Chereads / implicit: it's just you and me / Chapter 21 - Ayo liburan!

Chapter 21 - Ayo liburan!

Rey?

Kamu di mana?

Tolong aku...

Aku yang sedang meneduh, tanpa sengaja bertemu dengan laki-laki brengsek itu. Ya, memang sedang hujan deras. Aku berada di gang buntu yang sempit. Aku memang membutuhkan kehangatan, tapi bukan orang menjijikkan sepertinya. Dia meremas-remas payudaraku dan menggesek kemaluanku dengan tangannya. Walaupun tidak secara langsung, tetap saja terasa. Memang ini adalah kesalahanku, seharusnya aku tidak terburu-buru.

Ya dua minggu yang lalu lebih tepatnya, kami baru saja mendapatkan kabar yang menggembirakan. Kepala Sekolah bilang bahwa semua siswa-siswi yang menjadi Panitia Acara Pesimis, maksudnya Petisi, akan mendapatkan uang keuntungan dari acara kemarin. Saat Petisi kemarin, acaranya berjalan tanpa menggunakan dana sekolah, hanya menggunakan sponsor, oleh karena itu saat uang dana sekolahnya turun, uangnya diberikan kepada para panitia yang telah mensukseskan acara Petisi.

*****

Aku yang sedang makan siang bersama Rey saat itu bergembira karena mendengar kabar baik, kelas kami memutuskan untuk menggunakan bagian kelas kami untuk liburan sekelas. Sedangkan kelas lain menggunakannya untuk makan-makan.

"Yeay, bisa liburan!!" Ucapku.

"Jangan senang dulu kamu..., Tanganmu aja masih susah gerak gitu.., mana dibolehin mamah.." balas Rey.

"Tenang aja, kata dokter tanganku udah baikan..., Mau lepas ini sebelum tanggal aslinya juga bisa kok.."

"Seneng banget ya.."

"Iya dong, kapan lagi keluar kota sama kamu, sayang..., Hehehe.."

Liburan kenaikan kelas kami akan dirayakan dengan 2 hari di puncak Bogor, tentunya aku sangat tidak sabar untuk itu karena aku belum pernah liburan keluar kota sebelumya. Ya, sangat tidak sabar. Hingga seminggu setelah kami melaksanakan Ujian Kenaikan Kelas, kemudian aku mempercepat jadwal pelepasan gips pada tanganku. Aku mempercepatnya ke hari Jumat setelah UKK selesai, karena aku berpikir jika aku melepasnya hari Jumat, maka sabtu dan minggunya aku bisa bercinta dengan Rey secara leluasa. Namun, setelah pulang sekolah siang tadi hingga sore hari menjelang malam, Rey engga ada kabar, aku sudah menelfon sedari tadi, pastinya dia ketiduran setelah selesai UKK. Aku berpikir bahwa aku akan berangkat sendiri saja, dengan begitu aku akan memberi Rey kejutan.

Setelah itu aku berangkat dengan ojek daring, namun sepertinya pengemudinya tidak tahu tempat praktek dokter yang akan kutemui. Oleh karena itu, aku memberhentikannya di jalan yang sudah dekat ke tempat prakteknya. Aku memutuskan untuk berjalan, namun tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Membuatku untuk berteduh di sebuah gang buntu yang sempit itu. Bajuku lumayan basah, karena itu aku merasa sangat kedinginan. Rasa dinginya seperti menusuk ke kulitku. Di saat seperti ini akan sangat romantis jika Rey memelukku dengan kehangatan tubuhnya itu. Namun, bagaikan doa yang salah sambung, keinginanku dijawab, tapi oleh orang yang salah.

"Halo, Hana.."

Orang brengsek itu.

"Kamu pasti kedinginan kan?"

Tahu kelemahanku.

"Kebetulan kita ketemu.."

Dia memanfaatkan kelemahanku.

"Sini, aku hangatkan."

Untuk keuntungannya.

Dia mengecup pipiku.

Dia mencium bibirku.

Dia memasukan lidahnya ke dalam mulutku.

Dia meremas payudaraku.

Dia menggesekkan tangannya ke kemaluanku.

Dia memelukku.

Dia 'memberi kehangatan' padaku.

Aku bagaikan beku karena perbuatannya. Bagiku, kondisi dingin seringkali membuatku terangsang. Oleh karena itu saat jari-jarinya menyentuh tubuhku, aku tidak bisa berbuat apapun. Kecanduan seks ini membuatku hanya diam saja tak melawan.

Ini adalah pemerkosaan.

Walaupun aku dibuat orgasme olehnya, namun hatiku menolak. Aku tidak ikhlas dibuat orgasme olehnya lagi. Di saat seperti ini aku hanya memikirkan Rey. Aku berharap Rey datang menyelamatkanku. Namun sampai aku mencapai klimaksnya, Rey tetap tidak muncul.

Orang brengsek itu tahu kalau aku sudah orgasme. Dia sangat tahu mengenaiku.

Orang brengsek itu adalah orang yang dulu pernah menikmati tubuhku berulang kali.

Orang brengsek itu adalah orang yang mengajarkan oral seks kepadaku.

Orang brengsek itu adalah orang yang aku pernah hisap penisnya sebelum aku bertemu dengan Rey.

Ya, orang brengsek itu adalah mantanku sebelum aku bertemu Rey.

Orang brengsek itu ada Faris.

"Rey itu parah banget ya, masa pacarnya dibiarin keluar sendirian, kondisi tangannya begini, udah gitu hujan juga. Rey ga becus jadi pacar"

Orang brengsek itu lalu meninggalkanku sendirian setelah melakukan hal menjijikan itu padaku. Aku sendirian di gang buntu, di bawah hujan deras, menangis terisak-isak, tak seorangpun mendengarku. Tidak seorangpun, sampai seseorang mendekatiku dan memayungiku. Secara perlahan aku melihat wajah orang tersebut.

Syukurlah, itu adalah Rey.

Aku lalu langsung memeluknya dengan sangat erat dan menangis dengan keras sekali untuk melepaskan emosiku, namun Rey sepertinya tidak mengerti apa yang terjadi. Rey lalu membawaku kembali ke apartemenku, dia membuatkanku teh hangat setelah aku mengganti baju.

"Kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Tanya Rey.

Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Kalau sampai Rey melawan Faris, Rey pasti akan celaka. Aku tahu Faris, dia memiliki kekuasaan yang tinggi. Orang seperti Rey bukanlah apa-apa baginya.

"Ah, Aku tadi terpeleset dan terjatuh., Sakit sekali.." sahutku.

"Sesakit itukah? Sampai nangis kejer.."

"Yah, kan juga malu.."

"Tapi kok ini gaada luka apapun?" Tanya Rey sembari melihat lenganku.

"A-aku tidak tahu.."

"Hmm, jangan-jangan luka dalam.."

Rey lalu memijat tangan kananku, agar tidak ketahuan, aku berpura-pura kesakitan saat dipijat. Aku merasa sesak karena tidak memberitahukannya, namun bagaimana lagi. Sejak saat itu aku hanya bisa terdiam sendirian, Rey pastinya tahu ada yang aneh padaku. Karena itu komunikasi kami merenggang, jarang berbicara, jarang berdua, dan jarang bermesraan.

Sampai hari liburan kelas kami tiba, walaupun gips di tanganku sudah dilepas tapi kami masih seperti menjaga jarak. Rey membawa mobilnya untuk membantu mengangkut barang-barang. Aku duduk di depan sebelah kiri, namun sepanjang perjalanan aku hanya mengucapkan beberapa kalimat yang bisa di hitung oleh jari. Kebanyakan cowok di kelasku mengerumuni dan berbicara pada Rey karena mobil sedannya yang mahal itu, mereka semua seperti berbicara dengan bahasa asing, aku tidak mengerti percakapan mereka. Karena itu aku seperti dicampakkan, tidak ada yang mengajakku berbicara. Ya, sebenarnya ada Novi dan Ayu yang sesekali mengajakku berbicara. Amanda dan Febi tidak ikut, Febi karena pacarnya dan Amanda tidak kuketahui. Walaupun dalam Villa yang seramai ini, aku tetap lah merasakan sendirian. Aku hanya melihat ponselku menunggu seseorang mengajakku berbicara, aku harap itu adalah Rey.

Malam ini kami sedang melepaskan penat karena 5 jam perjalanan, ada yang langsung tidur, ada yang bermesraan, ada juga yang bersenang-senang. Aku melihat Rey yang di dapur sedang membuat dua cangkir kopi, awalnya aku sedikit lega, aku kira itu untukku, namun ternyata Rey membawa kedua cangkir itu ke keluar Villa. Harapanku hancur seketika itu juga.

Ini salahku ya?

Aku lalu beranjak dari sofa dan menaiki tangga untuk kembali ke kamar cewek, aku berniat untuk tidur, namun saat aku sampai di dalam, kasurnya sudah penuh, banyak teman cewek kelasku yang sudah terlelap.

Tok tok.

Suara ketukan pintu yang mengagetkanku lalu diikuti oleh suara cowok.

"Hana? Kamu di dalam?"

Suara itu adalah suaranya Rey.

"Ah, iya.." sahutku.

"Kamu sedang apa?"

"Aku mau tidur.., tapi.."

"Yah, mau tidur ya? Sayang banget.."

"Emangnya kenapa?"

"Aku mau ngajak kamu tadinya.., tapi ya sudahlah besok aja.."

Secara spontan aku langsung membuka pintu dan menghentikannya.

"Aku mau!"

Rey lalu mengajakku untuk ke teras Villanya, di sana terdapat dua kursi dan satu meja. Ada dua cangkir kopi di atas meja itu, aku rasa itu kopi yang tadi ia buat.

"Minum kopi nih.." ujarnya.

"Kamu bikin kopi buat aku? Aku kira untuk yang lain.." jawabku dengan sedikit haru.

"Ya buat kamu lah, emangnya buat siapa lagi?"

Aku tersenyum lega, meskipun sudah beberapa hari kami renggang komunikasi, Rey masih peduli denganku. Walaupun sudah dihangatkan oleh kopi yang panas, tubuhku masih terasa kedinginan. Rey lalu memberikan selimutnya dan menyelimuti tubuhku.

"Kalau begini, kamu yang kedinginan.." ujarku.

"Gapapa, aku kuat kok" sahut Rey.

"Ish, jangan sok kuat kamu!"

Aku lalu berpindah untuk duduk di kursi yang sama dengan Rey, dengan begitu kami bisa berbagi selimut. Rasanya sangat hangat. Bukan hanya karena selimut, tapi juga karena tubuh kami yang menempel. Aku lalu mengecup pipinya dan bersandar padanya.

Tanpa sadar kami berdua terlelap, setelah cukup lama, kami berdua terbangun karena semakin dingin. Kami lalu masuk ke dalam Villa dan mengunci pintunya. Setelah itu Rey membuatkanku mie instan untuk kami makan berdua, sementara semua orang terlelap, kami berdua sedang menyantap makanan sembari bermesraan. Kami tidak melakukan apapun, hanya sekedar berpelukan.

Keesokan harinya kami melakukan banyak kegiatan, walaupun liburan kelas, kami juga menyusun susunan acara yang kebanyakan adalah bermain permainan. Dari permainan kecil hingga ke permainan lapangan yang dimainkan oleh seluruh orang. Aku juga ikut bersenang-senang, setelah semalam merasa kesepian, kini aku merasa cukup bahagia. Hampir semua permainan yang kami lakukan, aku dan Rey selalu berada di tim yang sama. Memang sudah takdir.

Hingga tiba malam hari, kami berpesta bakar-bakar daging yang telah kami siapkan. Sementara Rey dan yang lainnya membakar dagingnya, aku duduk di ayunan yang ada di Villa itu. Tak lama Novi datang menghampiriku, dia juga duduk di ayunan berhadapan denganku.

"Sepertinya kamu berbeda ya, hari ini.." ujar Novi.

"Berbeda apanya?" Tanyaku.

"Yah, kemarin kamu kelihatan murung begitu.."

"Ah, mungkin itu karena aku lelah.."

"Benar juga.."

"Enak ya, kamu punya banyak teman, bisa ngobrol sana sini.., sedangkan aku cuma punya Rey.."

"Apaan deh, semua orang di sini kan teman kamu.."

"Iya, tapi mereka bukan benar-benar teman.."

Novi terdiam melihatku, sepertinya dia mengerti apa yang ku maksud.

"Begini, kamu punya aku kok. Punya Ayu, Febi, dan Amanda.., kamu engga sendirian"

"Iya. Waktu itu aku sangat senang, kalian mengajakku pergi ke mall.." ujarku sembari tersenyum.

"Nah gitu dong! kalau begitu biar kamu ga kesepian, nanti grup acara diubah jadi grup geng kita.."

"Benarkah? Aku senang mendengarnya.."

Tak lama, dagingnya telah matang. Kami semua berkumpul untuk menyantap daging bakar yang telah Rey buat. Entah apa bumbunya, rasanya nikmat sekali. Rasa yang pernah kurasakan, tapi engga pernah bosan dengannya. Aku memakannya di sebelah Rey, sembari melihatku, ia bertanya, "Enak ga?"

"Pasti enak lah.." sahutku.

"Kamu ingat ini kan?" Tanyanya sembari menunjukkanku sebuah botol.

"Oh, ini...apa ya namanya..."

"Ini Shoyu, kecap asin Jepang.."

"Nah itu dia!"

Mungkin tidak ada yang tahu, tapi jelas kecap itulah yang membuat daging bakarnya menjadi makin lezat. Aku jadi teringat saat dulu belum pacaran dengan Rey, saat itu Rey mengajakku ke supermarket untuk membeli Shoyu, yang dulunya kukira adalah Resep Rahasia Rey. Setelah selesai, kami semua berbenah untuk persiapan pulang esok hari. Dari mencuci piring-piring, merapihkan baju, dan membereskan Villanya. Aku dan Rey memasukan barang-barang ke bagasi mobil Rey, setelahnya aku mencari-cari kesempatan untuk memeluk Rey.

"Aku senang, Rey. Bisa jalan-jalan keluar kota begini sama kamu.." ujarku.

"Ya. Aku juga senang, Hana. Kalau begitu lain kali kita jalan-jalan keluar kota lagi.."

"Beneran?"

"Iya, bener. Tunggu aja.."

Keesokan harinya, kami pulang di pagi buta. Tujuannya untuk menghindari macet dan ternyata benar, lebih lancar daripada saat kami berangkat. Rey mengantar satu persatu teman kelas yang ikut dalam mobil Rey. Baru yang terakhir diantar adalah aku. Saat sampai di apartemenku, aku langsung rebahan di kasur. Begitu nyamannya hingga aku merasa ingin tidur kembali.

Ahhh, tidur lagi ah..

Namun tiba-tiba, ponselku berbunyi, Ibuku menelfon.

"Ada apa, Bu?"

"Nak, kamu sudah sampai?"

"Sudah, Bu. Kenapa?"

"Begini, nak. Ini soal ayahmu.., bisakah kamu tinggal di sini dulu untuk sementara?"

Orang bilang petir tidak akan menyambar tempat yang sama.

Ya, hidupku tidak pernah berhenti disambar petir.

Petirnya demen sama aku atau bagaimana?

Tidak bisakah aku menikmati liburan ini dengan tenang?

Sekarang kenapa lagi dengan ayahku?