Hanya sekitar dua detik lagi, mata pedang Sullivan paling ujung menyentuh dahi Ado, mendadak seseorang membendung serangan tersebut dengan pedang yang serupa dengan. milik Sullivan.
'Traannngggg.....'
Kedua bilah pedang yang beradu menimbulkan percikan api serta efek kejut yang sangat dahsyat. Efek kejut dari beradunya kedua pedang membuat beberapa batang pohon dan bangunan semi permanen yang berdiri di sana berhamburan seperti bulu-bulu yang tertiup angin. Tanah juga bergetar hebat seperti sedang terjadi gempa bumi.
Saat kedua mata Ado tertuju pada orang tersebut, ia terkejut karena begitu mengenal siapa orang tersebut.
"Dewa Pedang sejati tidak membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Hanya pengecut yang melakukannya." Orang tersebut menatap tajam ke arah Sullivan yang sedang berusaha keras menahan kuatnya tenaga si penghadang serangannya itu.
Sullivan menarik pedangnya dengan cepat, kemudian mundur beberapa langkah sambil menatap gusar ke arah orang tersebut.
"Kenapa kau mencampuri urusanku, kakek tua?" Sullivan menatap tajam ke arah penyelamat Ado yang ternyata adalah kakek pengemis.
"Hehehe, pemuda ini adalah muridku. Dia belum begitu bagus dalam bertarung, namun dia memiliki kemauan kuat untuk memberantas segala ketidakadilan. Meski begitu, aku membiarkannya agar aku bisa melihat sejauh mana tekad yang dimilikinya. Kau masih mengincar anak ini? Maka aku tidak segan mengincar lehermu, murid yang murtad!" tukas kakek pengemis sambil menodongkan pedangnya ke arah Sullivan.
Sullivan mendengus, kemudian menyarungkan pedangnya. "Kau kali ini selamat, bocah. Lain kali kau tidak akan bisa lolos lagi!" ancamnya kemudian berlalu meninggalkan kakek pengemis, Ado, dan Uday.
"Hehehe, lain kali mungkin kau yang tidak akan lolos darinya," ucap kakek pengemis kemudian menyarungkan pedangnya.
Selanjutnya ia menghampiri Ado.
"Bangunlah, bocah dekil. Kau mempermalukanku karena kalah dari penjahat berpedang itu. Seharusnya kau bisa mengalahkannya untuk membalaskan sakit hatiku karena kemurtadannya menggunakan ilmu yang kuberi untuk kejahatan," hardik kakek pengemis kemudian terkekeh.
"Kau memang buruk dalam bertekad. Kau selalu ragu-ragu. Kenapa, hah? Takut mati? Bodoh sekali!"
Ado hanya menunduk mendengar umpatan kakek pengemis. Sedangkan Uday hanya menyimak sambil mengelus janggut.
¤ Sementara itu di dalam area pertambangan, Marcell dan Farha sukses memantik kerusuhan. Apalagi mereka berhasil memprovokasi para pekerja agar menyerang para mandor. Terlebih lagi para mandor merupakan para penyiksa pekerja yang lamban dalam bekerja.
Setidaknya kerusuhan terjadi di empat sektor yaitu tengah, utara, selatan dan timur. Para pekerja yang sudah kadung marah, melampiaskannya ke para mandor tersebut.
Di beberapa titik bahkan terlihat kebakaran melanda, terutama di bagian bangunan penampungan hasil tambang.
Marcell dan Farha terlihat berdiri di salah satu sudut pertambangan, mengawasi kerusuhan tersebut.
Namun suatu hal terjadi. Terdengar suara letusan senapan dari kejauhan.
Seiring letusan tersebut, seorang pekerja yang sedang memukuli salah satu mandor, jatuh terkapar tertembus peluru.
"Black Rifleman!" seru Farha sembari menghunus pedangnya.
"Kau akan menghadapi penembak menggunakan pedang?" ucap Marcell kemudian memungut sebutir batu seukuran jari kelingking.
"Hanya menangkis. Jaraknya terlalu jauh untuk kuserang." Farha tampak waspada seraya mempertajam pendengarannya.
'Dorrrrrr'
Letusan senapan kembali terdengar. Kali ini disusul bunyi 'trang' pedang Farha yang berhasil menangkis peluru tersebut.
"Dia ada di sisi barat. Sangat jauh," ucap Marcell seraya melemparkan batu kecil ke arah sebuah lampu yang menggantung di atas tiang di antara para pekerja yang sedang chaos.
'Cessss'
Lampu minyak tersebut jatuh menimpa tumpukkan jerami. Akibatnya tumpukkan jerami tersebut terbakar mengepulkan asap tebal.
Asap tebal tersebut jelas menghalangi penglihatan si penembak yang sedang mengincar dua target utamanya. Namun, si penembak yang adalah Daniel tidak serta-merta menyerah.
Ia kemudian memusatkan kekuatan pikirannya ke popor senapan yang sedang ia arahkan. Selanjutnya ia dapat melihat pergerakan dua orang, satu berpedang, satu lagi sedang menenteng batu sekepalan tangan.
Tanpa membuang waktu, Daniel melepaskan tembakan ke arah si pengguna pedang.
'Dorrrr'
Sebutir peluru melesat kemudian menembus bahu kanan Farha hingga terjatuh telungkup.
"Farha!" teriak Marcell seraya menghampiri Farha yang sedang mengaduh kesakitan dengan luka tembaknya yang berdarah.
'Dorrrr'
Sebutir lagi peluru menerjang ke arah Marcell. Namun peluru datang berbarengan saat Marcell mengangkat batu yang ditentengnya hingga peluru tersebut mengenai batu.
Marcell terkejut melihat itu. Ia kemudian segera memutar otak untuk mencari cara bagaimana menghindari incaran Black Rifleman.
Namun ia terperanjat saat melihat Farha bangun dari telungkupnya. Ia terlihat meringis dengan bahu kanannya yang terluka tembak dan meneteskan darah.
"Akan kutebas leher orang itu! Berani sekali dia mempermainkanku!" Farha merutuk kemudian berlari dengan sangat cepat ke arah posisi di mana si penembak berada.
"Farha, tunggu!" Marcell berseru kemudian ikut berlari mengikuti Farha.
Namun sejenak ia berhenti saat melihat sepucuk senapan tergeletak dekat tubuh seorang mandor yang telah dihabisi dalam kerusuhan yang kini berpindah titik.
Marcell mengambil senapan tersebut kemudian memeriksa ruang peluru yang ternyata terisi. Senapan klasik tersebut hanya menampung satu peluru, jadi otomatis hanya itu satu-satunya peluru yang ada.
Marcell pun menekan pengunci pelatuk, kemudian membidikkan senapan tersebut ke arah area yang sedang dituju oleh Farha.
Sedangkan Farha yang telah mencapai tempat di mana sebelumnya si penembak berada, kebingungan karena musuh tidak ada di sana.
'Dorrrr'
Sebuah letusan kembali terdengar. Farha segera menebaskan pedangnya dan peluru itu pun berhasil ia tangkis.
"Sial! Bajingan itu susah sekali ditemukan!" Farha merutuk kemudian menghunus pedang hitam yang sebelumnya sempat ia gunakan saat menghadapi Ado.
Dengan posisi pedang hitam di tangan kanan, Farha memusatkan tenaga dalamnya di sana. Pedangnya pun bergetar dan mengeluarkan asap putih.
Saat kembali terdengar letusan senapan, ia lantas menebaskan pedangnya ke arah sumber suara tersebut.
'Blarrrrr'
Seiring peluru terbelah dua, suatu gelombang kejut yang meruncing ke depan menghantam area yang cukup luas.
Efeknya luar biasa. Tebing yang terkena gelombang kejut pedang hitam Farha, mendadak longsor dengan suara gemuruhnya yang sangat menakutkan.
Namun serangan massif tersebut rupanya belum juga berhasil mengenai Daniel, si penembak tersebut. Hal itu terlihat ketika Daniel muncul sambil berlari ia membidikkan senapan ke arah kepala Farha.
'Dorrrrrr'
Letusan senjata terdengar. Bukan dari moncong senapan Daniel, melainkan dari moncong senapan Marcell.
Tembakan yang dilancarkan Marcell sukses merobohkan Daniel hingga terkapar dengan senjatanya terlempar beberapa meter.
"Untung saja aku pernah berlatih menembak." Marcell mengamati senapan yang telah sukses membuatnya dapat merobohkan Black Rifleman.
¤ Kembali ke Ado yang kini sedang diobati oleh Listi. Ia tampak mengaduh kesakitan saat Listi menjahit luka sepanjang tangannya itu.
"Kau tidak berguna, ya?" Kakek pengemis melihat ke arah Uday yang sedang duduk memperhatikan apa yang dilakukan Listi.
"Maaf, kek. Dia memiliki aura gelap yang dapat menangkal sihir. Saya bukannya tidak berusaha membantu mas Ado, tapi Sullivan memiliki anti sihir," tukas Uday berusaha menjelaskan.
"Oh, begitu, ya? Hebat kalau ramuan anti sihir benar-benar ada," kata kakek pengemis seperti sedang meragukan perkataan Uday.
"Bukan ramuan. Lebih tepatnya mantra sihir, kek. Mantra yang dapat menangkal semua jenis sihir," jelas Uday.
√Di suatu pulau kecil di tengah lautan yang dikelilingi gugusan karang tinggi -- lautan yang berbatasan dengan daratan Kalangga dan Unasoka
Sebuah kapal kayu berukuran besar dengan layar yang terlipat serta bendera berwarna merah dengan simbol tengkorak bertopi dengan selembar bulu angsa dan pedang bengkok berwarna hitam, bersandar sekitar. sepuluh meteran dari bibir pantai.
Sedangkan di pantai pulau tersebut tampak beberapa orang berpakaian kumal dengan topi-topi lebar serta membawa senjata berbagai jenis, hilir mudik membawa berbagai macam wadah seperti tong kayu hingga kotak kayu.
Di antara mereka tampak tiga orang laki-laki berpakaian serba hitam dan merah sedang duduk sambil minum-minum.
"Kapten Turras, ekspedisi kita kali ini telah mencapai lautan di dalam kurungan batu karang ini. Di barat itulah daratan Kalangga yang termasyhur. Di sana kita bisa mencari sumber daya untuk pelayaran kita ke Pulau Firdaus," ujar laki-laki berkepala plontos kepada laki-laki di hadapannya yang ternyata adalah sang kapten kapal.
"Begitu rupanya. Aku sudah lama ingin mengunjungi Kalangga. Berarti sebentar lagi kita sampai," tukas Kapten Turras.