Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 41 - Awal Invasi Makhluk Buas [Alur Desa Perawan Bagian 4]

Chapter 41 - Awal Invasi Makhluk Buas [Alur Desa Perawan Bagian 4]

Desa Perawan, Malam Hari

Ado saat itu tengah berada di atap istana milik Ratu Desa Perawan. Ia menatap ke arah rembulan yang begitu bulat sempurna di atas sana. Ia tengah berpikir mengenai petualangannya kali ini yang saat ini sedang berlabuh di desa tertutup yang para penduduknya semuanya adalah perempuan (dan anak-anak termasuk laki-laki).

"Namanya Ratu Sowan, huh? Kau tidak tertarik dengannya, do? Dia sangat cantik dan menarik," ujar seseorang yang datang dari arah belakang Ado.

"Aku? Lalu bagaimana dengan kau, Farha? Bukannya pandanganmu tidak bisa beralih darinya?" tukas Ado sambil terkekeh. "Ngomong-ngomong bagaimana Ilsa? Apakah lukanya sudah mengering?"

"Aku tidak melepaskan pandanganku darinya karena aku masih mencurigainya. Jangan-jangan dia memiliki senjata rahasia yang sangat mematikan. Bukannya ia pernah bilang kalau tidak ada penyusup yang berhasil selamat dari tempat ini?" kata Farha sambil menoleh ke arah seseorang yang muncul sambil memeras pakaiannya yang basah. "Lukanya masih basah dan diperban, huh? Tapi kau seperti sedang mau berenang, Ilsa."

Ilsa hanya mendecih. Ia tampaknya tidak peduli dengan apa yang dikatakan Farha.

"Keuangan kita sedang tidak baik-baik saja, do. Sepertinya kita harus menjarah orang kaya yang pelit. Nanti di laut kita bisa menjadi bajak laut dengan menjarah kapal dagang milik bangsawan pelit," katanya sambil merentangkan pakaian basahnya terus menaruhnya di atas genting atap di dekatnya.

Ado terkekeh, "Jadi maksudmu kita harus menjadi perampok atau penjarah atau bajak laut begitu? Aku tidak pernah bermimpi untuk melakukan hal konyol itu, Ilsa. Impianku adalah mengelilingi dunia ini."

"Cuma mengelilingi dunia? Tidak ada target semisal mencari harta karun yang bisa membuatmu kaya hingga seratus turunan?" Ilsa menatap ke arah Ado tatkala ia berdiri di hadapan pemuda itu.

"Mungkin. Tapi, ya sejauh yang aku dengar selama ini, belum ada tuh perlombaan menemukan harta karun peninggalan bajak laut terkenal seperti Budran Algoni," tukas Ado sambil melirik ke arah Farha.

"Aku pikir kita tidak perlu membicarakan itu. Kita fokus sajalah pada perjalanan kita. Mungkin kita akan segera berhadapan dengan musuh yang tidak kita bayangkan sebelumnya seperti apa kekuatannya," kata Farha seraya melihat ke kejauhan.

"Ratu desa ini menyebut-nyebut nama Harold David Montelegue. Konon orang itu adalah penyihir lintas dimensi. Mungkin Uday tahu soal orang itu," kata Ado sambil menoleh ke arah Uday yang baru saja muncul dari balik lingkaran cahaya sihirnya. "Mentang-mentang ahli sihir, kau ke sini harus menaiki kekuatan sihir," lanjutnya.

Uday menggeleng, "Aku adalah orang yang buta arah. Kau suruh aku ke utara, aku pasti akan pergi ke tenggara. Jadi kekuatan sihirku sangat membantu mengarahkanku."

"Kau bisa menjadi navigator yang akan mengarahkan kapal kita ke dalam pusaran Kuilon. Ngomong-ngomong kapal, kita belum punya, lho," kata Ilsa.

"Nanti kita akan punya. Tenang saja," tukas Ado yakin.

Sementara di dalam bangunan istana kecil milik Ratu Sowan itu, Listi bersama Marcell sedang duduk di kursi panjang sambil menatap ke arah pintu kamar di mana Ratu Sowan dikurung.

"Sangat tidak manusiawi! Kenapa kita tidak membiarkannya bebas saja?" ujar Listi sembari kedua tangannya sibuk menjahit pakaian yang sobek.

"Jangan mengambil risiko dengan membebaskan gadis yang memiliki bakat terpendam itu. Dia bisa saja membunuh kita secara tidak sadar melalui hembusan nafasnya," tukas Marcell tanpa mengalihkan perhatiannya dari pintu kamar Ratu Sowan.

Tak lama terdengar suara derap langkah bersama munculnya lingkaran sihir milik Uday.

"Musuh perempuan setengah telanjang itu bernama Harold David Montelegue. Tampaknya dialah yang akan menjadi lawan kita selanjutnya," ujar Ado sambil menghampiri Marcell dan Listi sembari menenteng rantang yang entah apa isinya.

"Setengah telanjang? Dia sekarang telanjang benaran," kata Marcell membuat Uday terbelalak.

"Waaw, aku ingin melihatnya!" seru Uday sambil mengaktifkan lingkaran sihirnya.

'Tunggggg'

Suatu pukulan kayu ringan mendarat tepat di kepala Uday. Itu adalah Ilsa yang sedari tadi menyimak apa yang rekan-rekannya katakan.

"Aduh! Keterlaluan sekali kamu, Ilsa! Lingkaran sihirku jadi gagal gara-gara pukulanmu itu," rintih Uday sambil mengusap kepalanya. "Tidak jadi, deh mengintip sang ratu yang sedang telanjang."

"Dasar mesum! Lebih baik fokus pada orang bernama Harold David Montelegue itu. Dia bukannya ancaman bagi Ratu Sowan? Oh, lebih tepatnya ancaman bagi jagat raya. Katanya dunia akan kiamat kalau pusaka rahasia Ratu Sowan direbut orang itu. Melalui guci itu, Harold akan meledakkan planet tempat kita tinggal juga," kata Ilsa sambil merutuk.

"Lah, kok hanya aku? Bagaimana dengan kalian?" Uday mengedarkan pandangan kemudian melihat ke arah pintu kamar Ratu Sowan yang terlihat sedang dibukakan dari dalam.

Semua orang pun segera melihat ke arah yang sama. Mereka terlihat terkejut.

"Dia bisa membuka kuncinya? Dari dalam?" ucap Listi kaget.

"Dia bisa menggunakan sihir," kata Uday sambil melihat ke arah Ratu Sowan yang sedang berjalan ke arahnya dan yang lain.

Ratu Sowan yang kini berpakaian lebih tertutup dengan nuansa serba jingga, berhenti di hadapan semua orang. Ia mengedarkan pandangannya.

"Bagaimana? Gembok itu tidak cukup kuat untuk menahanku. Jadi apa yang akan kalian lakukan? Pasrah jika harus mati sekarang?" ujarnya dengan yakin.

Ado menatap ke arah Ratu Sowan dengan raut wajah santai. Dengan terkekeh ia berujar.

"Memangnya kenapa kalau kami harus mati? Kalau kami mati, maka tidak akan pernah ada orang yang bisa memecahkan masalahmu, nona. Ngomong-ngomong kami adalah para petualang yang suka bertarung, menghajar siapapun yang berbuat ketidakadilan yang kami temui di perjalanan."

Mendadak Ratu Sowan menderu ke arah Ado kemudian ia menyandera pemuda itu menggunakan sebilah pisau kecil melengkung yang sangat tajam yang dikenal sebagai Karambit ke arah leher Ado.

"Hei, hei, ini bisa dibicarakan baik-baik. Kau tidak sungguh-sungguh akan membunuhnya, kan?" Uday berupaya membujuk Ratu Sowan yang sepertinya ingin menghabisi Ado saat itu juga.

"Nona, jangan sampai kulitnya tergores meski hanya setitik. Kau akan merasakan bagaimana bilah pedangku mengakhirimu!" Farha menodongkan pedangnya ke arah Ratu Sowan.

Ratu Sowan tidak bergeming, ia malah mengancam akan menyayat tenggorokan Ado dengan Karambitnya.

"Kalian telah berani menyerang Desa Perawan! Kematianlah yang pantas untuk kalian terutama untuk orang ini yang telah membawa kalian semua kemari!" ancamnya tegas.

"Ratu, tolong jatuhkan senjatamu. Dia datang bersama kami kemari bukan untuk mencari musuh.  Justru ia berkeinginan untuk menguak misteri di desa ini dan membantu desa ini keluar dari masalah penyihir luar angkasa itu," Listi juga berupaya membujuk Ratu Sowan agar menghentikan aksinya.

"Tidak! Aku tidak percaya kalian! Akan kubunuh orang ini saat ini juga, nantinya kalian akan mengalami hal yang sama di tanganku!" Ratu Sowan sepertinya sudah bukan lagi sedang mengancam melainkan benar-benar akan membuktikan ancamannya.

"Apa yang kamu lakukan, nona?" ucap Ado tampak tenang saat berada di bawah ancaman gadis cantik bergelar Ratu itu.

"Kau akan mati detik ini juga!" Ratu Sowan menyayatkan benda yang dipegangnya itu ke leher Ado.

Namun, Ado malah tertawa terbahak-bahak dengan apa yang dilakukan Ratu Sowan.

"Nona, lain kali pastikan dulu kalau senjatamu itu asli," ucapnya membuat Ratu Sowan terkejut.

Semua orang menatap tidak berkedip ke arah benda yang digunakan Ratu Sowan untuk melukai Ado.

"Maaf, nona Ratu. Seharusnya anda menyadari jika ada penyihir lain di sini selain anda," kata Uday sambil tersenyum.

Ratu Sowan lantas melepaskan Ado kemudian mundur sambil melemparkan buah pisang ke lantai dengan marah. Ia kemudian merapalkan mantra, hendak mengaktifkan kekuatan sihirnya.

"Untuk apa kamu melakukan itu, nona? Sebaiknya terima saja ajakan berdamai dari kami. Kami di sini sedang berusaha membantumu mengatasi Harold siapa itu? Namanya panjang dan boros sekali," kata Ado sambil menatap ke arah Ratu Sowan.

Ratu Sowan melenguh jengkel setelah gagal mengeluarkan kekuatan sihirnya.

"Aku janji akan menyelamatkan desa ini dari penyihir itu. Apalagi kehadirannya bisa menjadi pertanda buruk buat dunia ini, bukan? Aku tidak akan membiarkannya berhasil. Aku akan mengalahkannya atau minimal membuatnya kehilangan kemampuannya untuk selamanya," kata Ado seraya mengambil rantangnya yang sedari tadi berada di atas lantai.

"Kami di sini mendukungmu sepenuhnya, do. Kami akan melakukan yang terbaik agar kau bisa mengalahkan penyihir jahat itu," kata Marcell disambut anggukan setuju dari kawan-kawan yang lain.

"Apa dia punya balatentara?" tanya Farha sambil menghampiri Ratu Sowan. "Aku membutuhkan mereka untuk kujadikan korban pedangku."

Ratu Sowan hanya mengedarkan pandangan dengan tatapan sayu.

"Baiklah, tapi kuharap kalian tidak mengacaukannya. Ingat, dunia ini taruhannya. Bukan hanya Desa Perawan!" katanya sambil berteriak.

Beberapa lama kemudian setelah Ratu Sowan setuju menerima bantuan dari Ado dan kawan-kawan. Di ruangan gelap agak berdebu itu, Ratu Sowan membawa Ado melihat-lihat apa yang disebut sebagai Guci Sakti.

"Ini? Harold itu memang orang yang sangat aneh. Dia mengincar guci ini untuk menghancurkan dunia? Memangnya dia akan tinggal di mana kalau dunia hancur? Di akhirat? Itu kan kalau dia mati," ujar Ado dengan heran.

"Harold adalah penyihir lintas dimensi. Dia bisa ke dunia manapun semau dia. Jika dunia ini hancur, maka dia akan pergi ke dunia lainnya di dimensi lain. Jika Eclipse hancur, maka dia akan pergi ke dimensi lain semisal Bumi atau Blue Planet atau Water Live," tukas Ratu Sowan.

Ado menggernyitkan kening setelah mendengar pemaparan Ratu Sowan.

"Jadi, semesta ini ada salinannya juga, ya. Banyak lagi. Aku jadi penasaran apakah kita bisa pergi ke salah satu di antara dunia itu," ucapnya disambut gelengan Ratu Sowan.

"Hanya orang yang memiliki kemampuan menjelajah antar dimensi yang bisa melakukannya. Orang itu adalah Harold David Montelegue. Selain dia, aku belum pernah mendengarnya," tukas Ratu Sowan.

Ado manggut-manggut kemudian melihat ke arah lukisan yang menempel di dinding. Lukisan itu tampaknya sudah cukup tua. Lukisan itu bergambar seorang perempuan muda yang begitu cantik setengah badan, menghadap ke kanan dengan latar belakang batu-batu yang melayang.

"Dia adalah ibuku. Namanya Amira Wardhana. Beliau adalah ratu desa ini sebelum aku. Tapi sepeninggalnya aku tidak lantas menggantikannya. Ada dua orang ratu sepeninggal ibuku sebelum aku menjadi ratu," kata Ratu Sowan seraya menatap ke arah lukisan tersebut.

"Oh, ya? Siapa kedua orang ratu itu? Apakah mereka saudari-saudari tertuamu? Lalu apakah mereka masih ada?" Ado menoleh ke arah Ratu Sowan dengan penasaran.

Ratu Sowan menggeleng, "Mereka hilang. Mereka juga bukan saudari-saudariku. Mereka adalah pelayan setia ibuku yang kemudian mendapat kepercayaan menggantikan ibu sebagai ratu ketika aku belum cukup umur untuk itu," paparnya.

"Hilang? Saat mereka masih menjabat?"

Ratu Sowan mengangguk.

"Mereka berdua tentu saja tidak hilang secara bersamaan. Ratu pertama yang mendapat kepercayaan ibuku bernama Sonar Hariah. Ia biasa dipanggil Ratu Sonar. Ia adalah orang yang mengurusku dan segala keperluanku ketika ibuku tiada. Akupun merasa dialah ibuku yang sejati karena dia sudah seperti ibuku sendiri. Namaku juga ia yang memberinya. Sowan Ariria itulah nama yang diberikannya kepadaku," ia menjelaskan.

"Tunggu-tunggu. Kau diurus Ratu Sonar yang bukan ibu kandungmu bahkan memberimu nama? Apakah kamu saat lahir sudah ditinggalkan oleh ibu kandungmu?" tanya Ado.

"Sehari setelah aku dilahirkan, beliau menghilang tanpa jejak. Beliau belum sempat memberiku nama sehingga Ratu Sonarlah yang melakukannya. Kemudian setelah lima tahun berkuasa, Ratu Sonar juga menghilang persis seperti yang ibu alami. Ia juga menghilang tanpa jejak. Karena kekosongan kursi ratu, di Desa Perawan sempat terjadi perselisihan faham di antara para pendukung dua kandidat ratu pengganti Ratu Sonar. Aku saat itu masih belum cukup umur untuk menjadi ratu. Perselisihan itu terus berlanjut hingga kemudian salah satu dari dua kandidat ratu ditemukan tewas dalam kondisi telanjang di luar Desa Perawan. Akhirnya keputusan bulat pun diambil semua orang untuk memilih Kalsih Meliusi sebagai ratu baru pengganti Ratu Sonar," Ratu Sowan menceritakan segala detail di masa lalu yang ia ingat.

"Kalsih Meliusi? Aku pernah mendengar nama itu saat aku di Desa Terigu. Kakek pengemis yang menyebut-nyebut nama itu," kata Ado seraya teringat kata-kata Kakek Pengemis.

"

"Kalsih Meliusi, mantan bajak laut perempuan itu memilih untuk bermukim di Kalangga. Konon ia memilih bertobat dari jalan gelap yang selama ini ia lalui. Meski demikian hati orang siapa yang tahu, bukan? Mungkin ia memang bertobat tapi kebiasaan buruknya bukan tidak mungkin akan terus terbawa hingga di tengah-tengah masyarakat," papar Kakek Pengemis saat itu.

"

Ratu Sowan hanya tersenyum getir mendengar pemaparan Ado.

"Dia memang bukan perempuan yang baik. Terlalu banyak kontroversi yang dia lakukan selama menjadi ratu. Ia sering berpesta dengan minum-minum arak ataupun menghisap sari bunga tanaman memabukkan. Ia juga sering melakukan hal gila seperti bercinta dengan laki-laki di atas loteng hingga terlihat oleh orang-orang," ujarnya mengungkapkan sisi buruk ratu kedua atau Ratu Kalsih.

"Apakah dia ada sisi baiknya? Bagaimana dengan perlakuannya terhadapmu?" tanya Ado yang selalu merasa ingin tahu.

"Perlakuannya terhadapku memang tidak seperti apa yang dilakukan Ratu Sonar. Meski ia urakan dan sering melakukan banyak hal kontroversial, ia tidak pernah memperlakukanku dengan kasar. Ia juga seperti seorang ibu bagiku. Hanya saja seperti tadi itu, ia tidak seperti Ratu Sonar. Ia juga menghilang tepat saat usiaku menginjak 12 tahun. Terpaksa aku naik tahta dalam usia semuda itu. Namun, aku selalu mendapat bimbingan dari para wanita yang usianya lebih tua dariku. Merekalah yang terus membimbingku hingga menjadi diriku seperti yang sekarang ini," papar Ratu Sowan.

Mendadak,

'Trrrr….. trrrrrr...trrrrr….'

Dinding bangunan bergetar seperti sedang ada gempa dalam skala kecil. Hal tersebut terus berlangsung tanpa henti.

"Ada apa ini?" gumam Ado seraya memperhatikan benda-benda yang terlihat bergetar oleh getaran misterius itu.

"Harold David Montelegue dan tentaranya sedang menuju kemari. Apa yang akan kalian lakukan untuk melawannya?" tanya Ratu Sowan.

"Dengan cara lama tentu saja, nona. Memangnya mau cara yang bagaimana lagi? Kami hanya mampu bertarung tentu saja harus dengan strategi. Kami ada Listi yang paham hal itu," tukas Ado optimis.

Di atas langit sana, tampak ratusan objek terbang yang lebih terlihat seperti batu-batu raksasa tengah melayang menuju ke arah Desa Perawan. Batu-batu besar itu kemudian menghujam ke atas tanah yang selanjutnya batu-batu itu hancur. Setelah hancur, dari balik batu-batu yang hancur tersebut bermunculanlah makhluk-makhluk aneh berkaki enam dengan kepala bermoncong runcing dan memiliki empat pasang taring yang panjang dan runcing juga tajam. Ratusan makhluk mengerikan tersebut langsung berlarian menuju ke arah istana.

Di tengah perjalanan, tentu saja makhluk-makhluk buas tersebut mendapatkan perlawanan sengit dari para prajurit wanita yang sejak beberapa waktu yang lalu telah mempersiapkan diri akan kedatangan para penyerbu dari luar dimensi itu.

"Pertahankan posisi! Jangan sampai mereka mencapai istana. Keselamatan ratu dan guci itu jauh lebih penting daripada nyawa kita!" pekik seorang komandan wanita berambut tergerai berpakaian zirah berwarna emas dengan bawahan berupa rok pendek berwarna hitam mengkilat serta sepatu boot berwarna emas yang tampaknya adalah besi juga.

"Serang!" teriaknya ketika gerombolan makhluk buas tersebut mencapai posisi pasukannya.

Terjadilah pertarungan mengerikan antara para prajurit wanita melawan para makhluk buas yang sangat ganas itu. 

Pertarungan terjadi dengan brutal. Darah bercipratan di segala arah tatkala banyak prajurit yang terkena terkaman makhluk-makhluk buas itu. Selain itu, cipratan mirip darah berwarna kuning keluar dari luka-luka di tubuh makhluk buas yang terkena serangan.

Komandan wanita bernama Saila itu celingukan saat melihat banyak pasukannya yang gugur bersimbah darah di atas tanah. Bahkan beberapa di antara mereka tubuhnya tercerai-berai akibat terkaman para makhluk buas.

Di pihak penyerbu, hanya beberapa ekor saja makhluk buas yang tergeletak dalam kondisi mati dan melelehkan cairan berwarna kuning dari lukanya.

"Ini? Pasukan Desa Perawan banyak yang gugur. Bahkan di atas setengahnya. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mungkin memerintahkan pasukanku untuk mundur. Keselamatan ratu dan guci itu sangat penting. Tapi jika aku tidak memerintahkan mereka untuk mundur, akan ada lebih banyak lagi korban berjatuhan," ucapnya dengan cemas.

Mendadak seekor makhluk buas menerjang ke arahnya dengan mulutnya yang terbuka lebar, bersiap melahapnya.

Namun,

'Sriiiiiiiiinnnnggg...'

Seseorang datang menebas makhluk tersebut hingga terpotong menjadi dua.

"Maafkan aku. Aku terlambat menyelamatkan kalian semua," ujar Farha seraya menatap tajam ke arah segerombolan makhluk buas yang datang ke arahnya.

"Kenapa kamu malah ke sini? Seharusnya kamu di sana melindungi ratu!" ucap Saila dengan nafas terengah-engah.

"Ratu aman bersama Ado dan yang lain. Aku percaya mereka," tukas Farha seraya membelah kepala salah satu makhluk buas yang sedang menyerangnya. "Lagipula Ratu Sowan yang memintaku kemari untuk membantu kalian. Sayangnya aku terlambat. Sudah keburu banyak pasukan yang gugur," lanjutnya.

"Memangnya kau bisa menyelamatkan sisanya?" tanya Saila sambil memungut pedangnya yang tergeletak di atas tanah.

"Kita lihat saja," tukas Farha seraya berlari menyambut kedatangan sedikitnya empat ekor makhluk buas.

Sedangkan Saila tampak terpaku saat melihat jumlah makhluk buas yang seperti tidak ada habis-habisnya.

"Ini akan menjadi akhir yang mengerikan bagi dunia. Ratu harus tahu bahwa kami tidak mungkin bisa menahan pasukan musuh sebanyak ini," ucapnya seraya berlari ke arah salah seorang prajurit wanita yang tengah waspada dengan tombak di tangan.

"Fatma, cepat kembali ke istana. Kabari ratu sekarang. Kita tidak mungkin bisa menahan makhluk-makhluk ini lebih lama lagi," ujarnya kepada prajurit wanita bernama Fatma itu.

"Baik, komandan." Tanpa membantah, Fatma segera bergegas menuju istana. Ia berlari sekencang mungkin agar segera tiba di sana.

 

  ~~~(OO)~~~