Di salah satu sudut jalan, Ado bersama yang lain berdiri termangu sembari celingukan. Mereka merasa agak sedikit aneh karena tempat tersebut mendadak sepi. Padahal sebelumnya sempat terlihat aktivitas para penduduk yang kesemuanya adalah perempuan.
"Tempat ini mendadak sepi. Para penduduk mendadak menyepi?" gumam Ado seraya melirik ke arah kiri.
"Aku pernah mendengar desas-desus jika seseorang tiba-tiba dihadapkan dengan kondisi seperti yang kita alami saat ini di sini, di tempat ini. Konon itu berarti sang pemimpin desa telah mengeluarkan perintah tegas untuk menghabisi seseorang itu," ujar Ilsa seraya menatap ke arah Ado.
"Konon? Aku sepertinya tidak percaya itu. Lagipula apa sih yang bisa dipercaya dari kata-kata seorang musuh yang sedang berpura-pura menjadi teman," timpal Marcell yang berada agak jauh di belakang Ilsa dan Ado.
"Kau harusnya bisa membedakan mana kata-kataku yang layak dipertimbangkan atau tidak! Jangan hanya bisanya berpikir negatif. Tidak ada sisi baiknya kah diriku di matamu, Jonama Marcell?" Ilsa menoleh dengan tatapan tajam ke arah Marcell.
"Sudahlah, kalian tidak perlu bersitegang. Tidak ada gunanya, tau!" lerai Listi. "Aku merasakan deru nafas dari banyak sekali ninja perempuan di sekitar kita. Benar katamu, Ilsa. Pemimpin desa telah mengirimkan pasukannya untuk menghabisi kita. Kita harus bersiap, teman-teman!" tambahnya seraya menghunus pisaunya seraya kedua bola matanya bergulir untuk melihat pergerakan mencurigakan.
Wuuunngggg
Tiba-tiba sebilah belati melayang sangat cepat ke arah Ado yang mana Listi dengan gerakan cepat menghalau belati tersebut.
Trinnngggg
Pisau Listi beradu dengan belati tersebut. Belati itu terpental kemudian ditangkap oleh Ado.
Tak berapa lama kemudian puluhan pisau belati meluncur deras ke arah mereka. Uday yang memiliki kemampuan sihir segera membentuk tameng sihir untuk menghalau serangan kejutan tersebut.
Puluhan pisau belati tersebut berjatuhan setelah menghantam tameng sihir Uday.
Setelah itu puluhan butir bola-bola kecil berwarna hitam berguliran ke jalan di mana Ado dan yang lain berada. Tak berapa lama bola-bola tersebut meletup kemudian menguarkan asap pekat yang membuat pandangan terhalangi.
"Sial! Granat asap! Teman-teman, waspada dengan serangan musuh dari balik gelap!" pekik Farha seraya menghunus katananya.
Ia memasang pendengarannya baik-baik selagi penglihatannya terhalang kabut asap yang keluar dari bola-bola granat itu. Di saat itu ia merasakan hembusan deras menerpa tengkuknya.
Secepat kilat Farha menghadang datangnya serangan dalam kegelapan tersebut. Bilah katananya pun beradu dengan senjata yang dibelum diketahui apa jenisnya.
Farha merasakan bahwa senjata yang digunakan musuh adalah sebuah senjata berbilah besar seperti pisau Guillotine. Ia pun mundur beberapa langkah.
Namun sebuah serangan lain dengan jenis senjata yang berbeda langsung menyambutnya dari belakang.
"Awas di belakangmu!" teriak Ilsa saat menyadari serangan di belakang Farha.
Ilsa menyapukan gadanya dengan kuat hingga serangan yang mengarah ke Farha berhasil ia bendung.
"Terimakasih, cantik." Farha melirik ke arah Ilsa meski ia tidak dapat melihat gadis itu dengan jelas.
"Lagi!" teriak Ilsa saat melihat kelebatan serangan musuh dengan pisau Guillotine itu.
Farha lantas membendung serangan itu sembari kaki kanannya digunakannya untuk menjejak tubuh lawan.
Dugggg
"Ahhhh!" terdengar suara seorang perempuan yang mengaduh setelah terkena jejakkan Farha.
Di sisi lain, Ado pun mendapatkan serangan yang kurang lebih sama. Namun ia merasa terbantu dengan kecepatan Listi memperkirakan arah serangan musuh.
Asap tebal masih menyelimuti area pertarungan itu. Pertarungan berlangsung dengan sengit.
Kelompok Ado setidaknya telah berhasil memukul mundur pasukan penyerangnya.
Sementara Marcell yang sedang menggebu-gebu, menghantam para penyerangnya dengan busur panah yang selalu ia tenteng itu.
"Untuk apa kakek pengemis mengajariku bertarung dengan mata tertutup? Rupanya inilah alasannya," ucapnya sambil meraih rumbaian kain yang dikenakan penyerang yang baru ia buat terdesak.
Selanjutnya ia menarik kuat-kuat lembar kain yang menjuntai itu hingga lawannya terjatuh terkapar di tanah. Kain yang ditarik Marcell juga rupanya terurai dan terlepas dari badan si pemakainya.
Marcell secara samar-samar melihat jika si penyerang yang adalah seorang perempuan itu sedang menutupi dadanya yang kehilangan penutupnya. Namun ia segera mengalihkan perhatian saat sebuah serangan yang lebih cepat mengarah kepadanya. Sebuah serangan dari seorang yang ahli menggunakan dua pisau.
Marcell berusaha menangkis serangan tersebut, namun salah satu pisau berhasil mengenai lengannya. Akibatnya lengannya pun tersayat cukup dalam.
Rasanya awalnya tidak terasa sakit, namun kemudian Marcell rasakan semakin sakit dan perih di lukanya yang kini berdarah menetes itu.
"Aahhh! Sial!" umpat Marcell sambil melompat mundur seraya memegangi lukanya. Selanjutnya ia mencabut sebatang panah kemudian ia persiapkan untuk menyambut serangan berikutnya.
Di saat angin serangan musuh terasa kencang, Marcell melontarkan anak panah itu dengan tangan dengan kuat ke arah sumber angin serangan itu.
Jresssss
Anak panah itu sukses mengenai targetnya meski Marcell tidak dapat melihat di mana posisi target tersebut.
"Akhhhh!!!" Suara jerit seorang perempuan terdengar melengking diikuti suara jatuhnya tubuh ke tanah.
Di posisi Ado, pertarungan dalam kondisi tidak dapat melihat dengan jelas itu dimenangkan olehnya. Setidaknya Ado berhasil menjatuhkan empat orang lawan bersenjata pedang dan pisau.
Seiring waktu, asap tebal dari granat itu pun menghilang. Apalagi hembusan angin datang cukup kencang, menyingkirkan kabut asap tersebut.
Setelah asap semakin menipis, tampaklah para penyerang bergeletakkan di atas tanah.
"Uhhh, tolong aku!" ucap Ilsa sambil menahan kesakitan. Terlihatlah jika gadis tersebut sedang terluka terutama di bagian dadanya yang dipenuhi darah.
"Ilsa?" Listi lantas berlari ke arah Ilsa kemudian memberikan pertolongan darurat semampunya.
"Ya Tuhan." Farha setengah berlari menghampiri Ilsa.
>>>><<<<