Kami semua berada di ruang kepala sekolah, semua perwakilan panitia tiap divisi memenuhi ruangan dengan penuh tegang dan panik. Hari semakin sore, tinggal beberapa jam lagi sampai waktu perlombaan habis dan seluruh siswa sekolah lain di pulangkan. Tim dokumentasi telah menjelaskan kronologi kejadian kehilangan itu, namun tak ada satupun dari panita divisi lain yang bisa menambahkan ceritanya, dengan kata lain, tidak ada saksi.
Bagaimana dengan CCTV?
Jelas sekali tempat yang dipakai oleh Tim dokumentasi untuk mencadangkan hasil dokumentasi adalah gudang. Gudang sekolah kami lumayan bersih karena ada yang menempati, penjaga sekolah kami. Intinya tidak ada CCTV di gudang, penjaga sekolah kami juga sudah menjelaskan bahwa sejak hari pertama Pesimis, dia tidak memakai gudang sama sekali. Hanya saja, selain Tim dokumentasi, ada Tim Perlengkapan yang sering keluar masuk ke gudang. Tapi Tim Perlengkapan mengaku tidak ada dari mereka yang mengambil laptop dan kamera. Mereka juga membela bahwa buat apa mereka mencuri barang milik sesama siswa sekolah ini. Seperti layaknya manusia yang ingin baku hantam, beberapa orang menuduh Tim Perlengkapan adalah pelakunya.
"Sudah cukup!" Bentak kepala sekolah kami.
Semua orang di ruang itu langsung terdiam, ruangan itu menjadi tenang.
"Tidak ada gunanya kalian saling tuduh! Ini masalah serius! Cari solusinya!" Lanjut Kepala Sekolah.
"Maaf pak, apa kita harus lakukan penggeledahan ke semua peserta?" Tanya Ketua OSIS.
"Tidak, kita tidak bisa melakukan itu. Kita harus bersikap tenang, seolah tak ada apapun yang terjadi.." jawab Kepala Sekolah.
Aku setuju dengan Kepala Sekolah, bertindak panik justru akan membuat si pelaku lebih berhati-hati. Karena itu dengan bersikap tenang, pastinya pelaku itu akan lengah. Tak lama Kepala Sekolah membubarkan kami semua, dia berkata bahwa dirinya sudah memiliki solusinya. Kami lalu kembali ke posisi masing-masing untuk melanjutkan acaranya hingga selesai pada sekitar pukul 6 sore. Saat selesai, semua peserta dipersilahkan untuk pulang selayaknya tidak terjadi apa-apa.
Aku mengajak Rey pulang bersama, tetapi Rey tidak bisa, dia berkata bahwa dia harus membantu Tim Dokumentasi menyelesaikan masalah ini. Karena itu aku berjalan menuju rumah sendirian, rasanya agak aneh, biasanya aku menunggu Rey hingga selesai. Tapi aku sudah merasa lengket sekali dan sangat lelah. Tepat di pertigaan menuju apartemenku, seseorang yang sangat menyebalkan itu bersandar di tiang listrik, dia terlihat seperti menungguku.
"Dasar, Kamu ini selalu jalan sendiri melulu ya..., Rey itu gak becus jadi pacarmu.." hina Faris.
"Tau apa sih kamu dengan Rey? Sudahlah, jangan ganggu aku lagi" sahutku.
"Oke sip." Ujar nya.
Lalu Faris menaiki motornya dan pergi meninggalkanku.
Wah, tumben dia nurut.
Aku melanjutkan untuk memasuki kamarku, lalu aku merebahkan diriku di kasur. Tidak berselang lama, bel ruanganku berbunyi. Pasti itu adalah Faris, dia tidak menyerah juga menggangu kehidupanku. Aku lalu beranjak dari kasur dengan kesal dan menggerutu.
"Kamu ini ya! Aku sudah bilang jangan gangg-------"
Saat aku membuka pintu, ternyata itu bukan Faris. Itu adalah Amanda. Dia yang datang dan membunyikan bel.
"Ehh, maaf, Amanda. Aku kira kamu orang lain..." Sesalku.
"Ahh, tidak apa kok. Santai aja.." balasnya.
Aku lalu mempersilahkan masuk, lalu mengajaknya ke dalam kamarku. Kami berdua duduk di pinggiran kasur.
"Ngomong-ngomong kamu ngapain ke rumahku?" Tanyaku.
"Tidak apa-apa, cuma aja aku lihat dari kemaren kamu agak murung gitu..., Kamu lagi sakit?" Ujar Amanda.
"Ah engga kok! Aku sehat-sehat aja.."
"Hmm? Kamu lagi berantem sama Rey? Soalnya aku lihat tadi Rey masih di sekolah"
"Ah engga juga. Tapi sih emang kita engga pulang bareng hari ini. Dia masih ngurus barang yang hilang itu.."
"Oh iya, emang ga tau adab ya pencurinya itu, pinter banget dia curi barang pas lagi ramai begini.."
Amanda sangat baik kepadaku,
dia bahkan sampai berkunjung ke rumahku hanya untuk menanyakan keadaanku.
Mungkin dia adalah teman yang tulus yang Rey pernah bilang kepadaku.
"Sebenarnya, aku sedang kesulitan..." Keluhku.
"Kesulitan kenapa? Cerita aja sini, akan aku coba bantu sebisaku!" Jawabnya.
"Ka-kalau begitu aku bikinkan minum dulu ya! Biar kamu engga seret!"
"Lah kan yang bakal cerita itu kamu.."
"Benar juga.."
Lalu aku pergi ke dapur untuk membuat 2 gelas teh hangat untuk kami berdua. Kalau dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya seorang teman wanita main ke rumahku. Setelah selesai, aku membawakan teh nya ke kamarku. Lalu kami berdua duduk di lantai dengan bersandar ke kasur.
"Aku sedang di teror seseorang dari masa laluku.." ujarku.
"Hmm? Mantan maksudnya?" Tanya Amanda.
"Iya"
"Wah, aku kira kamu baru pertama kali pacaran saat dengan Rey"
"Ya begitu deh, dia salah satu murid sekolah lain yang ikut lomba Pesimis, dia ikut lomba bulu tangkis.."
"Lalu?"
"Dia menggodaku, padahal aku sudah katakan ke dia bahwa aku sudah punya pacar. Tapi dia tidak memperdulikannya, dia tetap saja berani untuk menggodaku.."
"Hmm, begitu. Hana, bukannya aku sok tahu ya, tapi jika begitu keadaannya, maka hubungan kamu dan Rey sedang di uji, hubungan kalian sedang dalam keadaan bahaya, apalagi situasinya yang begini. Dengan Rey yang sedang sibuk dengan masalah hilangnya barang, mantanmu itu bisa menyerangmu dengan begitu mudahnya."
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu harus kuatkan lagi ikatan kalian, kalau perlu minta Rey untuk melindungimu dari mantanmu.."
"Tapi, aku tidak ingin Rey tahu yang sebenarnya..."
"Yah mau bagaimana lagi?" Ujarnya.
Bagaimana ini?
Aku tidak mau Rey sadar bahwa Faris ini adalah mantanku dulu yang pertama kali mengajarkanku mengemut penis lelaki.
Bisa-bisa kami bertengkar hebat..
Bahkan bisa saja sampai putus.
Aku tidak mau itu terjadi.
Tapi kalau aku tidak jujur, Faris akan terus menggangguku.
Orang bilang jujur yang pahit itu lebih baik daripada kebohongan yang manis...
Tapi kalau kondisi nya begini..
Maju kena, mundur kena.
Mau jujur atau bohong, tidak ada yang hasilnya baik.
Modar aja kali ya?
***Sudut Pandang Rey***
Hari sudah malam, bahkan aku sampai membiarkan Hana pulang sendirian. Tim dokumentasi telah meributkan masalah ini sejak acara selesai, namun tidak ada hasilnya, hanya sekedar menghujat satu dengan lainnya. Karena itu, kami semua mengentikan pertengkaran dan sepakat untuk pulang ke rumah masing-masing, karena bagaimanapun jadinya, masih ada acara esok hari, dan acaranya harus tetap berjalan.
Aku berdiri di depan gerbang sekolahku, sembari menunggu Rena yang menjemputku. Tak lama, ada suara motor yang datang dari kejauhan. Motor itu makin mendekat ke arahku dengan cahaya lampu motor yang menyilaukan, hingga berhenti dan mesinnya dimatikan. Baru lah aku bisa melihat wajah pengendara yang mana adalah Faris.
"Eh, Faris.., kok balik ke sini lagi?" Tanyaku.
"Rey! Baguslah kamu ada di sini! Kamu harus lihat ini!" Ujar Faris dengan tergesa-gesa.
Dia lalu mengajakku untuk ikut bersamanya, dia memboncengiku di motornya. Lalu dia membawaku ke sebuah cafe kecil yang lumayan jauh. Setelah sampai di sana, dia menunjuk ke dalam cafe itu, "lihat itu! Laptop itu ada stiker logo sekolahmu! Itu pasti laptop yang hilang itu!"
Benar katanya, itu adalah Laptop milik temanku yang dia pakai untuk mencadangkan dokumentasi,
tapi kenapa ada di sini?
"Ayo kita labrak dia!" Ajak Faris.
"Eh?! Kita engga akan ribut di sini kan?" Aku ragu.
"Soal itu mah lihat aja nanti!"
Lalu Faris memimpinku untuk masuk ke dalam, dia kelihatan tidak takut sama sekali. Saat kami masuk ke dalam, tercium wangi kopi yang sangat menggoda. Kami menghampiri dua orang yang sedang duduk-duduk, satu terlihat mencari sesuatu di dalam file laptopnya, yang satu lagi memeriksa foto-foto yang ada di kamera itu.
"Heh, lu berdua! Lu pikir itu kamera siapa?! Maling dasar!" Bentak Faris.
Lalu seisi cafe menjadi sunyi dan melihati kami berdua.
"Hah?! Jangan asal tuduh lu ye!" Balas orang pertama.
"Ngaku aja! Sini balikin laptop dan kameranya!" Bentak Faris lagi.
"Jangan mabok deh bocah! Asal ngaku-ngaku aja!" Orang kedua membalas.
"Itu stiker logo sekolah siapa emangnya? Itu jelas bukan logo sekolah lu!" Bentak Faris.
Orang kedua sepertinya sudah kesal, dia menaruh kameranya di meja, lalu berdiri dan melayangkan kepalannya ke Faris. Namun Faris bisa menghindar, lalu dia membalas kepalan yang menghantam kepala orang kedua ke tembok dengan sangat keras. Sedangkan aku hanya berdiam diri saja sedari tadi. Aku tidak ingin terlibat masalah, aku juga tidak berani untuk berbuat kasar.
"WOI! KALAU MAU RIBUT JANGAN DI SINI BANGSAT!" Teriak seorang kasir cafe.
"Gua gak akan nyari ribut di sini kalau orang ini gak nyolong barang gua!" Balas Faris.
Sembari melihat kegaduhan yang kami buat, semua pengunjung cafe itu hanya bisa terdiam dan melihat, mereka semua terlihat ketakutan.
"Deni! Carlos! Balikin barang mereka sekarang! Bikin malu aja lu pada!" perintah Kasir cafe.
Dengan berat hati, akhirnya kedua orang itu mengembalikan Laptop dan Kamera yang mereka curi. Faris lalu memberikan banyak uang kepada kasir untuk biaya ganti rugi. Lalu Faris mengantarkan aku kembali ke sekokah, saat sampai di sana, sudah ada Rena yang menungguku.
"Makasih ya, Faris. Aku engga tau lagi bagaimana jadinya kalau laptop dan kamera ini engga kembali lagi.." ujarku.
"Santai aja, lagian juga aku kesal dengan sekolah mereka, ya ini bisa dibilang melampiaskan amarah.." sahutnya.
Aku lalu kembali ke rumah bersama Rena, saat di jalan aku sempat mengecek kamera dan laptopnya. Kondisinya masih lengkap beserta kartu memorinya. Kalau dipikir-pikir, Faris itu seperti anak bangsawan. Dia mengeluarkan uang ganti rugi sebanyak itu dengan begitu mudahnya. Dia juga tidak takut dengan kedua orang tadi, tidak gemetar sedikitpun. Padahal aku saja hanya terdiam melihatnya.
Faris itu terlalu sempurna, dia seperti bisa banyak hal jika dibandingkan diriku. Aku merasa iri dan juga malu, Hana memiliki teman yang sehebat itu.
Mengapa Hana tidak berpacaran dengan dia saja?
Ah! Mikir apa sih aku?!
Hana adalah pacarku!
Tidak ada yang boleh menggantikan aku di hati Hana!
Tapi, tadi saat di UKS...
...mereka terlihat sangat akrab...
Apa mereka pernah lebih sekedar teman?
Eh?
Sebentar...
Tunggu dulu...
Oh!
Jangan-jangan...
...dia adalah mantannya yang Hana pernah ia ceritakan?!