Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 42 - Kita Seri [Alur Desa Perawan Bagian 5]

Chapter 42 - Kita Seri [Alur Desa Perawan Bagian 5]

Di medan perang yang dipenuhi korban-korban keganasan makhluk-makhluk buas, tampak Ado menatap sekeliling. Ia kemudian menoleh ke arah Farha.

"Mereka tidak ada habisnya, Farha. Sekuat apapun dirimu tidak akan bisa menghabisi mereka semuanya. Kau akan kelelahan. Kita harus memikirkan cara untuk menghentikan para makhluk itu bermunculan. Batu-batu yang pecah itu mungkin bisa kita akali agar tidak lagi mengeluarkan makhluk-makhluk itu," ujarnya sambil melihat ke arah pergerakan makhluk-makhluk buas yang sedang merangsek dengan beberapa prajurit wanita yang tengah berusaha menghadang mereka.

"Mungkin Listi lebih tahu soal itu. Tapi aku ragu dia tahu caranya. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menghabisi makhluk-makhluk seperti beruang kurus berkaki enam ini," tukas Farha seraya menerjang dan menebas seekor makhluk buas yang datang ke arahnya.

"Aku juga ragu soal itu. Tapi aku rasa Listi memiliki kejutan yang tidak kita duga. Ingat saat kita di Desa Wijen. Dia bisa mengalahkan ahli trik dan juga peminum telur naga, si kampret fliker itu," kata Ado seraya menendang makhluk buas yang mengarah kepadanya hingga terlontar jauh.

Mendadak.

'Blaarrrrrrrrrr...'

Salah satu batu yang pecah yang posisinya berada tidak jauh dari Ado dan Farha mendadak meledak dengan kepulan asap pekat yang menutupi batu pecah tersebut.

"Aku tahu kalian berdua adalah orang-orang yang sedang berusaha melindungi Ratu Sowan dan Guci Sakti. Aku penasaran sekuat apa kalian hingga memutuskan untuk melakukan itu." Seseorang muncul dari balik pekatnya asap tersebut.

Itu adalah seorang laki-laki berzirah lengkap berwarna perak dengan helm besi yang menutupi hingga ke wajah dengan rongga untuk kedua matanya. Ia membawa sebilah pedang besar di punggung. Suara langkah orang tersebut terdengar berat pertanda zirah yang ia kenakan penuh seluruh badan itu memiliki berat yang tidak biasa.

Ado dan Farha menatap waspada ke arah kemunculan laki-laki berzirah itu.

"Kau, Harold David siapa itu?" Ado memicingkan kedua matanya saat melihat ke arah laki-laki berzirah dan berpedang itu.

"Adrogus Fallas adalah namaku. Bisa dikatakan aku adalah tangan kanan orang yang kau sebut barusan, Ado Michael Red," kata orang bernama lengkap Adrogus Fallas itu membuat Ado terkejut karena orang itu bisa menebak namanya.

"Kau bisa menebak namaku? Kalau boleh aku tebak, kau tahu dari tuanmu, huh?" Ado menatap sinis ke arah Adrogus.

Adrogus tertawa.

"Layar bersinar milik Harold yang menampilkan gambar kalian berikut nama-nama kalian. Oleh karenanya aku dan sesama tangan kanannya tahu nama kalian semua," ucapnya.

"Sesama tangan kanannya? Jadi kau tidak sendirian, huh?" Farha menatap tajam ke arah Adrogus.

"Kami di sini sedari tadi, dasar manusia-manusia bodoh," ujar seseorang yang baru muncul dari balik kepulan asap dari ledakan batu itu. Itu adalah seorang perempuan berpenampilan agak seronok dengan nuansa serba ungu.

"Cantik sekali dia. Mana seksi sekali," ucap Uday yang entah sejak kapan ada di samping Farha. 

"Rendahkan dirimu, Kirlita. Jangan berkata seperti itu karena belum tentu mereka sebodoh yang kau pikirkan," kata Adrogus seolah mengingatkan perempuan bernama Kirlita itu.

Kirlita tampak mendengus seraya membuang muka.

"Aku lebih suka Jagger Hakan karena dia pasti selalu menyetujui setiap kata-kataku. Tidak seperti dirimu yang sok berprinsip, Adrogus," katanya dengan nada tajam.

"Jadi bagaimana? Mereka itu para pelindung desa? Lebih tepatnya para pelindung Ratu Sowan," kata seorang laki-laki berambut Mohawk membawa sepasang kapak kecil di punggung yang juga muncul dari balik kepulan asap tepat di belakang Kirlita.

"Kau akhirnya keluar juga, Jagger Hakan. Aku membutuhkan suaramu untuk mendukungku. Adrogus terlalu berprinsip dan prinsipnya sangat dangkal. Ia seperti seorang terhormat saja," kata Kirlita seraya menoleh ke arah Jagger Hakan.

Ado melihat dengan tidak sabar ke arah tiga orang pemimpin para makhluk buas itu. Ia pun maju ke hadapan mereka bertiga.

"Jadi, di mana tuan kalian? Si Harold siapa itu? Montecarlo?" ucapnya disambut tatapan sinis dari Kirlita.

"Hahahahaoi, tuan Harold tidak akan mau menemuimu semudah itu Ferguso. Kalian harus mengalahkan Adrogus dulu baru dia akan muncul," tukas Jagger diiringi tawanya yang aneh.

Adrogus mendecih sambil melirik ke arah Jagger.

"Kenapa harus aku yang mereka kalahkan, hah! Kau ingat bahwa kau juga harus menghadapi mereka dan mungkin kau akan kalah, Jagger," katanya seraya mengembalikan pandangannya pada Ado dan kawan-kawan.

Farha sejenak melihat ke arah Kirlita kemudian melirik ke arah Uday.

"Ini tidak bagus. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi perempuan itu, Uday. Kau sangat lemah dalam menghadapi wanita," ucapnya membuat Uday tercengang.

"Kau jangan mencari kesempatan dalam kesempitan ya, Farha! Biarkan aku yang menghadapinya! Aku rela mati asalkan bisa menatap wajahnya dari dekat," tukas Uday meradang.

Farha menggelengkan kepalanya.

"Sudah kuduga. Dasar lemah!" umpatnya.

"Sekarang apa yang kalian inginkan? Merebut Guci Sakit dari tangan Ratu Sowan?" Ado menatap sinis ke arah Adrogus dan yang lain.

"Guci Sakit, huh? Aku pikir kau yang sakit sekarang," kata Adrogus seraya menghunus pedangnya. "Jagger, Kirlita, jangan membuang waktu lagi. Tuan Harold tidak akan senang jika kita masih saja berdiri berpangku tangan begini. Ayo kita ambil Guci Sakti dan culik Ratu Sowan untuk tuan Harold!" pekiknya.

Ado menggerenyitkan keningnya.

"Menculik Ratu Sowan? Berarti mereka jugalah yang telah menculik Ratu Amira, Ratu Sonar, dan Ratu Kalsih. Aku pikir kita telah menemukan tersangka utamanya sekarang," ucapnya.

"Sepertinya begitu, do. Ayo kita buat mereka mengatakan hal yang sebenarnya," tukas Farha seraya menyambut datangnya serangan dari Jagger Hakan dengan dual kapaknya yang berdengung dan berapi.

Sementara Uday, meski dilarang oleh Farha, tetap menghadapi Kirlita, si perempuan yang dapat menggunakan jarum-jarum beracun untuk menyerang targetnya.

Sedangkan Ado, kini berhadapan dengan Adrogus yang berpedang serta memiliki aura yang sangat tajam.

"Ayo kita buktikan siapa yang akan menang. Si pelindung atau si penghancur?" kata Adrogus seraya menebaskan pedangnya ke arah Ado.

Angin kencang berhembus menerpa ke arah Ado. Efek dari tebasan pedang Adrogus membuat material-material berhamburan. Bahkan tanah tempat Ado berpijak terkikis menjadi cekungan karena hembusan kencang angin dari tebasan pedang besar itu.

"Hembusan anginnya kuat sekali. Apa jadinya jika aku berdiri biasa di sini? Bisa-bisa aku terbang karenanya," gumam Ado seraya melompat kemudian menghadang pedang besar yang mengarah kepadanya.

'Blarrrrrrrrrr.....'

Ledakan terjadi saat Ado menghantam bilah pedang Adrogus.

Keduanya tampak terpental mundur ke belakang dengan jejak kaki yang mengikis tanah tempat mereka berpijak.

Adrogus tampak menatap penasaran ke arah Ado.

"Dia bisa menahan seranganku? Orang ini patut diperhitungkan. Dia memiliki kemampuan yang tidak biasa. Padahal dia bukan peminum atau pemakan telur naga," gumamnya seraya menyalurkan kekuatan gelapnya ke pedang besar yang tengah ia genggam.

Sedangkan Ado tampak memicingkan kedua matanya, menatap ke arah Adrogus.

"Aku tidak bisa menahan serangannya lebih dari tiga kali. Sisa dua kali lagi. Setelah itu mungkin aku akan kelelahan dan jatuh. Terlalu banyak tenaga yang kugunakan untuk menahan pedangnya itu," gumamnya seraya mengatur nafasnya. "Aku butuh strategi untuk melawannya."

Sementara Farha yang tengah menghadapi Jagger sepertinya perhatiannya terbagi dua. Di satu sisi dia menghadapi Jagger, di sisi lain ia harus mengawasi Uday yang terlihat beberapa kali terdesak oleh lawannya.

"Jangan alihkan perhatianmu dari musuh!" teriak Jagger seraya memasukkan tendangan kaki kirinya yang langsung dibendung oleh Farha.

'Duakkkkkk'

Sedangkan Uday yang telah beberapa kali merapal mantra sihir harus mengalami kegagalan berkali-kali karena serangan Kirlita yang begitu gencar.

"Kau seharusnya tidak melawanku, penyihir! Kau akan mati karena kau terlalu meremehkan seorang perempuan!" kata Kirlita seraya melemparkan tiga buah tusuk dari besi yang meluncur deras ke arah Uday.

Uday lantas mengelak kemudian menembak tiga tusuk besi seukuran telunjuk itu menggunakan kekuatan sihirnya. Tiga benda tersebut lantas menghilang setelah terkena sinar sihir Uday.

Namun, suatu jejakan kaki Kirlita sukses membuatnya terjengkang hingga menabrak sebatang pasak batu di belakangnya.

"Gahhhh…." Uday mengaduh sesaat setelah melorot jatuh dari pasak batu tersebut. Ia kini hanya bisa terduduk sambil bersandar ke pasak batu itu.

Kirlita yang merasa menang, berjalan sambil berlenggak-lenggok, menghampiri Uday. Selanjutnya ia berjongkok pas sekali di atas tubuh Uday yang setengah berbaring setengah bersandar ke pasak batu.

Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Uday hingga membuat laki-laki itu mengerjap-ngerjapkan kedua matanya seolah merasa tidak percaya akan mendapatkan kesempatan itu.

"Seperti yang kau inginkan, bukan? Kau akan menatap wajahku begitu dekat sebelum aku menamatkan riwayatmu tepat sebelum pertempuran yang sebenarnya dimulai," ucap Kirlita seraya mendekatkan dadanya ke wajah Uday.

Tiba-tiba, tubuh Kirlita terlempar ke samping sejauh tiga meteran. Sebelum itu, ia terlebih dahulu mendapatkan hantaman dari sebuah gada kayu.

"Aku memang sangat membenci laki-laki mesum. Tapi aku lebih benci lagi kepada perempuan mesum!" teriak Ilsa yang baru saja memberi bogem Kirlita. "Terutama kepada perempuan yang mesum kepada sesama perempuan atau laki-laki yang mesum kepada sesama laki-laki. Mereka pantas hidup di neraka!"

Uday hanya menatap lemah ke arah Ilsa. Namun tiba-tiba kedua matanya berbinar saat menyadari jika rekannya itu mengenakan pakaian yang tidak kalah seronok dengan yang dikenakan Kirlita.

"Kau tidak usah ikut bertarung, Uday. Biarkan Ilsa yang melakukannya," ujar Farha sembari menahan serangan kedua kapak Jagger.

"Baiklah. Yang aku lakukan hanya men-support Ilsa jika ia terdesak," tukas Uday seraya mengatur nafasnya yang naik-turun.

Sementara Kirlita yang baru memperbaiki posisinya, kembali mendapatkan serangan yang cukup gencar dari Ilsa dengan gadanya yang menderu. Terpaan angin dari gadanya Ilsa cukup kencang membuat dedaunan kering beterbangan.

Kirlita menyambut serangan Ilsa menggunakan kedua tangannya yang tengah menggenggam puluhan jarum beracun. Jarum-jarum tersebut berdesingan saat ia melepasnya.

Ilsa yang melihat jarum-jarum yang meluncur itu segera melompat ke samping untuk menghindar.

"Sial! Aku gagal memasukkan serangan. Jarum-jarumnya bisa membunuhku," gumamnya seraya memperbaiki posisinya.

"Menyerahlah kau manusia narsis! Apa-apaan yang kau lakukan ini? Bertarung dengan hanya mengenakan pakaian renang berwarna putih hampir transparan?" Kirlita menatap dengan tatapan penuh ejekan ke arah Ilsa.

"Diam, kau!" Ilsa menatap garang ke arah Kirlita. "Ayo kita duel satu lawan satu. Tidak perlu kau menggunakan jarum-jarum pengecut itu!"

Kirlita tersenyum sinis.

"Oke, aku tidak akan menggunakan jarum-jarum itu. Akan kulayani kau dasar perempuan narsis, tukang pamer tubuh," kata Kirlita seraya melompat ke arah Ilsa sambil menyambar sebatang kayu untuk ia jadikan senjata tandingan gada yang digunakan lawannya itu.

Brakkkkkkk

Gada Ilsa dan potongan kayu Kirlita beradu. Efek beradunya dua benda berbahan material kayu membuat debu mengepul disusul serpihan tanah yang berhamburan ke segala arah.

Sementara Ado yang tengah menghadapi Adrogus tampak berdiri tegak sambil memicingkan kedua matanya. Ia melihat jika pergerakan lawan memang sangat susah ditebak. Pendekar pedang berzirah tersebut memang tidak bisa dianggap enteng.

Kepulan asap disusul lidah api yang menyala-nyala muncul setelah tebasan pedang Adrogus mengenai salah satu bidang tembok bangunan terbengkalai itu.

"Kau menghancurkan situs penting Republik Unasoka. Ini adalah Ukliong (kuil pemujaan Dewa Bulan Purnama). Kau bisa membuat marah orang-orang yang biasa berziarah kemari," ujar Ado seraya melihat ke arah bidang tembok yang telah hancur akibat serangan Adrogus.

"Ukliong, huh? Aku tidak peduli dengan orang-orang yang menyembah benda. Mereka menyedihkan karena menyembah benda yang tidak bisa membantu mereka," tukas Adrogus seraya mengayunkan pedangnya dan menusukkannya ke tanah.

Blarrrrrrrr........

Suatu terpaan angin runcing yang sangat kencang yang keluar dari pedang Adrogus menabrak tembok tersebut hingga terbelah dua. Setelah tembok terbelah dua, tampaklah di antara tembok yang terbelah tersebut patung besar seorang laki-laki yang sedang memanggul benda bulat besar seperti bola di atas kepalanya.

"Ukliong. Apa kau tidak akan berhenti juga menghancurkan situs pemujaan para penyembah Ukliong? Kau akan mendapat akibatnya jika tidak berhenti," ujar Ado sambil menatap penasaran ke arah patung itu kemudian menoleh ke arah Adrogus.

Adrogus tidak menyahut. Ia kemudian menggunakan teknik pedang serupa dengan yang ia gunakan untuk membelah tembok kuil Ukliong, untuk menghancurkan patung Ukliong.

Ado melompat kemudian menendang terpaan angin runcing yang hendak menghancurkan patung Ukliong.

"Lawanmu aku, bukan patung yang tidak bisa bergerak!" serunya seraya menderu ke arah Adrogus.

'Duaaggggg'

Tinju Ado yang telah dilapisi kekuatannya beradu dengan pedang Adrogus hingga menimbulkan gelombang kejut yang menerbangkan serpihan material ke segala arah. 

"Aku sebenarnya tidak peduli dengan para penyembah berhala. Tapi aku suka sekali membuat orang-orang seperti mereka marah. Tapi tenanglah, patung itu tidak akan hancur olehku," kata Adrogus seraya melesatkan angin runcing dari ujung pedangnya ke arah Ado.

"Oh, ya? Tuanmu yang akan melakukannya?" Ado melompat menghindari serangan Adrogus.

Selanjutnya ia menderu ke arah Adrogus seraya memusatkan kekuatannya di tinju tangan kanannya. Ia sepertinya akan segera menyelesaikan pertarungan yang menurutnya seharusnya tidak perlu lama-lama.

Namun, Adrogus bukan lawan yang mudah untuk dikalahkan begitu saja. Aliran kekuatan Ado belum cukup untuk merobohkan pertahanan lawan.

Kilatan petir mengiringi beradunya antara tinju baja Ado dengan bilah pedang Adrogus yang juga teraliri kekuatan. Kilatan petir dengan suaranya yang nyaring tersebut menghantam pondasi patung Ukliong hingga patung tersebut berderak hendak roboh.

"Oh, sial! Tapi tidak apalah. Lagipula orang itu pasti akan menghancurkan patung itu," gumam Ado seraya menatap waspada ke arah Adrogus. "Harold itu, ya? Kenapa harus patung ini yang menjadi tempatnya menetas?" ucapnya dengan suara keras.

Adrogus memutarkan pedangnya kemudian dua jari tangan kirinya ditempelkan di bilah pedangnya.

"Tebasan Pedang Komet Butos!" teriaknya seraya melontarkan terpaan angin runcing dari ujung pedangnya ke arah Ado.

"Apa?" Ado terkejut saat melihat kelebatan angin runcing berwarna merah tengah meluncur ke arahnya. "Perisai Jagat!" teriaknya saat ia memusatkan aliran kekuatannya ke seluruh tubuh untuk menangkal serangan Adrogus.

'Blarrrrrrr'

Suatu ledakan besar yang menghancurkan, meledakkan tempat di mana Adrogus dan Ado beradu kekuatan. Cekungan tanah berdiameter sepuluh meter dengan kedalaman lima meter terbentuk akibat beradunya kekuatan kedua orang berkemampuan tinggi itu.

Kedua orang itu kini tampak telentang di atas tanah dalam kondisi berasap.

"Sepertinya yang barusan itu menjadi penentu bagi kita. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Kita se…" ucap Adrogus tidak dilanjutkan saat Ado memotong kata-katanya.

"Tidak. Kau kalah, alien. Pedangmu patah," kata Ado.

"Lalu bagaimana dengan tanganmu? Masih bisa meninju orang dalam kondisi seperti itu?" tukas Adrogus membuat Ado terbeliak kemudian menatap tangan kanannya yang dalam kondisi terkulai.

"Sial! Aku terlalu mengandalkan tanganku untuk menahan setiap serangan. Padahal tadi itu awalnya aku akan menahan semua seranganmu dengan badanku tapi aku malah refleks menjadikan tanganku sebagai perisai," keluhnya.

Sementara itu di sektor lain, Ilsa yang tengah menghadapi Kirlita harus beberapa kali terdesak akibat serangan lawan yang memang tidak dapat dianggap enteng. Apalagi saat itu perhatiannya tengah teralihkan oleh Ado yang baru saja jatuh dalam pertempuran melawan Adrogus yang juga mengalami hal yang sama.

Kini ia dalam kondisi duduk bersandar di bawah tembok reruntuhan kuil Ukliong sebelah utara. Sebelah wajahnya dipenuhi lelehan darah dari akibat dari serangan lawan yang memang sangat gencar.

"Tidak ada tahanan dalam kamusku. Sekarang bersiaplah untuk mati!" Kirlita menderu dengan potongan kayunya ke arah Ilsa yang sudah tidak mungkin dapat melawan.

Saat serangan Kirlita datang, mendadak suatu lingkaran sihir muncul terbentang di hadapan Ilsa. Itu adalah Uday yang memang telah berancang-ancang sedari tadi.

"Kena, kau!" kata Uday saat Kirlita tersedot masuk ke dalam lingkaran sihirnya dan meneleportasikannya entah ke mana.

"Uday? Kenapa kau melakukan itu? Itu berisiko tahu!" teriak Ilsa dengan kaget dengan apa yang dilakukan Uday. "Aku tahu itu adalah sihir yang bisa memindahkan seseorang atau apapun ke luar dari dimensi kita. Jangan-jangan kau mengirim perempuan setan itu ke Bumi!" lanjutnya panik.

Uday tercenung sejenak. Raut wajahnya tampak tegang. Namun sejurus kemudian ia dapat menenangkan diri.

"Akan ada seseorang yang menghentikannya di sana, Ilsa," ucapnya yakin.

"Oh, ya? Tapi bukan manusia bumi aku kira," tukas Ilsa kemudian berbaring.

"Aku akan mencoba memulihkanmu, Ilsa. Bertahanlah," kata Uday seraya mengalirkan kekuatan sihirnya ke tubuh Ilsa melalui pergelangan tangan perempuan pengguna gada itu.