Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 40 - Aku taklukkan negeri ini [Alur Desa Perawan Bagian 3]

Chapter 40 - Aku taklukkan negeri ini [Alur Desa Perawan Bagian 3]

Kembali ke Ado dan kawan-kawan yang kini sedang menuju suatu bangunan besar yang dikelilingi pagar tembok setinggi tiga meter. Mereka kemudian berhenti ketika tiba di depan pintu gerbang bangunan tersebut.

"Apakah ini balai desanya? Kok lebih seperti istana pemerintahan setingkat kabupaten, ya?" ujar Listi sembari mengamati bangunan tersebut.

"Mungkin desa ini sebenarnya adalah sebuah kerajaan kecil tapi mereka tidak mendeklarasikan diri karena takut dengan penguasa Kerajaan Mangga," tukas Ilsa seraya melirik Ado yang sedang mengamati mangkuknya yang kosong.

"Kapan lagi ada sayur daun pepaya yang dibumbui merica dan bawang putih? Bekalku habis sedangkan perut sudah lapar lagi," ucap Ado seraya menyimpan mangkuknya ke dalam tas selempang yang selalu ia bawa itu.

"Daging ayam babi pasti lebih lezat ketika dimakan saat lapar begini. Sayuranmu itu membosankan, do. Rasanya pahit lagi seperti senyumannya Ilsa," kata Marcell seraya meledek Ilsa.

"Apa kau bilang? Senyumanku pahit? Kau pernah mencicipinya?" Ilsa melotot ke arah Marcell.

"Aku tidak mencicipinya. Aku hanya melihatnya," tukas Marcell seraya terkekeh.

"Kawan-kawan, tampaknya ada seseorang yang datang. Mungkin ia akan membukakan pintu untuk kita," kata Listi saat melihat seorang gadis berpakaian berupa atasan tanktop setengah bra dan bawahan rok mini yang memperlihatkan sebagian celana dalamnya, menuju ke arah pintu gerbang.

"Wow, seksi sekali dia. Tidak heran sih. Ia kan hidup di wilayah yang seluruh penghuninya adalah perempuan," komentar Farha sambil menatap waspada ke arah gadis itu.

Sesampainya di depan gerbang, si gadis membukakannya sembari berbicara.

"Gusti Ratu ingin bertemu kalian. Suatu kehormatan bagi kalian yang menjadi orang-orang asing pertama yang diizinkannya memasuki desa ini." Gadis berparas cantik itu mempersilahkan Ado dan kawan-kawan masuk.

Ado dan kawan-kawan pun memasuki pelataran bangunan istana yang menjadi tempat tinggal sekaligus pusat pemerintahan bagi sang Ratu. Mereka mengikuti si gadis yang berjalan di depan.

Si gadis tidak banyak berbicara. Ia hanya memimpin Ado dan kawan-kawan menuju suatu ruangan besar yang adalah balairung (ballroom) di mana sebuah singgasana berwarna emas dengan hamparan permadani berwarna kuning keemasan di hadapannya.

Di atas singgasana tersebut duduklah seorang perempuan yang umurnya jika ditaksir hanya berbeda dua tahun dengan si gadis yang membawa Ado dan kawan-kawan.

Perempuan tersebut mengenakan gaun pendek berwarna hitam dengan selendang berwarna kuning keemasan melingkar di bahunya. Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai dengan sebuah mahkota berwarna emas menghiasi kepalanya.

"Selamat datang di Desa Perawan, para penyusup. Sebutkan nama kalian masing-masing," ucap si gadis yang membawa Ado dan kawan-kawan mewakili Ratunya.

Ado maju ke depan kemudian menatap ke arah sang Ratu yang jaraknya hanya mencapai lima meteran.

"Namaku Ado. Michael Red adalah lanjutannya. Aku kemari ingin mengungkap misteri penyebab desa ini tertutup dari dunia luar padahal berdampingan dengan desa lain," ucapnya disambut tatapan tajam sang Ratu.

"Lucuti senjata mereka," ucap sang Ratu tanpa membalas perkataan Ado.

Si gadis memberi isyarat para prajurit perempuan yang ada di ruangan tersebut untuk melucuti senjata yang dimiliki kawan-kawan Ado.

Setelah selesai, sang Ratu kembali berkata.

"Lucuti pakaian mereka. Jangan sampai ada senjata tersembunyi di balik pakaian mereka, " ucapnya jelas membuat gusar Ado dan kawan-kawan.

"Namaku Farha. Will Farha adalah nama panjangku dan aku tidak suka dengan perlakuanmu yang seperti itu. Kami sudah menjatuhkan semua senjata kami, tapi kau malah meminta yang tidak-tidak. Apa kami harus membanjiri ruangan ini dengan darah orang-orangmu supaya kamu sedikit menunjukkan hormatmu!" Farha berkata dengan geram sambil hendak berjalan ke arah sang Ratu namun dicegah Ado.

"Biar aku saja. Tidak akan kubiarkan kau menebas orang di dalam istana semegah ini," ucapnya.

Sang Ratu berdiri dari singgasananya, melotot ke arah Farha. Dengan kasar ia berkata.

"Kalian sudah menerobos wilayahku seenaknya! Kalian juga telah membantai pasukan kepercayaanku! Aku membiarkan kalian memasuki istanaku tiada lain agar aku dapat menyaksikan kematian kalian secara langsung di dalam istanaku ini!"

"Apa? Jadi kau mengundang kami untuk membantai kami begitu? Ngomong-ngomong kami tidak membantai orang-orangmu. Mereka masih hidup hanya terluka sedikit. Sebentar lagi mereka juga pulang," tukas Ado seraya melangkah ke hadapan Ratu namun dihadang dua orang prajurit perempuan.

"Jelas! Sudah dari dulu desa ini tidak akan pernah menerima pendatang. Orang-orang yang memaksakan diri memasuki desa akan mati mengenaskan," tukas Sang Ratu. "Prajurit! Sekarang!" serunya disambut para prajurit yang berada di atas balkon di kanan dan kiri balairung membentangkan busurnya, mengarah pada Ado dan kawan-kawan.

"Sangat disesali, nona," tukas Ado seraya memejamkan kedua matanya.

Di saat itu para pemanah tersebut melepaskan anak-anak panah beracun ke arah Ado dan kawan-kawan. Tentu itu tidak mudah bagi para pemanah tersebut untuk menghabisi Ado dan kawan-kawan.

Selain karena adanya Uday yang merupakan penyihir, kemampuan Ado untuk melumpuhkan lawan tanpa menyentuh cukup menjadi penyebab kekalahan para prajurit wanita bawahannya Ratu tersebut.

Saat Ado membuka kedua matanya, para pemanah tersebut telah bergeletakkan tidak sadarkan diri di atas balkon maupun di bawahnya. Selain para pemanah, prajurit lainnya pun turut mengalami hal yang sama.

Hanya Sang Ratu yang masih berdiri dengan kaget melihat hal tersebut.

"Wilayah ini kami taklukkan, nona. Tunduklah dan kami tidak akan menyakitimu," ujar Ado seolah menjadi seorang penakluk yang baru saja menaklukkan suatu wilayah.

Tanpa disuruh, Ilsa melangkah maju ke hadapan Sang Ratu, kemudian melucuti mahkotanya.

"Sebutkan namamu, nona Ratu." Ilsa menatap sinis ke arah sang Ratu.

Sang Ratu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia rupanya merasa enggan untuk menanggapi apapun yang dilontarkan Ado dan kawan-kawan.

"Aku akan mengurungnya ke dalam kamar. Akan kupastikan jendelanya tidak akan bisa digunakan untuk melarikan diri," ujar Farha kemudian maju dan menyeret Sang Ratu.

"Aku sebenarnya tidak suka melakukan ini. Tapi misteri desa ini membuatku harus melakukannya. Aku berpikir siapa tahu ada hal yang sangat penting yang tidak kita ketahui yang menjadi alasan kenapa desa ini menutup diri." Ado mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru balairung.

Sementara itu di luar angkasa, di suatu konstelasi yang tidak diketahui. Di sebuah bongkah batu raksasa yang mengorbit mengitari sebuah bintang katai raksasa.

Di permukaan batu raksasa itu tampak suatu batu besar yang melayang karena rendahnya gravitasi di sana. Di atas batu tersebut tampak batu lain yang lebih kecil berbentuk seperti kursi yang juga melayang.

Di atas kursi tersebut duduklah seorang laki-laki berpakaian putih berkelir hitam dengan rambutnya yang berdiri. Tangan kanannya memegang suatu untaian mirip tasbih berwarna hitam.

"Eheheheh, Ratu Sowan. Akhirnya dirimu dan kerajaan kecilmu berhasil ditaklukkan orang asing. Aku kini punya kesempatan untuk merebut Guci Sakti. Aku Harold David Montelegue, bersiap untuk membawa jagat raya ini kepada kiamat!"