Pelataran depan rumah panjang.
Ado saat ini sedang berlatih menggenggam dengan asumsi bahwa dia sedang menggenggam gagang pedang. Teknik tersebut ia dapatkan dari kakek pengemis ketika tangan kanannya belum pulih betul dari cedera parah usai dikalahkan Sullivan.
Ia tampak serius membuat seolah-olah tangannya yang kanan sedang menggenggam gagang pedang. Kemudian ia lanjutkan dengan tangan kirinya didekatkan ke tangan kanan sehingga ia terlihat seperti sedang memegang gagang pedang dengan kedua tangan.
Ketika sedang berlatih itu, kakek pengemis datang kemudian memperhatikan latihannya.
"Aku mendengar kalian ingin bertualang. Aku tidak keberatan akan hal itu. Namun yang harus kalian ingat bahwa Desa Terigu belumlah bebas sepenuhnya. Sisa pentolan One Ring masih berkeliaran. Baru satu kan yang kalian kalahkan? Masih ada empat orang yang masih bebas berkeliaran. Bahkan di antara mereka ada yang masih aktif mempekerjakan para budak maupun para pekerja paksa," ujar kakek pengemis.
Ia kemudian melihat ke arah Marcell yang muncul dari pintu depan rumah.
"Kalian baru bisa pergi setelah orang-orang itu berhasil kalian kalahkan. Jika tidak, jangan harap desa ini akan bebas dari para penjahat itu," tambahnya.
Marcell mendengarkan apa yang dikatakan kakek pengemis. Ia menyadari jika ia dan kawan-kawan belum benar-benar berhasil mematikan kelompok One Ring.
Sejauh ini hanya baru satu yang berhasil dikalahkan. Itu pun masih memiliki resiko karena musuh yang telah dikalahkan bisa bangkit kembali.
Apakah mereka harus membunuh musuh agar semua kejahatannya musnah?
Namun membunuh musuh bukan hal yang terpuji kecuali jika terpaksa.
"Kami akan mengalahkan yang tersisa, kek. Kami telah mengumpulkan alamat-alamat di mana biasanya musuh berada. Kami harus memastikan mereka benar-benar tidak kembali melakukan pekerjaan kotornya," tukas Marcell sembari menghampiri kakek pengemis.
"Ajari saya teknik bertarung tanpa senjata, kek. Sejauh ini saya lebih mengandalkan taktik serangan jarak jauh. Itupun masih jauh dari menggembirakan."
Kakek pengemis terkekeh, "Pada dasarnya semua orang bisa melakukan serangan tanpa senjata alias hanya dengan tangan kosong. Justru itu malah itu sangat berguna ketika kita kehilangan senjata andalan," tukasnya.
"Karena itulah kau bersamanya akan berlatih serangan jarak dekat untuk selanjutnya berlatih teknik menggenggam angin."
Marcell mengangguk kemudian melompat ke hadapan Ado. Selanjutnya ia memasang kuda-kuda, bersiap melakukan serangan jarak dekat ke arah pemuda itu.
√Pelabuhan Kandara, Malam Hari
Sullivan berjalan gontai ke arah sekumpulan anak buah bajak laut Turras yang sedang berpesta pora. Tidak terlihat kapten bajak laut tersebut berada di antara mereka.
"Di mana kapten kalian?" ujar Sullivan spontan membuat para bajak laut itu serentak bangun kemudian menghunus senjatanya masing-masing.
"Tunggu dulu. Jangan angkat senjata dulu. Aku ke sini untuk menawarkan koalisi. Aku membutuhkan tenaga kalian. Aku akan membayarnya dengan harga yang pantas."
"Siapa kau, penduduk? Lemparkan senjatamu kemari sebagai bukti kau datang bukan sebagai musuh," seru salah seorang kru bajak laut yang mengenakan turban.
Sullivan tanpa ragu melemparkan pedangnya yang masih tersarung ke arah kru bajak laut tersebut.
"Banyak yang bilang bahwa bajak laut tidak bisa dipercaya. Namun itu bukan masalah bagiku. Sekarang katakan di mana kapten kalian." Sullivan menatap ke arah para kru bajak laut kemudian memutarkan pandangannya.
Tak lama kemudian Sullivan sudah berada di atas dek kapal bersama Kapten Turras. Ia duduk di kursi yang di depannya terdapat meja dengan sebuah selebaran bergambar kapten bajak laut tersebut.
Selebaran tersebut juga bertuliskan "DICARI HIDUP ATAU MATI, MIGUEL TURRAS". Di selebaran tersebut juga tertulis nilai buruan sebesar 1 juta pendon (1 miliar rupiah).
"Hehe, datang kemari aku langsung mendapat nilai buruan dari kerajaan setempat. Hanya karena persoalan sepele aku mendapatkannya," ujar Kapten Turras sambil tertawa.
Sullivan tersenyum miring, "Apa itu persoalan sepele?"
"Membunuh adik perempuan raja setelah kuperkosanya."
Sullivan tercengang. "Ternyata kau gila, ya. Baguslah, aku membutuhkan orang gila dalam koalisi ini. Kau ahli bertarung maka dia yang akan kau hadapi."
Sullivan memperlihatkan foto seorang kakek ke arah Kapten Turras.
"Hehe, menghadapi manusia bau tanah tidak akan sulit bagiku, Sullivan. Aku pastikan kelompokmu akan kembali berjaya. Akan kupastikan seluruh daratan ini menjadi wilayah kekuasaan kalian," tutur Kapten Turras kemudian meminum birnya.
Sullivan tersenyum puas mendengar kata-kata Kapten Turras. Koalisi yang direncanakannya berhasil.
Ia memang ingin melawan kakek pengemis namun ia segan menghadapinya secara langsung. Maka ia pun berharap kapten bajak laut tersebut dapat mengimbangi kemampuan mantan gurunya tersebut.
√Istana Kerajaan Mangga
Hari itu, raja baru Kerajaan Mangga, Raja Geraldhood tampil di hadapan khalayak ramai untuk berpidato sekaligus mengucapkan kata-kata dalam rangka melepas kepergian adik perempuannya untuk selama-lamanya.
"Hari ini kita telah menyaksikan bagaimana kejamnya bajak laut. Adik saya, Issabella Hood telah menjadi korban kebiadaban bajak laut Turras. Kaptennya seekor iblis berwujud manusia. Maka mulai hari ini, Kerajaan Mangga memutuskan untuk memerangi setiap bajak laut maupun pihak-pihak yang melindunginya yang datang ke wilayah kerajaan ini. Tidak ada tawar-menawar."
"Untuk adik tercinta, saya mengucapkan selamat jalan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberimu tempat yang terbaik di Paradise."
Pasca pidato, Raja Gerald turun dari podium kemudian menghampiri peti mati yang telah dihias sedemikian rupa. Di depannya tampak Aiphawastu berdiri sembari merapal mantra.
"Tetua Penyihir Istana, kebumikan jasad adik saya di pemakaman umum biasa. Beri batu nisan dengan tulisan 'Bajak Laut Harus Musnah!'" ujar Raja Gerald.
"Baik, yang mulia," tukas Aiphawastu singkat.
√Perkebunan Koli Milik Mendiang Rojo
Ado berjalan sendirian di perkebunan yang telah sepi itu. Ia terakhir kali mendengar bahwa perkebunan tersebut masih mempekerjakan budak dan pekerja paksa.
Ia terus berjalan hingga mencapai jalan desa yang membelah area perkebunan itu. Tak lama ia melihat seseorang yang sedang mengemudikan sepeda dengan dua tas besar di belakang.
Pesepeda itu rupanya seorang pedagang surat kabar. Ia berseru saat melihat Ado.
"Korannya, mas. Berita terhangat, nih. Bajak laut menguasai lahan kerja paksa. Sistem kerja paksa kembali dihidupkan mantan pentolan One Ring yang berkolaborasi dengan bajak laut."
"Apa? Sini, mas. Saya ingin korannya satu," ujar Ado sambil melambaikan tangan.
Beberapa saat kemudian setelah Ado kembali ke rumah panjang.
"Dewa pedang itu bersekutu dengan bajak laut? Berarti kita sekarang sangat ia perhitungkan," ujar Farha setelah membaca koran itu.
"Aku rasa bukan kita tapi kakek," tukas Ado sambil melihat keluar jendela di mana kakek pengemis sedang melatih Listi.
"Konon sistem kerja paksa akan dihidupkan kembali oleh aliansi para bangsawan dan bajak laut itu. Ini akan menjadi pekerjaan baru kita. Tapi aku sebetulnya tidak peduli. Aku masih fokus mengejar Will Yaswar dan kalian belum menunjukkan tanda-tanda akan menemukannya," tutur Farha.
Ado menghela nafas. "Kita akan menemukannya. Sullivan telah menemukan sekutu, berarti tidak lama lagi Will Yaswar akan menampakkan diri," ucapnya yakin.
"Aku kira juga akan begitu," tukas Farha.
√Di suatu rumah besar di perbatasan Desa Terigu dan Desa Wijen.
Di dalam rumah tersebut, Sullivan sedang mengadakan pertemuan dengan para mantan petinggi One Ring dan Kapten Turras serta dua orang kepercayaannya.
"Jadi kita bisa mulai?" tanya Sullivan sambil mengedarkan pandangannya. "Hmm, orang yang satu ini seolah hanya legenda. Tidak pernah terlihat muncul," gumamnya.
"Lebih baik lanjutkan. Yaswar tidak akan datang dalam waktu dekat ini," tukas Daniel yang duduk bersebelahan dengan Maria Rose.
Kapten Turras hanya memperhatikan sambil sesekali melirik perempuan di sampingnya yang mengenakan kimono.