tidak terlihat tertarik ataupun peduli dengan apa yang kuceritakan.

Setelah selesai, Faris berpisah dengan kami berdua. Dia menaiki motor yang aku tahu itu adalah motor kesukaan anak muda zaman sekarang. Aku dan Hana lalu pergi ke apartemen Hana, karena kupikir dia sedang banyak pikiran, sesaat kami sudah masuk ke ruangannya, aku langsung menciumnya dan mengajaknya ke kasur. Aku merebahkan tubuhnya, lalu aku menjilati payudara Hana, namun dia terlihat tidak bersemangat sama sekali, walaupun aku menikmati tubuhnya, rasanya sangat hampa.

"Kenapa sih, sayang?" Tanyaku.

"Gapapa, Rey. Lanjut aja.." sahutnya.

"Apa ini karena Faris?"

Wajahnya langsung berubah dari datar menjadi geram.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, sepertinya banyak orang yang membencinya ya, bahkan Kepala Sekolah bilang dia hanya berpura-pura menolong mendapatkan barang itu kembali.." lanjutku.

"Ah, soal itu ya. Dia akan didiskualifikasi besok."

"Hah? Kenapa memangnya?!"

"Rey? Kita sudahi saja ya. Aku sedang tidak mood untuk blowjob..."

Aneh sekali, tidak pernah sekalipun Hana menolak.

Hana lalu bangun dari kasurnya dan memakai kembali bajunya. Dia sungguh terlihat berbeda hari ini, sebenarnya apa yang terjadi?

"Kamu belum jawab pertanyaanku, kenapa dia didiskualifikasi? Kamu anak acara pasti tau kan!"

"Aku tidak tahu, itu perintah dari kepala sekolah."

"Cih! Dasar kepala sekolah rasis! Ternyata dia lebih buruk daripada yang terlihat!" Kesalku.

"Rey?!" Hana membentakku.

Aku terkejut dan terdiam.

"Kamu itu sungguh mudah sekali ditipu orang ya?" Lanjut Hana.

"Kenapa? Kenapa kamu juga begitu kepadaku?" Tanyaku.

"Karena kamu salah, Rey. Faris tidak seperti yang kamu pikirkan.."

"Lagi-lagi, memangnya dia seperti apa?"

"Pokoknya dia tidak baik.." ujar Hana menyembunyikan wajahnya.

"Kenapa kamu tidak mau cerita alasannya? Sebenernya apa yang kamu sembunyikan dariku?"

"Rey, bukan gitu.."

"Padahal aku adalah pacarmu.."

Lalu aku meninggalkan Hana sendirian di apartemennya, karena aku merasa kesal. Dia tidak mau bercerita tentang hubungannya dengan Faris, seperti ada yang disembunyikan. Aku lalu berjalan kaki untuk pulang menuju rumahku.

Kenapa cuma aku yang membela Faris?

Apa karena aku salah?

Hana yang sudah pernah berpacaran dengannya bahkan berkata seperti itu..

Sepertinya memang aku yang salah memandang Faris..

Hana tidak akan pernah bohong padaku..

Lagipula juga, sepertinya Faris masih menyukai Hana...

...dia pasti masih ada rasa untuk mendapatkan Hana kembali.

Bahkan dia tidak malu-malu, dia berani berani bermain di depan mataku.

Baiklah kalau begitu.

Jadi, aku bisa mengganggap Faris untuk saat ini adalah ancaman kan?

Ya, dia jelas-jelas rivalku.

Keesokan harinya, hari Petisi ke-4, aku tidak berangkat bersama Hana, hanya dengan Rena. Meskipun begitu, aku sempat berpapasan dengan Hana. Dia hanya diam saja melihatku, tidak menyapa atau mengajak bicara.

Ya, kami sedang bertengkar.

Semalaman aku berpikir, apapun yang disembunyikan Hana. Pasti itu adalah benar, bahwa Faris tidak baik. Kepala Sekolah juga mencoba bilang itu kepadaku. Kesimpulannya, Faris itu memang mencurigakan. Aku harus lebih berhati-hati dengannya, bagaimanapun juga, dia adalah mantannya Hana. Kemungkinan dia akan mengincar Hana masih sangat besar, kalau aku lengah atau salah langkah, aku bisa saja kehilangan Hana. Oleh karena itu, pertama, aku harus berbaikan kembali dengan Hana.

Saat jam istirahat siang sudah tiba, aku langsung mencari Hana. Setelah berkeliling sekolah, ternyata dia ada di kantin, namun dia tidak sendirian, ada Faris yang menemaninya. Aku langsung menghampiri mereka, awalnya mereka duduk berhadapan, namun setelah aku datang, Faris berpindah ke sebelah Hana.

"Kenapa pindah, Faris? Kamu tidak mau di sebelahku?" Tanyaku.

"Bukan gitu, aku mau berbicara dengan menatap wajahmu." Sahutnya.

Alasan yang masuk akal,

namun aku tidak akan bisa tertipu dengan omong kosong itu.

Meskipun aku ada didepannya, Faris tidak ragu-ragu bercanda dan menggoda Hana dengan gurauannya. Sampai-sampai dia memegang tangan Hana dengan erat. Sudah kelewatan orang ini.

Aku tidak bisa melihatnya begitu saja, aku harus bertindak sesuatu!

Ayo Rey, kamu harus bisa!

"Faris!" Panggilku dengan agak keras.

Faris dan Hana terkejut.

"Aku tahu kalau kamu menganggapku sebagai teman atau sebagainya, tapi maaf, Hana sudah memiliki pacar. Aku adalah pacarnya, dan aku merasa tidak nyaman dengan perbuatanmu ke Hana." Ujarku.

"Oh ya! Aku lupa kalau kamu pacaran dengan Hana sekarang! Maaf ya aku memang kelewatan sih..., Yaudah Ayuk kita mau pesen makan apa nih?" Balas Faris.

"Maaf, Faris. Aku juga tidak nyaman dengan keberadaanmu saat kami sedang berdua. Bisakah kamu tinggalkan kami berdua?" Lanjutku.

"Ah yah, begitu ya. Sayang sekali.., maaf kalau aku telah mengganggu kalian berdua yah.." Faris terlihat dia menahan kecewanya dengan hanya menunjukkan senyumannya.

Faris lalu berdiri dan pergi meninggalkan kami berdua. Hana di hadapanku terlihat terkejut dan juga terlihat tersenyum sembari ingin menangis.

"Terima kasih, Rey. Kamu udah menyelamatkan aku.." ujar Hana sembari memegang tanganku.

"Maaf ya, Hana. Aku tidak peka, aku juga minta maaf atas semalam.." sesalku.

"Tidak apa-apa, yang penting sekarang kita di sini berdua lagi."

Aku lalu tersenyum, lalu kami memesan mie ayam kesukaan kami selagi waktu istirahat siang masih tersisa. Akhirnya saat penutupan lomba pada hari ini, Ketua OSIS membacakan setiap para peserta yang lolos babak akhir pada tiap lomba. Faris tidak lolos. Walaupun aku tahu bahwa Faris tidak lolos adalah kecurangan yang diperintahkan oleh Kepala Sekolah, padahal dia selalu menang dari lawan-lawannya. Banyak siswa sekolah lain juga yang sepertinya bereaksi heran dan tidak setuju bahwa Faris tidak lolos babak akhir. Aku juga merasa bahwa itu tidak adil, tapi aku juga merasa senang karena Faris akan berhenti mengganggu hubunganku dengan Hana.

Karena aku merasa tidak enak sudah mengusirnya saat istirahat tadi, aku menunggunya di luar gerbang sekolahku untuk meminta maaf kepadanya. Tak lama aku menunggu, akhirnya batang hidungnya terlihat.

"Eh, Rey? Ngapain disitu?" Tanya Faris.

"Aku nungguin kamu, ada yang ingin kusampaikan.." sahutku.

"Apa?"

"Maaf ya sudah mengusirmu tadi. Aku juga turut sedih kamu tidak lolos babak akhir kompetisi Bulu Tangkis" Ujarku.

"Ah, itu mah. Memang aku yang salah, aku terlalu berlebihan.., dan juga aku tidak begitu menyesal bahwa tidak lolos babak akhir.., santai aja.."

"Tenang saja, kamu pasti bisa menang lain kali!" Ujarku menyemangatinya.

"Menang lain kali ya? Hmm, sepertinya kamu benar!"

"Ya! Semangat terus!"

"Ingat aku, Rey! Lain kali, aku yang akan menang!" Ujarnya dengan tersenyum semangat.

Memang Faris anak bangsawan yang hebat,

dia bisa memahami kekalahannya ini sebagai kemenangan yang tertunda.

Aku penasaran seperti apa yang dia akan lakukan untuk menang lain kali..

...mungkin cara curang?

Ah, mikir apa aku..,

bagaimana caranya untuk curang saat lomba yang dilihat oleh orang banyak?

Sekarang rivalku sudah tersingkirkan,

mulai sekarang seharusnya tidak ada lagi yang mengganggu hubunganku dan Hana.

Kalaupun dia akan kembali, aku akan pastikan, Hana.

Bahwa aku akan mengalahkannya!