√Area Pertambangan Batu Bara, Desa Terigu dan Desa Wijen
Ado berjalan menuruni jalur berundak menuju area pertambangan yang terletak lebih rendah dari permukaan tanah. Area tersebut berupa cekungan yang sangat luas dengan banyak bangunan semi permanen serta para pekerja yang hilir mudik di sekitarnya.
Hari itu, Ado berencana untuk membuktikan kebenaran kabar bahwa pertambangan batu bara tersebut kembali mempekerjakan para pekerja paksa dan para budak.
Sesampainya ke pintu masuk yang berada di dalam cekungan area pertambangan itu, Ado dihadang oleh dua orang penjaga bersenjata pedang panjang.
"Tunggu di sana, kisanak! Kau bukan pekerja di sini, untuk apa kemari?" ujar salah seorang penjaga kemudian berjalan cepat ke arah Ado.
Ado menggaruk kepala. Ia merasa tempat itu memang benar seperti yang dikabarkan koran-koran pagi tadi.
"Saya kemari ingin menjenguk kawan saya yang bekerja di sini. Sudah lama saya tidak berjumpa dengannya," tukas Ado berimprovisasi.
Dua penjaga tersebut menatapnya penuh selidik.
"Kau pasti orang di poster ini. Jangan coba-coba mengelabui kami!" Penjaga satunya menghunus pedang diikuti rekannya setelah memperlihatkan poster buronan Ado.
Ado lantas memasang sikap waspada ketika improvisasinya tidak berhasil. Ia memang bukan orang yang suka mengelabui. Ia juga sangat buruk dalam taktik.
"Sebaiknya kau menyerahkan diri atau kami menangkapmu dengan jalan kekerasan!" gertak salah satu penjaga itu.
"Tidak akan! Lebih baik kalian menangkapku dengan susah payah agar kalian dapat hadiah jika berhasil." Ado malah menantang kedua penjaga itu.
"Bajingan! Ayo serang dia!" teriak salah satu penjaga kemudian memulai serangannya ke arah Ado.
Ado menyipitkan kedua matanya kemudian dengan satu gerakan, menangkap bilah pedang kedua musuh dengan kedua tangannya. Selanjutnya ia membanting kedua musuhnya melalui pedang yang ia pegang bilahnya.
Kedua musuh berteriak kaget karena lawannya dapat mengimbangi serangan mereka. Tidak hanya itu, mereka berdua juga terbanting keras ke atas tanah.
"Sekarang biarkan aku lewat. Oh, iya, sepertinya pedang kalian akan sangat berguna setelah di dalam sana," ujar Ado sambil memperhatikan dua pedang yang ia rampas dari dua penjaga itu.
"Kau jangan macam-macam atau kau akan mati di tangan Sullivan! Kami juga sekarang memiliki pasukan bajak laut. Kau tidak akan bisa berkutik lagi!" seru salah seorang penjaga sambil meringis menahan sakit.
Ado tertawa, "Tidak masalah, aku akan menghadapi mereka semua. Kalau perlu sampai mati."
Setelah berkata demikian, Ado berlalu dengan membawa dua pedang rampasannya tanpa sarung.
Sesampainya di dalam area pertambangan, Ado kini dapat melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pertambangan tersebut beraktifitas.
Sama seperti pertambangan batu bara yang sebelumnya ia datangi, pertambangan batu bara yang ini juga mempekerjakan para pekerja paksa dan juga budak. Hal itu terlihat dari adanya beberapa orang mandor yang memukuli para pekerja yang lambat.
√Di Suatu Perkebunan Koli
Marcell tampak berjalan sembari celingukan. Ia kebagian menelusuri perkebunan koli yang dicurigai kembali mempekerjakan pekerja paksa dan budak. Tak lama ia mendengar suara sumpah serapah.
"Cepat cabuti rumputnya, bodoh!" Teriakan tersebut juga diikuti suara lecutan cambuk disusul suara jerit kesakitan.
Marcell segera menuju sumber suara ribut tersebut. Ia kemudian membentangkan busur dengan anak panah yang siap melesat.
Ia kemudian menyaksikan seorang penjaga kebun sedang menyiksa seorang kakek-kakek yang sepertinya adalah salah satu pekerja paksa.
"Ini benar-benar keterlaluan!" geram Marcell kemudian melesatkan anak panah hingga menancap di leher penjaga kebun tersebut.
"Aaaaaaaaaahhhh....!" Tubuh penjaga kebun itu jatuh berdebum ke tanah dengan lehernya tertembus panah.
Selanjutnya Marcell menelusuri area perkebunan untuk mencari hal serupa dengan yang telah dilihatnya tadi. Setiap ia menemukan penyiksaan, ia langsung memanah pelakunya hingga tewas.
"Kali ini aku harus mengotori tanganku. Biarkan saja waktu yang memutuskan hukuman buatku." Marcell membidikkan panahnya ke arah salah seorang penjaga kebun yang kedapatan sedang menyiksa pekerja.
√Di area pembangunan jalan di tengah hutan belantara
Farha berdiri menghadapi seseorang yang menghalangi jalannya. Orang tersebut berpedang panjang serta berkepala plontos.
Orang itu juga memakai celana pendek selutut dengan rompi terbuka berwarna hitam sehingga memperlihatkan dadanya yang berbulu.
"Kau pasti anak buah bajak laut Turras. Ranjit Singh kalau tidak salah adalah namamu. Kau terkenal karena keberanianmu menyerang kafilah dagang kerajaan Mangga." Farha menatap sinis ke arah laki-laki bernama Ranjit tersebut.
"Jadi kau pendekar dua pedang Farha? Sepertinya kemampuan berpedangmu patut diperhitungkan karena dirimu berani mendatangi tempat ini," tukas Ranjit sambil tertawa.
Farha tertawa kemudian menghunus pedang pertamanya. "Aku datang kemari untuk mencari Will Yaswar. Tapi ketika melihat pembangunan jalan yang memakan korban nyawa manusia-manusia malang, maka aku tidak ragu bertindak," ucapnya.
"Hahahaha, hadapi aku dulu kemudian langkah mayatku!" Ranjit menghunus pedang melengkung miliknya. Pedang tersebut rupanya memiliki bilah yang lebar ke ujung dan terlihat sangat tajam.
"Baiklah, kupegang omonganmu," tukas Farha kemudian menebaskan pedangnya ke arah Ranjit yang disambut pedang berujung lebar itu.
√Di pemukiman padat penduduk
Listi berjalan tergesa-gesa mengikuti langkah kakek pengemis yang hampir tidak dapat ia kejar. Ia terengah-engah namun terus melangkah.
"Kek, memangnya tujuan kita yang sebenarnya di mana, sih?" seru Listi seraya terengah-engah.
Kakek pengemis menoleh sebentar tanpa menghentikan langkahnya.
"Sebentar lagi. Di depan sana," tukas kakek pengemis membuat Listi merasa jengkel.
"Dari tiga puluh menit yang lalu kau selalu mengatakan hal yang sama. Aku sudah tidak kuat berjalan, kek. Kakiku keram," seru Listi.
"Terus melangkah. Jangan berhenti atau musuh akan menyerangmu secara mendadak," tukas kakek pengemis tanpa mempedulikan keluhan Listi.
Ketika mencapai ujung pemukiman, mendadak muncul dua orang berpedang menghadang langkah kakek pengemis dan Listi.
Dua orang itu rupanya adalah Sullivan dan Kapten Turras. Mereka menghunus pedangnya masing-masing saat kakek pengemis semakin mendekat.
"Kau akhirnya datang juga, kakek tua. Aku tidak pernah peduli dengan fakta bahwa dirimu pernah menjadi guruku. Biasanya aku segan menghadapimu secara langsung. Tapi kali ini aku akan benar-benar menghadapimu untuk selanjutnya mengirimmu ke alam baka." Sullivan berdiri tepat di hadapan kakek pengemis.
"Kau terlihat sangat segar. Aku tidak sabar untuk mencumbuimu, sayang," ujar Kapten Turras sambil menatap dengan tatapan nakal ke arah Listi.
Kakek pengemis menghentikan langkahnya kemudian menarik cambuk yang melilit pinggangnya.
"Aku sudah menduga kau akhirnya akan menghadapiku secara langsung. Meski yah kau tidak sendirian. Sangat memalukan seseorang berjuluk dewa pedang meminta bantuan bajak laut untuk mengeroyokku. Tapi itu tidak masalah. Aku akan menghadapimu. Aku ingin tahu sejauh mana kemampuanmu setelah lulus menjadi muridku," tukas kakek pengemis sambil menatap sinis ke arah Sullivan dan Turras.
"Aku tidak akan banyak bicara lagi. Hadapi seranganku, kakek tua!" Sullivan melompat sembari menebaskan pedangnya ke arah kakek pengemis.
Di saat pedang sebentar lagi mencapai kakek pengemis, mendadak seseorang muncul menahan serangan itu dengan dua pedang sambil berkata.
"Aku yang seharusnya kau hadapi, dasar dewa pedang palsu!" Itu adalah Ado yang entah sejak kapan ada di tempat itu.
Sullivan mundur, dengan nada geram berseru.
"Masih tidak kapok juga kau, dasar bocah ingusan! Mau bertarung denganku sampai mati, hah!" Sullivan mengalihkan serangannya ke arah Ado.
"Aku tidak akan pernah kapok! Bahkan sampai mati sekalipun aku tidak akan mundur!" Ado membendung serangan Sullivan dengan dua pedang yang sudah ia aliri tenaga dalam.
'Trangggg'
Kedua bilah pedang Ado beradu dengan bilah pedang Sullivan hingga menimbulkan efek kejut yang membuat tanah berhamburan. Tidak hanya itu, percikan api terlihat saat beradunya kekuatan kedua petarung berpedang itu.