'Traannnnngggg'
'Srettttt, sretttt'
Pedang hitam Farha beradu dengan pedang ujung lebar Ranjit, disusul terdesaknya Farha ketika pedang Ranjit berhasil menyayat lengan kanannya hingga dua kali.
"Aaaaaaahh...!" Farha mengaduh kesakitan sembari melompat mundur.
"Orang ini memiliki teknik berpedang yang tidak biasa. Tenaganya juga sangat kuat. Aku kalah kuat." Farha merutuk dalam hati seraya menyalurkan kembali kekuatannya melalui pedang hitamnya.
Ranjit tampak tersenyum mengejek. Ia mengangkat pedang ujung lebarnya kemudian menyalurkan kekuatannya kembali.
"Kau tidak akan menyerah? Lebih baik menyerah saja. Kau akan kuampuni dan akan kubiarkan kau pergi. Tentu saja dengan ketentuan kau tidak boleh lagi mengganggu Sullivan dan kawan-kawan," ujar Ranjit sambil menodongkan pedangnya.
Farha mendengus, "Katakan itu pada kaptenku," cetusnya tanpa pikir panjang.
"Oh, jadi kau punya kapten? Kalian kelompok bajak laut juga? Terdengar seperti sebuah kelompok pesaing. Hahahhaha, " tukas Ranjit seraya terbahak-bahak.
Farha tampak tercengang. Namun, ia kembali menguasai keadaan.
"Lebih baik dari itu!" serunya seraya melompat, memulai serangan kepada Ranjit.
Ranjit segera menyongsong datangnya serangan Farha dengan pedang yang ia sebut Blind Sword.
Pedang hitam Farha pun beradu kembali dengan Blind Sword. Seperti biasa, Ranjit kembali melakukan manuver serangan yang dapat melukai musuh dengan cepat pasca beradu pedang.
Farha yang menyadari gelagat tersebut langsung mundur secepatnya. Sembari mundur, ia melemparkan pedang putih (pedang pertamanya) seperti sedang melempar lembing ke arah Ranjit. Ia melemparkan pedang dengan gaya seperti itu tentu diiringi penyaluran kekuatan dari tenaga dalamnya.
Pedang putih meluncur deras. Ranjit yang tidak menyangka dengan serangan tidak biasa dari pendekar pedang tersebut, tidak sempat berkelit.
Akibatnya pedang putih berjenis katana tersebut menancap tembus di dada kanannya.
"Aaaaahhhh.....! Keparat!" Ranjit berteriak kesakitan kemudian mundur dengan badan berlumuran darah dari lukanya.
Farha hanya berdiri memperhatikan lawannya yang tampaknya sudah tidak mungkin dapat melawan.
"Jadi?" Farha menatap ke arah Ranjit tanpa mengurangi kewaspadaan.
"Baiklah, kau menang. Sekarang katakan apa maumu." Ranjit duduk di atas tanah dengan nafas megap-megap pertanda ia mengalami luka parah di organ dalamnya.
"Jika kau pernah bertemu Will Yaswar, katakan di mana dia sekarang. Selain itu, kau harus meninggalkan kelompok Sullivan. Pergilah kembali ke laut bersama kaptenmu dan jangan lagi berhubungan dengan para bandit penindas itu," tukas Farha seraya mendekati Ranjit kemudian menyentuh gagang pedangnya yang tertancap di dada laki-laki itu.
Ranjit terkekeh dengan mulutnya melelehkan darah segar.
"Jika aku masih hidup setelah kau cabut pedang ini, aku akan menuruti kata-katamu," tukasnya seraya menyandarkan tubuhnya di gundukan tanah di belakangnya. "Kau bisa pegang omonganku. Jika aku ingkar, kau bebas menebas leherku," lanjutnya serius.
Tanpa menukas, Farha mencabut pedang putih kemudian dengan cepat menempelkan selembar kain tebal dengan kapas di dalamnya ke luka tusuk di dada Ranjit.
"Aaahhhh!" Ranjit melolong kesakitan sesaat setelah Farha mencabut pedang putih dari dadanya.
Beberapa lama kemudian.
"Sayangnya aku harus mengecewakanmu, Farha. Aku tidak pernah bertemu orang yang bernama Will Yaswar. Namun aku pernah mendengar dari Kurt Daniel bahwa Will Yaswar adalah iblis. Bukan iblis dalam arti yang sebenarnya. Entah dari segi kekuatannya atau dari segi kejahatannya, aku tidak tahu. Namun, aku ingatkan kau agar hati-hati jika bertemu orang itu. Bisa saja dia memang iblis. Bisa juga kekuatannya tidak bisa kau tandingi," papar Ranjit sembari mencoba mengingat kata-kata Daniel soal Will Yaswar.
Farha mengerutkan keningnya.
"Meskipun dia iblis, aku harus tetap menemukannya. Dia harus membayar atas apa yang telah dilakukannya kepada keluargaku. Pembunuhan yang ia lakukan kepada seluruh anggota keluargaku sangat tidak bisa dimaafkan meskipun dia mati dan masuk neraka sekalipun." Kata-kata Farha membuat Ranjit tercengang.
Ranjit menyadari jika sang pendekar pedang di hadapannya itu menyimpan dendam kesumat kepada orang bernama Will Yaswar tersebut.
√Perkebunan koli
Marcell bersijingkat kemudian mengarahkan kembali busur panahnya ke arah penjaga perkebunan yang sedang menyiksa para pekerjanya. Saat hendak melepaskan anak panah, mendadak terdengar suara tembakan dari kejauhan.
Dengan refleks, Marcell menghindar ketika sebutir peluru menderu ke arahnya. Ia bergulir di antara pepohonan koli.
"Orang itu lagi! Apa peluru yang aku tembakkan ke dadanya masih belum cukup untuk melumpuhkannya? Kali ini aku harus membuatnya benar-benar lumpuh. Aku juga harus membalaskan dendam Pak Dodo. Karena si kampret ini, mantan presiden itu sudah tidak ada." Marcell merutuk kemudian memutarkan pandangan, mencari keberadaan si penembak.
Marcell kemudian melompat ke depan dengan cepat saat sebuah tembakan kembali mengarah kepadanya. Ia juga dengan sempat melepaskan anak panah ke arah sumber datangnya peluru.
Anak panah yang dilepaskan Marcell sukses membuat si penembak ketar-ketir. Hal itu dapat dilihat dengan berpindahnya si penembak dari atas pohon satu ke pohon lainnya dengan cara berayun menggunakan tali.
"Itu dia!" Marcell segera melepas kembali anak panah ke arah Daniel yang sedang mengatur posisinya.
Anak panah yang dilepaskan Marcell berhasil memotong dahan yang dipijak Daniel. Akibatnya sang sniper pun terpeleset kemudian tergantung di pohon tersebut oleh tali yang sebelumnya ia gunakan.
"Sekarang kau mau ke mana?" gumam Marcell seraya melemparkan sebutir buah koli ke arah kepala Daniel di mana saat itu pria tersebut berusaha melepaskan diri dari tali yang merintanginya.
'Dukkkk'
Sebutir buah koli sukses membuat Daniel keleyengan. Ia pun hanya bisa meronta saat Marcell datang dan mengancamnya dengan sebatang anak panah.
"Dewa penembak yang sial. Strategimu sudah kuno. Bergantung dengan tali seperti Tarzan. Namun akhirnya kau harus terbelit di atas pohon," ujar Marcell.
"Kau merasa menang sekarang, hah!" Daniel membentak berusaha membuat musuhnya gentar.
"Lha? Bukannya aku waktu di pertambangan juga menang, bukan? Ya, meski dengan sedikit bantuan dari temanku. Kali ini aku sendirian melawanmu dan aku menang. Ada kata-kata terakhir?" tukas Marcell sembari mengejek musuhnya itu.
Daniel mendengus. Ia merasa muak dengan kata-kata Marcell.
"Kau tidak akan berani membunuhku. Nyawa Edgard dan Jasmine bergantung kepadaku," kata Daniel sembari megap-megap.
"Kau sudah merasa seperti jadi Tuhan, hah? Bagaimana bisa nyawa orang lain tergantung padamu? Ahh, aku lebih suka membawamu ke hadapan teman-temanku. Kebetulan ada yang ingin mereka tanyakan padamu," tukas Marcell seraya menarik tali yang membelit Daniel hingga pria tersebut jatuh ke tanah.