Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 22 - Menyerahlah [Arc Terigu Village Bagian 17]

Chapter 22 - Menyerahlah [Arc Terigu Village Bagian 17]

Sullivan tampak terkejut ketika musuh yang pernah dua kali ia kalahkan kini dapat menahan serangannya. Ia menarik pedangnya kemudian menebaskannya kembali ke arah target.

Ado menangkis serangan Sullivan dengan dua pedangnya dilanjutkan dengan lompatan ke samping. Selanjutnya ia berdiri sambil menyilangkan dua pedangnya di depan.

"Kau berlagak seperti sudah menjadi pendekar pedang, hah! Dua pedang hasil mungutmu tidak akan bisa terus menahan seranganku. Bersiaplah untuk terpotong!" Sullivan melintangkan pedangnya di depan.

Ia memejamkan kedua matanya sembari menahan nafas. Tak lama pedangnya bergetar diiringi kilatan api serta asap yang mengepul.

Melihat itu, Ado lantas waspada. Ia kembali menyalurkan tenaga dalamnya ke pedang di tangan kanan. Sementara yang kiri ia biarkan seperti sedia kala.

Pedang di tangan kanannya terlihat seolah menghitam. Pedang tersebut juga bergetar seperti pedangnya Sullivan.

Tak lama kemudian Sullivan melompat ke arah Ado sembari menebaskan pedang yang telah dialiri kekuatan tersebut.

Ado menyambut datangnya serangan dengan pedang sebelah kiri. Sementara pedang sebelah kanan tepat di belakangnya.

Bilah pedang Sullivan mendarat dengan kecepatan tinggi ke arah pedang kiri Ado.

'Traannnnggg..... krakkkkkk'

Pedang kiri Ado terpotong menjadi dua bagian.

Karena di belakang pedang kiri ada pedang kanan, maka serangan Sullivan dapat dibendung. Bahkan, setelah bergulir ke samping kanan, Ado berhasil memasukkan serangan yang tidak terduga oleh lawan.

Pedang kanan yang telah menghitam tersebut menebas wajah Sullivan melintang hingga dadanya.

"Aaaaahhhhh.....!" Sullivan berteriak kesakitan kemudian terjengkang ke belakang.

Ado menodongkan pedangnya ke arah Sullivan. Ia kini merasa lebih percaya diri setelah berhasil memasukkan serangan telak ke tubuh lawannya.

"Kau menyerah saja, dewa pedang. Aku akan membiarkanmu pergi. Tentu saja pergi jauh dari sini dan tidak kembali lagi," ucap Ado sambil bersiap-siap jika musuh akan mendadak menyerang.

Sullivan tersenyum sinis. Secepat kilat ia melompat bangun kemudian menebaskan pedangnya yang masih teraliri kekuatannya ke arah Ado.

Ado yang sudah siap dengan kemungkinan tersebut, langsung melompat ke samping kemudian melompat lagi ke arah Sullivan sembari melepaskan pedangnya dari genggaman.

Dengan tinjunya, Ado menghantam rahang Sullivan hingga laki-laki tersebut menjerit panjang ketika rahangnya retak oleh pukulan Ado.

Tanpa membuang kesempatan, Ado menghantam tangan Sullivan yang memegang pedang.

'Krekkk'

Suara tulang patah terdengar jelas diiringi teriakan lanjutan Sullivan. Pedang Sullivan terlepas kemudian disambar oleh Ado.

"Inikah pedang perak itu? Farha mungkin akan senang memilikinya," ucap Ado seraya menatap ke arah Sullivan yang sudah tidak berdaya.

Setelah menyelesaikan pertarungan, Ado melihat ke sekeliling. Tidak ada siapapun. Bahkan kakek pengemis, Listi, dan Turras tidak terlihat di sana.

Ke mana gerangan mereka? Tampaknya mereka pergi ketika pertarungannya melawan Sullivan berlangsung.

√Pinggir sungai tidak jauh dari pemukiman

Kakek pengemis tampak mengawasi Listi yang sedang berhadapan dengan Kapten Turras.

"Hehe, rupanya kau besar nyali juga, nona. Kau ingin menghadapiku? Seharusnya kau menghadapiku hanya di atas ranjang." Turras melontarkan kata-kata yang melecehkan kepada Listi.

"Tidak perlu banyak bicara, manusia tua dan jelek!" Listi mencabut sebilah pisau dari pinggangnya kemudian melompat ke arah Turras yang kemudian disambut dengan tebasan bilah pedang.

'Tranggggg'

Bilah pedang dan pisau beradu menimbulkan suara yang membuat telinga mendengung.

"Ternyata kau boleh juga, nona. Apalagi kalau kau melayaniku di ranjang," ucap Turras sambil mendorongkan pedangnya hingga Listi terdorong ke belakang.

Listi tidak menanggapi kata-kata Turras. Ia melompat ke samping kemudian menusukkan pisaunya ke arah dada kiri Turras.

Turras menangkis serangan tersebut kemudian menangkap pergelangan tangan Listi kemudian memelintirnya.

"Sekarang kau tidak akan bisa berbuat apa-apa, nona. Ikutlah denganku ke kapal dan jadilah pemuas birahiku!" kata Turras membuat kedua telinga Listi semakin panas.

Listi yang dalam keadaan terpojok, segera mencabut pisau satu lagi yang kemudian dengan cepat ia sayatkan ke leher Turras.

"Ahhhhh, sialan, dasar perempuan jalang!" teriak Turras kesakitan setelah terkena sayatan Listi yang tidak dapat ia perkirakan sebelumnya.

Listi pun berhasil terlepas dari cengkeraman Turras. Ia kemudian mundur seraya melihat dengan waspada ke arah lawannya yang mulai terpancing amarah.

"Kau tidak akan pernah menjadi pemuasku! Itu karena kau akan mati sekarang juga!" Turras dengan marah membentak kemudian menebaskan pedangnya ke arah Listi sembari melompat.

Listi membendung serangan Turras dengan dua pisaunya. Namun, karena serangan Turras sangat kuat, maka dua pisau Listi terlepas dari genggamannya.

Pedang tersebut memang sempat berbelok karena sempat tertahan oleh dua pisau. Namun, Turras kembali melancarkan serangannya.

Namun, tiba-tiba ia tertegun kemudian menjatuhkan pedangnya. Ia terlihat memegang luka bekas sayatan Listi yang terlihat menghitam.

"Kkaauu ppppwremmpuan jjjalangggg...!" Setelah berkata demikian, Turras jatuh telungkup di atas tanah.

√Pembangunan jalan tengah hutan

Farha mundur beberapa langkah sesaat setelah pedang lebar Ranjit berhasil mendorongnya.

"Ahahaha, dibandingkan Turras, aku adalah yang terkuat di dalam kapalnya. Jadi seharusnya kau hadapi saja Turras agar kau selamat dari pedangku," ujar Ranjit sesumbar.

Farha mengusap darah yang meleleh dari luka bekas goresan pedang musuh. Ia sebelumnya memang sempat terdesak beberapa kali.

Lawannya ternyata tidak dapat dianggap remeh. Kru bajak laut Turras tersebut boleh jadi memang lebih kuat dari kaptennya sendiri. Suatu hal yang ironis.

"Kalau kau memang kuat lalu kenapa bukan kau yang jadi kapten, bukannya Turras, hah?" kata Farha sembari terengah-engah.

"Bukan urusanmu untuk tahu. Sekarang kau menyerah saja sebelum menyesal," tukas Ranjit sambil menatap dengan tatapan ejekan ke arah Farha.

"Aku akan lebih menyesal jika menyerah. Asal kau tahu, aku pantang mundur meski dengan konsekuensi kematian sekalipun," ucap Farha tandas sambil menghunus pedang hitam.

Ranjit tampak melongo melihat pedang berwarna hitam milik Farha. Ia tampak menatap lekat-lekat ke arah pedang tersebut.

"Aku ingin menjajal kekuatanmu saat menggunakan pedang itu. Kelihatannya kuat tapi aku tidak yakin." Ranjit mengusap bilah pedangnya kemudian bersiap menyerang.

Farha dengan gerakan secepat kilat menyongsong datangnya serangan dari. musuh.

Pedang lebar Ranjit pun beradu dengan pedang hitam Farha.

'Trannggg'

Bertemunya dua pedang tersebut membuat keadaan sekeliling menjadi dipenuhi debu yang berhamburan. Beberapa batang pohon juga terlihat roboh berjatuhan ke atas tanah dengan suara gemuruh yang keras.

Sementara kedua pendekar pedang tersebut tampak mundur menahan kuatnya efek beradunya kedua senjata mereka.

Farha merasa semakin penasaran. Kru bajak laut tersebut memang tidak dapat dianggap enteng. Kemampuan serta kekuatan berpedangnya bukan sembarangan.

Ranjit pun sebaliknya, menilai lawannya memiliki kemampuan menggunakan pedang yang sangat hebat. Ia sendiri menggunakan kekuatan penuh namun ternyata belum sanggup menggoyahkan pertahanan lawan.