Ujung Katana Farha sukses menancap di dada Yaswar namun tidak sampai mengenai jantung karena sang pemilik pedang segera menahan pedangnya agar tidak sampai membunuh Yaswar.
Farha segera melepaskan pedangnya, membiarkannya tetap menancap di dada Yaswar. Ia tampak tertegun menatap pria yang hampir dibunuhnya tersebut.
"Farha, putraku, tidak perlu kau berhenti untuk membunuhku jika itu memang yang menjadi tujuanmu sejak awal. Demi ibumu, demi Barta yang telah merawatmu seperti anaknya sendiri, bunuhlah aku." Yaswar berkata dengan nada berat seraya menahan sakit karena luka tusuk dan pedang yang menancap di dadanya.
Farha mendengus, "Aku berubah pikiran. Sekarang aku percaya bahwa kau memang ayahku yang ibuku bilang sudah mati di perantauan. Kakek Asman sering memberitahuku hal yang tidak pernah kupercayai, yaitu bahwa ayahku belum mati. Namun, aku lebih percaya pada ibuku."
Sementara Ado memperhatikan percakapan antara ayah dan anak itu sambil menyendok sup di dalam mangkuk yang sebelumnya ia bawa dari pondok Nenek Lily.
Yaswar terkekeh sambil menatap putranya tersebut.
"Tidak apa, nak. Ibumu yang telah merawatmu sejak bayi hingga kau mampu berlari. Sementara aku hanya seorang suami dan juga ayah yang berusaha mencari nafkah dengan merantau ke negeri orang. Sudah menjadi risiko bagiku diselingkuhi. Bukan salah ibumu tapi salahku yang jarang memberi kabar apalagi pulang hanya sekadar untuk menemuinya dan juga putra kecilku." Yaswar bernafas naik turun pertanda sakitnya mencapai titik hampir kritis.
"Oh, tidak. Listi!" Farha menjadi panik saat melihat kondisi ayahnya yang terlihat sangat kesakitan.
Sementara Listi yang sedang bertarung dengan Ilsa lantas menoleh ke arah di mana Farha berada. Hal itu jelas dimanfaatkan oleh Ilsa untuk memasukkan serangan dadakan.
Namun Ilsa harus menelan pil pahit saat Marcell mendadak muncul dan memukulnya hingga terpelanting.
"Jangan coba-coba kau sakiti pacarku!" ucap Marcell sembari menodongkan sebatang anak panah ke arah Ilsa.
"Jadi begitu cara kalian bertarung? Dasar pecundang!" Ilsa mendecih dalam posisi setengah telentang menghadap ke arah Marcell.
Sementara Listi tidak mempedulikan apa yang Marcell lakukan terhadap lawannya. Ia lantas berlari menuju Farha.
Listi pun mencoba melakukan pertolongan pertama. Sementara Ado berusaha membantu dengan mencabut pedang yang menancap di dada Yaswar perlahan-lahan.
Beberapa lama kemudian setelah mereka berhasil menyelamatkan Yaswar.
Yaswar bersama Ado dan yang lain tampak berkumpul di ruang tengah bangunan yang dijadikan sebagai istana oleh Yaswar.
"Terimakasih karena kalian telah memberiku kesempatan kedua. Padahal aku sudah siap kalau harus mati di tangan putraku sendiri. Pada akhirnya aku mengaku kalah dari kalian. Dengan demikian kalian berhak mendapatkan wilayah kecil ini untuk kalian kuasai," tutur Yaswar.
"Kami khususnya saya pribadi tidak tertarik dengan kekuasaan atas suatu wilayah dengan menjadi tuan atau raja. Lagipula keinginan saya sampai detik ini adalah pergi ke lautan luas. Saya ingin berlayar hingga ke Pulau Firdaus," tukas Ado dengan nada optimis.
Yaswar terkekeh seraya menggelengkan kepala.
"Mungkin belakangan ini aku adalah orang jahat yang pernah membunuh, menindas, memperbudak, melakukan pemberontakkan terhadap pemerintahan yang sah. Tapi memiliki niat ke Pulau Firdaus sama sekali tidak menjadi bagian dari niatanku. Kenapa? Mungkin untuk sampai ke sana aku harus menjadi lebih jahat lagi. Menjadi bajak laut yang buas mungkin salah satu pilihannya. Kau ingin ke sana maka kau akan menjadi bajak laut atau dianggap bajak laut oleh pemerintah Eclipse. Kau faham maksudku?" Yaswar menjelaskan kemudian menatap ke arah Ado.
"Untuk pergi ke sana harus menjadi orang jahat?" Listi turut berkomentar.
"Itu hanya kiasan, nona. Tapi ya memang seperti itu adanya lagipula siapapun yang ingin pergi ke pulau itu akan dianggap penjahat oleh pemerintah Eclipse. Alasannya sendiri masih menjadi misteri," tukas Yaswar.
"Begitu rupanya. Artinya saya tidak akan dengan mudah untuk sampai di sana. Harus berjuang keras. Bukankah begitu?" Ado menatap ke arah Yaswar.
"Betul. Nah, karena kalian dianggap penjahat, maka pemerintah tidak segan untuk menangkap dan memenjarakan kalian meski kalian baru tiba di Gerbang Laut Seaman," tukas Yaswar.
"Bagaimana pemerintah bisa tahu kalau misalkan kita memiliki niatan hendak ke Pulau Firdaus?" tanya Marcell penasaran.
"Aktivitas kalian terekam satelit mata-mata milik pemerintah Eclipse. Intinya satelit ini telah memata-matai semua orang yang ada di penjuru Eclipse ini. Aktivitas semua orang pun dapat diketahui dengan gamblang oleh pemerintah Eclipse. Asal kalian tahu pembicaraan kalian barusan juga telah diketahui pemerintah. Buktinya adalah sinar. kuning yang menyoroti kalian semua," papar Yaswar membuat Ado dan kawan-kawan terkejut dan langsung memeriksa diri masing-masing.
"Sial! Mereka berlaga menjadi Tuhan?" Farha tampak geram.
"Tenanglah, putraku. Kalian dapat melakukan apa yang menurut kalian pantas untuk dilakukan agar kalian tetap dapat melanjutkan cita-cita kalian. Apapun rintangannya, taklukanlah. Jangan pernah menyerah," tukas Yaswar.
Ado dan Farha saling pandang setelah mendengar perkataan Yaswar barusan.
Beberapa saat kemudian di ruangan tersebut tinggallah Yaswar dan Farha yang terlibat pembicaraan serius.
"Bagaimanapun kau tetap ayahku. Ibu telah tiada. Satu-satunya orang tuaku yang masih hidup hanya dirimu, ayah. Kuharap kau mau ikut dengan kami. Aku tidak mau ayah menjadi tahanan kerajaan karena pemberontakan itu. Apalagi ayah sudah berniat untuk tidak melawan mereka lagi, bukan? Ikutlah dengan kami, ayah," kata Farha setengah memaksa.
"Maafkan aku, putraku. Kriminal tetap kriminal. Aku akan mengikuti jejak rekan-rekanku yaitu dipenjarakan. Aku akan menebus semua dosaku kepada orang-orang yang pernah aku sakiti termasuk dirimu," tukas Yaswar. "Pergilah, Farha. Gapai cita-citamu setinggi mungkin. Anak itu akan membawamu menggapai cita-cita itu."
Farha hanya menggelengkan kepalanya.
"Awalnya aku tidak berniat ikut dengan mereka. Tapi karena ayah sedang dalam masalah serius, maka aku akan ikut dengan mereka dengan syarat ayah juga ikut," kata Farha mencoba membujuk ayahnya itu.
"Jangan konyol, putraku. Aku akan menjadi masalah buat kalian jika aku ikut. Pemerintah Eclipse sedang memburuku dengan nilai buruan yang cukup tinggi. Percayalah kalian akan baik-baik saja tanpa keikutsertaanku. Sebaliknya kalian akan dalam masalah besar yang berlipat-lipat jika mengikutsertakanku juga," jelas Yaswar membuat Farha hanya bisa melenguh kecewa.
Sementara itu di ujung Samudera Marsmar, tepat di depan gugusan karang yang sangat tinggi yang jumlahnya mencapai jutaan buah. Di salah satu sudut gugusan karang tinggi tersebut terdapat suatu pintu gerbang yang lebih seperti mulut gua dengan arus air laut yang begitu deras masuk ke dalamnya.
Di depan gerbang tersebut tampak sebuah kapal bersiap hendak menuruninya. Kapal tersebut merupakan kapal bajak laut Rose yang beberapa saat yang lalu tiba di depan pintu gerbang yang disebut sebagai Pintu Neraka Gadasir.
Di atas kapal tampak Kapten Rose bersama wakilnya yaitu Ranjit, sedang menatap takjub ke arah pintu gerbang itu.
"Ini baru satu, ya. Masih ada enam lagi yang seperti ini di luar sana. Salah satunya adalah Gerbang Laut Seaman. Di gerbang yang itu, pemerintah Eclipse akan menangkapi kita dan memenjarakan kita di penjara bawah laut terburuk yang disebut sebagai Kraken Prison," ujar Ranjit sambil melirik ke arah kaptennya.
"Begitu rupanya. Aku tidak banyak tahu tentang dunia luar. Aku sudah cukup lama berada di Kalangga sampai aku bosan," tukas Rose.
"Hhh, sebentar lagi kapal mencapai mulut gerbang. Guardian Holox akan muncul sewaktu-waktu. Kita hanya perlu menghindarinya. Memeranginya hanya akan membuat kita celaka. Jika terpergok, kita harus mengalihkan perhatiannya," tutur Ranjit.
Beberapa saat kemudian, kapal bajak laut Rose menuruni air laut yang mengalir seperti hendak terjun ke dalam mulut gerbang tersebut.
Baik kapten maupun para awak sempat melihat suatu makhluk yang sangat besar berwujud seperti MERMAN namun terlihat menyeramkan, sesekali muncul ke permukaan air.
"Guardian Holox. Aku pernah sekali melewatinya dengan kapal ini," ujar Ranjit.
"Jadi itu Holox?" Turman muncul dari balik pintu kabin sambil menguap.
Rose menoleh ke arah Turman dengan sinis.
"Kau terus saja tidur sepanjang hari. Apa kepalamu tidak pusing?" Itu Ranjit yang berbicara.
"Tidur bagiku adalah kehidupan bukan kematian kecil seperti yang orang-orang bilang. Ah, ngomong-ngomong tadi malam itu kau sedang apa, kapten? Aku lihat kau di kamarmu sedang... Ah, entahlah, aku sukar membayangkannya," tukas Turman.
Rose mendelik namun kemudian tersenyum sinis.
"Aku hanya sedang ingin. Jadi aku melakukannya sendirian." Rose menatap Turman dengan tatapan sulit dipahami.
"Oh, begitu rupanya. Kenapa kau tidak meminta kami melayanimu? Aku dan Ranjit punya servis yang baik soal itu," kata Turman.
Ranjit mendelik ke arah Turman.
"Berhentilah membicarakan hal tabu. Aku ini masih kecil. Belum mengerti masalah begituan," tukas Ranjit disambut tawa terbahak-bahak oleh Turman dan Rose.
Mendadak kapal terguncang saat sesuatu dari bawah menyundulnya.
"Oh, sial! Holox mengenai kapal ini!" pekik Ranjit.
<<<[]>>>