√ Pertambangan Batu Bara Manual, Sebelah barat daya Desa Terigu
Dini hari itu, Ado bersama Marcell, Farha, dan Uday berdiri mengamati aktivitas pertambangan manual tersebut.
Sejauh mata memandang adalah pertambangan batu bara terbuka dengan para pekerja dan mandor yang hilir mudik. Beberapa pemandangan yang membuat geram tampak di beberapa titik.
Para mandor melecuti para pekerja yang kedapatan kesusahan untuk bergerak maju. Mereka bahkan tidak segan-segan menendang para pekerja paksa tersebut menggunakan sepatu boot-nya.
"Tempat ini harus dibikin rusuh. Aku belum pernah mencoba memancing kerusuhan, tapi aku akan mencobanya," ujar Ado sambil mengamati pergerakkan para pekerja dan mandornya itu.
"Tidak perlu, do. Aku dari dulu bersama Farha suka merusuh. Jadi serahkan saja pada kami. Akan kami buat tempat ini menjadi medan perang," tukas Marcell sambil melihat ke arah Farha.
Farha mengangguk setuju. "Iya, biar kami saja yang merusuh. Kalian berdua cukup mengawasi saja. Jika para pendekar itu datang, usahakan jangan bentrok. Mereka sangat tangguh. Kita mungkin bukan lawannya yang sepadan," ucapnya.
"Lebih baik dibilang pengecut daripada kalian melawan mereka. Nyawa taruhannya jika berani menantang mereka."
"Baiklah, akan kuusahakan untuk tidak bertarung dengan mereka. Aku sudah pernah merasakan bagaimana sakitnya disayat pedang pendekar itu. Sampai hari ini, aku belum yakin dapat melawannya," tukas Ado meski dalam hatinya merasa penasaran untuk bertarung ulang dengan Dewa Pedang Perak.
"Sebaiknya kalian segera bergerak. Mumpung masih pagi buta. Musuh akan kesusahan menemukan kita," ujar Uday yang sedang bersedekap.
Marcell dan Farha pun beranjak meninggalkan Ado dan Uday. Mereka berdua berencana untuk memantik kerusuhan di pertambangan batu bara yang dikerjakan serba manual tersebut.
Pertama-pertama mereka menghajar salah seorang mandor yang sedang menggebuki pekerjanya.
"Halo, curut. Ini sebagai balasan bagi tukang pukul sembarangan." Marcell menghantam wajah mandor tersebut dengan sebilah papan yang ia temukan.
"Bangs**t! Siapa kau berani-beraninya memukulku!" Mandor tersebut marah kemudian melakukan perlawanan.
Namun, satu tebasan pedang Farha mengakhiri hidup mandor tersebut.
"Kau membunuhnya? Aku pikir itu bukan bagian dari rencana," ujar Marcell tercengang saat melihat hal tersebut.
"Pedangku haus darah, cell. Aku ingin menebas lebih banyak begundal peliharaannya para bangsawan One Ring itu. Targetku yang utama adalah menebas leher orang yang menembak mati Pak Dodo," tukas Farha seraya bersiap menuju target lainnya.
Sementara itu, Ado dan Uday kedatangan seseorang yang seharusnya mereka hindari, yaitu Sullivan alias Dewa Pedang Perak. Namun karena terlanjur ditemukan, maka Ado dan Uday harus menghadapi pendekar pedang terkuat yang juga merupakan salah satu pemimpin One Ring.
"Kau tidak ada kapok-kapoknya, ya. Aku pikir kau akan jera setelah kutebas dua kali. Aku sudah memberimu kesempatan hidup. Kenapa malah kau sia-siakan, hah?" Sullivan menatap sinis ke arah Ado sambil memanggul pedang besar andalannya yang tersarung.
"Aku hanya ingin memastikan kalian berhenti memperbudak warga setelah organisasi kalian dicoret dari buku sihir Laksana. Tapi ternyata kalian masih saja mempekerjakan para budak dan juga warga tanpa upah sama sekali," tukas Ado balik menatap tajam ke arah Sullivan.
"Itu bukan urusanmu, bocah! Kau sudah berkali-kali mengusik kelompokku. Maka kupastikan kali ini kau akan mati. Apalagi setelah kekurangajaranmu membuat anak-anak buahku terluka parah. Kau akan membayarnya sekarang," hardik Sullivan seraya menurunkan pedangnya, bersiap menyerang.
Ado dan Uday pun menatap waspada ke arah Sullivan. Mereka berdua pun bersiap untuk bertarung melawan pendekar pedang yang konon ditakuti banyak pendekar maupun penyihir.
Tanpa menghunus pedangnya, Sullivan menebaskan pedangnya ke arah Ado. Ia melompat dengan dorongan tenaga yang sangat kuat sehingga membuatnya seperti terbang.
Sedangkan Ado, bersiap dengan tinju kanan yang telah ia lapisi dengan tenaga dalam. Warna hitam mengkilat tinjunya menandakan ia telah menyalurkan kekuatan penuhnya untuk menyambut datangnya serangan musuh.
Lalu Uday yang siap dengan lingkaran sihirnya, mulai meluncurkan serangan sihir permulaannya ke arah Sullivan.
Namun, pendekar pedang tersebut sangat kuat dan lincah. Terbukti ia dapat menghindari serangan sihir Uday. Setelah itu ia menghantamkan pedangnya yang tidak terhunus ke arah Ado yang sedang melompat, menyambut serangannya.
Dukkkkkkkk
Pedang bersarung Sullivan beradu dengan tinju Ado. Efeknya, suatu gelombang kejut menerpa dengan kuat ke sekeliling kedua orang yang sedang bentrok itu.
Ado mundur beberapa langkah sembari meringis karena merasakan sakit bukan main di tangannya setelah beradu kekuatan dengan Sullivan.
Sedangkan Sullivan tampak berdiri kokoh tanpa bergeser sedikitpun dari posisinya. Ia tampak menatap sinis ke arah Ado.
"Kau tidak akan bertahan dengan seranganku, bocah. Aku tidak ingin membuang-buang waktu. Aku sudah bilang akan membunuhmu sekarang juga. Jadi ucapkan selamat tinggal pada dunia yang bukan milikmu ini!" ujar Sullivan seraya menghunus pedangnya.
Ado terdiam melihat musuhnya menghunus pedang yang telah menjadi momok menakutkan baginya tersebut. Ia rasa-rasanya tidak akan bisa bertahan dari serangan pendekar pedang terkuat itu.
Namun Ado memilih untuk menghadapinya ketimbang menghindarinya. Ia pun kembali mengalirkan kekuatannya ke tinju kanannya yang masih terasa sakit.
Sedangkan Uday yang melihat gelagat kurang baik dari Ado, mengaktifkan lingkaran sihir berwarna oranye. Ia kemudian melapisi tubuh Ado dengan sihirnya, berharap pemuda itu mampu mengimbangi serangan musuhnya.
"Itu tidak akan bekerja. Temanmu tetap akan mati." Sullivan menggenggam kuat-kuat gagang pedangnya kemudian melompat serta menebaskan pedangnya ke arah Ado.
Kecepatan Sullivan dalam melompat dan menebaskan pedang sangat tidak dapat diprediksi. Tahu-tahu mata pedang telah menebas tinju Ado hingga menimbulkan luka sayat hingga ke lengan.
"Aaaahhhhh...." Ado menjerit panjang kemudian jatuh terjengkang.
Di saat bersamaan lingkaran sihir Uday yang melindunginya pun menghilang begitu saja.
Sullivan terlihat mengayun-ayunkan pedangnya, kemudian menghentikan ayunannya, bersiap kembali menyerang.
"Kau pasti sekarang menyesal karena telah berani mengusikku. Sekarang penyesalanmu tiada berguna. Matilah!" Sullivan berkata sembari menebaskan pedangnya ke arah Ado yang sudah tidak mungkin bisa melawan.
Uday yang melihat itu, mencoba melakukan serangan terhadap Sullivan. Namun, semua serangan sihir dapat dihindarinya dengan mudah.
Pada akhirnya Ado hanya bisa pasrah menunggu nasib buruk yang akan menimpanya.
Ia memang memiliki keinginan untuk membela kaum lemah. Namun untuk melakukan itu, jelas tantangannya tidak mudah. Ia bahkan harus menghadapi marabahaya yang bisa saja merenggut nyawanya.
Seperti yang saat ini sedang terjadi. Akankah ia tamat di tangan pendekar pedang terkuat di Unsoka tersebut?
Nantikan kelanjutannya di bab selanjutnya...