Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 11 - Farha si Pendekar Pedang [Arc Terigu Village Bagian 6]

Chapter 11 - Farha si Pendekar Pedang [Arc Terigu Village Bagian 6]

Masih di tempat rahasia di mana sebelumnya Marcell berhasil mempecundangi Rojo.

Bangsawan tersebut awalnya ingin menyiksa Marcell sampai mati. Namun, keadaan malah berbalik di mana ia dipecundangi Marcell. Bahkan kini ia sedang terikat di kursi yang ditaruh di dalam kolam yang cukup dalam.

Hanya kepalanya yang terlihat muncul di atas permukaan kolam. Rojo saat itu masih belum sadarkan diri.

Di pinggir kolam, Marcell yang sudah mengenakan pakain lengkap berwarna serba hijau, berdiri sembari menggenggam alat kejut listrik.

Marcell kemudian menyiramkan air ke wajah Rojo hingga laki-laki tersebut terbangun. Selanjutnya ia terperangah saat menyadari dirinya sedang berada di dalam kolam dengan kepalanya saja yang tidak terrendam air.

"Keparat! Keluarkan aku dari sini! Akan kubunuh kau!" teriaknya dengan marah sembari mengerjap-ngerjapkan mata saat tetesan air mencapai matanya.

"Bukan seperti itu cara berbicara dengan orang yang sedang menghukummu. Seharusnya kau bisa berbicara lebih lembut agar aku mengasihanimu. Tapi tidak masalah. Itu artinya kau bukan tipe penjilat yang suka memelas di depan musuh yang mengalahkanmu." Marcell menatap dengan tatapan mengejek ke arah Rojo.

"Aku tidak sudi melakukannya. Segera setelah aku bebas, kau akan segera kupenggal dengan pisau karat!" teriak Rojo penuh amarah.

Marcell terkekeh, "Aku langsung ke intinya saja, om Rojo. Kau kenal ayah dan ibuku, bukan? Nah, aku ingin tahu siapa sebenarnya orang di belakang mereka. Kau tahu siapa orangnya?" ucapnya sambil mengayun-ayunkan alat kejut listrik yang dipegangnya.

Rojo meludah. Ia merasa muak dengan pertanyaan yang dilontarkan Marcell. "Kau tanya sendiri pada ayahmu. Aku tidak akan pernah jawab!" ketusnya.

"Cukup katakan saja, om Rojo. Orang itu adalah satu-satunya pemimpin besar One Ring. Dia adalah kunci untuk membubarkan One Ring selamanya. Kau tahu aku ingin melenyapkan kediktatoran para bangsawan di mana pun itu. Apalagi di Desa Terigu ini kalian sudah sangat kelewatan. Kalian telah menindas orang-orang atas dasar keserakahan." Marcell mendekatkan alat kejut listrik ke atas air kolam.

Rojo mencuih, tidak mau mempedulikan kata-kata Marcell. Tampaknya ia lebih suka tutup mulut daripada memberitahu orang luar siapa pemimpin sebenarnya One Ring.

"Katakan, om Rojo! Aku tahu kau tidak ingin aktivitas kotormu hilang begitu saja. Tapi harusnya kau mikir, memangnya dirimu dilahirkan dalam keadaan sudah mulia? Semua orang pasti dilahirkan dalam keadaan telanjang tanpa membawa apapun. Menjadi kaya atau miskin memang tergantung usaha tapi keberuntungan tetap menjadi kunci. Semua orang pasti ingin kaya seperti dirimu tapi tidak semua orang bisa seperti dirimu. Seharusnya kau berpikir ke situ," kata Marcell panjang lebar.

Rojo rupanya masih tidak peduli dengan perkataan Marcell. Ia mendengus.

" Tidak perlu menceramahiku. Aku tidak peduli itu!" rutuknya tajam.

"Jadi kau tidak akan memberitahuku siapa orang itu?" Marcell meminta penegasan sembari semakin mendekatkan ujung alat kejut listrik ke atas air.

"Tidak akan, dasar keparat!" Rojo tidak peduli dengan gertakkan Marcell. Ia tidak memperhitungkan efek apa yang akan dialaminya jika air yang merendamnya terkena setrum listrik.

Trrrr, trrrr

Alat kejut listrik berbunyi. Marcell perlahan menyentuhkan ujungnya ke permukaan air.

Rojo meronta seraya berteriak saat setrum listrik mengalir dari air hingga badannya.

"Aaaaaarrrrrhhhh.... Hentikaaaannn!" teriaknya kencang.

"Jika kau mau mengatakan siapa orang itu. Orang yang berada di belakang kalian semua. Pemimpin One Ring yang sebenarnya. Aku akan berhenti menyiksamu," ucap Marcell sembari mengangkat alat kejut listriknya.

Rojo malah mencibir. Ia rupanya tidak terpengaruh oleh kata-kata Marcell.

"Aku akan menenggelamkan alat ini dalam keadaan menyala ke dalam kolam ini. Berharaplah itu akan mati jika terendam air semuanya. Soal orang itu, aku yakin temanku sudah mengetahuinya. Jadi aku tidak perlu lagi bersusah payah memaksamu bicara," kata Marcell seraya menghidupkan alat kejut listrik melalui tombol sakelar yang dapat dikunci.

Rojo terkesiap saat melihat alat tersebut dapat dinyalakan menggunakan sakelar yang dapat mengunci.

"Jangan main-main! Kau bisa membunuhku!" pekik Rojo dengan panik.

"Rencanaku memang begitu. Itu karena kau telah membunuh dua orang tua itu. Kau harus membayarnya dengan nyawamu," kata Marcell sambil melemparkan alat kejut listrik ke dalam kolam.

Di tempat lain, tepat di depan gedung markas One Ring, Ado bersama Listi sedang dihadang sekelompok tentara bayaran.

"Ayolah, kalian biarkan kami masuk. Kami hanya ingin mengantarkan obat untuk tuan Edgard," ujar Ado sambil memperlihatkan sebuah kotak berwarna putih dengan merek obat yang biasa beredar di wilayah Kerajaan Mangga.

"Kami sudah tahu siapa kau, bangsat! Tidak akan kami biarkan kau menyentuh gedung ini!" tukas pemimpin para mercenary tersebut.

"Ah, bukannya Raja Odel melindungi One Ring? Kenapa ia tidak mengirimkan prajurit atau penyihirnya kemari? Apa dia sudah tidak peduli lagi pada para bangsawan Desa Terigu?" Ado menatap penuh ejekan ke arah para mercenary itu.

"Do, kita lebih baik tidak membuang-buang waktu. Ayo kita terobos penjagaan mereka," ucap Listi merasa jenuh karena Ado seolah ingin mengulur waktu.

"Tenang dulu, mbak. Sabar. Ngomong-ngomong aku sedang menunggu Marcell," tukas Ado kemudian berbisik.

Saat Ado sedang bersitegang dengan para mercenary, dari dalam gedung muncul Farha dengan dua pedang panjangnya yang tersarung. Kali ini ia tidak mengenakan cadar yang biasa menutupi mukanya.

Tampak luka bekas goresan panah Marcell terpampang di wajah sebelah kirinya.

"Kau ke sini mau cari mati, ya. Apa kau tidak ingat tebasanku waktu itu, Ado Michael Red?" ujar Farha dengan nada penuh intimidasi.

Ado terkekeh, "Tentu saja aku ingat. Luka itu semakin sakit saat para pemburu itu mengeroyokku. Kau tahu Dewa Pedang Perak? Dia yang menambah luka tebasan di bekas luka tebasanmu. Aku rasa kau bukan apa-apa dibandingkan dengannya," ucapnya membuat Farha menggernyitkan kening.

"Rupanya Sullivan Max Wheel ikut memburumu juga. Tapi kulihat kau tampak baik-baik saja. Berapa kali dia menebasmu, huh?" kata Farha bertanya.

"Mungkin tiga tebasan. Tapi itu cukup membuatku menjadi pecundang. Ah, sekarang kau bisa minggir. Kami ingin masuk," kata Ado sambil berjalan ke arah Farha namun ditahan salah seorang mercenary.

"Kau bisa masuk asal lewati aku dulu!" Farha menghunus salah satu pedangnya.

"Aku ini pecundang. Kau tahu kalian suka sekali membully-ku waktu itu. Daganganku sampai tidak ada yang laku karena telah hancur oleh kalian," kata Ado mengenang masa dulu waktu masih suka berdagang donat. "Tapi baiklah, aku akan melewatimu. Sayangnya aku tidak memiliki pedang. Jadi, aku akan menggunakan semua inderaku untuk melawanmu," lanjutnya seraya bersiap untuk bertarung.