Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 25 - Perbatasan Tiga Desa [Arc Wijen Village Bagian 1]

Chapter 25 - Perbatasan Tiga Desa [Arc Wijen Village Bagian 1]

√Perbatasan Desa Terigu, Desa Lemang, dan Desa Wijen

Bersama Marcell, Listi, Farha, dan Uday, Ado berjalan sembari menggendong tas besar berwarna abu-abu. Ia tampak memperhatikan jalur yang sedang dilewatinya.

"Kita tidak melewatkan Desa Lemang, kan?" ujarnya sambil menoleh ke arah Uday.

"Tentu saja tidak. Desa Lemang tidak searah dengan Desa Wijen meski ada perbatasan tiga desa. Sebenarnya Desa Wijen sejajar dengan Desa Terigu. Sementara Desa Lemang ada di utara dua desa ini," tukas Uday.

Sementara yang lain mengerutkan kening pertanda masih merasa bingung dengan apa yang dikatakan Uday.

"Kok bisa begitu? Lalu bagaimana bisa di sini ada perbatasan Desa Lemang juga?" tanya Marcell sambil menatap penasaran ke arah Uday.

"Ahh, ceritanya panjang. Tapi singkatnya wilayah perbatasan Desa Lemang dengan tiga desa ini ada karena masalah sengketa tanah seorang warga Desa Lemang dengan Desa Wijen. Sengketa dimenangkan warga Desa Lemang dan ia ingin agar tanah yang dimenangkannya dimasukkan ke dalam wilayah Desa Lemang meskipun lahan itu berada di antara Desa Wijen dan Desa Terigu. Ia bahkan sampai melobi menteri yang membawahi sektor pertanahan dan agraria, dan berhasil," jelas Uday panjang lebar.

"Ah, ya, kasus itu terjadi pada masa Republik Demokratis Unasoka masih ada. Nah, status lahan itu hingga sekarang tidak berubah."

Semua orang yang mendengarkan tampak manggut-manggut, mengerti dengan apa yang dijelaskan Uday.

Tak lama kemudian Ado dan rombongan tiba di depan gerbang Desa Wijen.

Gerbang desa tersebut mengangkangi jalur masuk ke desa serta dijaga beberapa orang berpakaian serba hitam dengan udeng-udeng di kepalanya.

"Pendatang, berhenti di situ!" ujar salah seorang penjaga gerbang seraya maju ke hadapan Ado dan kawan-kawan yang telah menghentikan langkahnya.

"Dari desa mana kalian ini? Terigu? Lemang? Onde? Atau yang lainnya? Pastinya kalian bukan warga desa sini," lanjutnya.

"Kami dari Desa Terigu. Kami sedang mencari seseorang bernama Will Yaswar. Apakah dia ada di desa ini?" kata Ado langsung to the point.

Mimik wajah penjaga tersebut mendadak berubah. Wajahnya memucat dengan keringat dingin mengucur.

Tanpa bicara, ia berpaling kemudian menghampiri kawan-kawannya.

"Hei, kenapa malah pergi? Kau belum menjawab pertanyaan temanku," seru Uday sambil maju kemudian berdiri agak di depan Ado.

Selanjutnya penjaga lainnya menghampiri Ado dan kawan-kawan. Dengan nada setengah membentak, ia berbicara.

"Mau apa kalian mencari Will Yaswar? Mau mencari mati? Justru keberadaan kami di pintu masuk desa gara-gara ada dia di desa ini. Apa yang kami lakukan tidak lain untuk menghindarkan jatuhnya korban lebih banyak lagi. Kami melarang pendatang untuk memasuki desa ini!"

Ado dan Uday saling pandang. Mereka merasa heran dengan perkataan penjaga gerbang desa itu.

"Biarkan kami lewat, penjaga! Kau tidak perlu menghalang-halangiku untuk memasuki desa ini!" Farha maju seraya mendorong penjaga tersebut hingga mundur beberapa langkah.

Melihat temannya didorong-dorong oleh pendatang, para penjaga berhamburan kemudian mengepung Ado dan kawan-kawan.

"Sebaiknya kalian tinggalkan desa ini! Kami sudah berbaik hati untuk tidak membiarkan kalian masuk ke dalam wilayah yang sangat berbahaya. Jika kalian tetap ngotot, maka itu bukan tanggung jawab kami!" ucap salah seorang penjaga sambil menodongkan tombak.

"Aku tidak meminta pertanggungjawaban kalian. Biarkan kami masuk dan kalian bebas tetap berjaga. Soal risiko yang akan kami hadapi, kalian tidak usah peduli. Kami tidak datang untuk mati. Faham itu!" Farha melotot ke arah para penjaga tersebut seraya menggenggam gagang pedang putih.

"Sebaiknya kalian mundur, kawan. Kami adalah orang-orang yang diundang ke istana Raja Gerald. Kalian meragukan kami jika masih saja menghalang-halangi kami," ujar Uday sambil menatap para penjaga satu persatu.

"Baiklah kalau itu mau kalian. Risiko tanggung sendiri. Will Yaswar tidak akan membiarkan kalian keluar dari desa ini hidup-hidup. Asal kalian tahu, kami tidak peduli meski kalian adalah para bounty hunter yang telah mengalahkan kapten bajak laut dan dewa pedang perak. Will Yaswar bukanlah mereka!" kata salah seorang penjaga seraya memberi isyarat teman-temannya agar mundur.

Farha tersenyum miring kemudian berjalan lebih dahulu memasuki gerbang desa. Ado dan yang lain pun segera menyusul.

Mereka pun memasuki desa yang tampak sepi. Rumah-rumah kayu berjejer rapi sepanjang jalur yang mereka lewati. Namun, tidak ada satupun warga terlihat dari rumah-rumah tersebut.

Desa Wijen sudah seperti desa mati saja. Tidak tampak aktivitas apapun di sepanjang jalur tersebut hingga Ado dan kawan-kawan mencapai sebuah area berupa lahan kosong tanah merah yang telah diratakan.

Di lahan kosong berukuran sangat luas itu tampak banyak orang sedang duduk berbaris menghadap satu arah yaitu ke suatu panggung kecil di mana seseorang sedang duduk di sofa sambil menikmati secangkir wine.

Orang tersebut berpakaian tuksedo serba biru lengkap dengan dasi. Ia juga mengenakan topi pesulap dengan warna serupa dengan tuksedonya.

Sementara orang-orang yang kebanyakkan adalah laki-laki yang duduk berbaris di lapangan tanah merah terlihat menunduk dengan beberapa orang lainnya sedang menodongkan senapan ke kepala mereka masing-masing.

Tampaknya orang-orang yang duduk tersebut adalah tawanan. Sementara yang menodongkan senapan adalah para anak buah orang yang duduk di panggung tersebut.

"Apa dia Will Yaswar?" gumam Marcell saat melihat orang tersebut.

"Entahlah. Tapi entah kenapa aku merasa bahwa dia bukanlah orangnya," tukas Farha.

Mendadak seseorang yang bersama para anak buah pria tuksedo berseru saat melihat kedatangan Ado dan kawan-kawan.

"Penyusup! Tangkap mereka!"

√Tanjung Koli, wilayah Kalangga Tengah

Kapal bajak laut Turras yang kini menjadi kapal bajak laut Rose terlihat bersandar agak jauh dari daratan. Sementara Rose bersama para krunya telah mendarat ke wilayah yang disebut Tanjung Koli.

Tujuan mereka mendarat ke sana adalah untuk mencari anggota baru yang akan mengisi kapal yang akan berlayar keluar wilayah Lautan Kalangga itu.

"Lihatlah para penduduk itu. Mereka ketakutan saat melihat kita. Artinya tempat ini sangat longgar penjagaannya," ujar kru berturban bernama Amaye itu.

Ranjit mengedarkan pandangannya kemudian menghampiri seorang penduduk yang terjatuh setelah berlari karena takut kepada kelompok bajak laut yang baru tiba itu.

"Kau bisa menunjukkan di mana orang berkemampuan bertarung yang hebat? Jika ya, kau akan kulepaskan," katanya seraya menarik kerah baju laki-laki tersebut.

"Ampuun, ampuun, ampuun tuan. Kasihani saya," ucap laki-laki itu dengan ketakutan.

Ranjit melotot ke arah laki-laki itu, "Kau tidak dengar kata-kataku, hah!"

"Mmmaaf, tuan. Saya akan tunjukkan orang yang tuan maksud. Dia seorang pelempar kapak yang sangat hebat. Saya akan membawa tuan kepadanya." Laki-laki itu berbicara dengan nada gagap karena ketakutan.

"Kalau begitu, tunjukkan di mana dia," ucap Ranjit seraya menghempaskan tubuh laki-laki itu.