Kita tinggalkan Ado sejenak untuk melihat seorang anak yang baru saja berlari terbirit-birit setelah melihat seorang anak yang menjadi target bully-annya menjadi sakti. Anak tersebut adalah Marcell.
Ia tidak menyangka jika Ado yang sudah lama ia remehkan, menunjukkan kejutan yang tak terduga. Ia berpikir jika seandainya ia tidak segera lari, mungkin saja kepalanya sudah pecah ditinju anak itu.
Marcell menghentikan larinya ketika tiba di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah. Rumah yang sangat diimpi-impikan semua orang. Setiap orang pasti ingin tinggal di rumah besar nan mewah itu karena di dalamnya pasti seperti syurga.
Namun tidak bagi Marcell. Ia sudah melihat bayangan neraka ketika berada di depan rumah bangsawan yang adalah kedua orang tuanya sendiri.
Sejam kemudian setelah Marcell berada di dalam rumah tersebut.
"Cepat cuci semua peralatan makan itu! Jangan malas jadi anak!" bentak suara seorang perempuan yang tidak lain adalah ibunya sendiri.
"Anak bodoh ini bisanya hanya keluyuran bersama anak-anak kampung itu. Kalau sudah main selalu lupa tugas. Padahal kau kan harus belajar agar menjadi orang berguna," ucap laki-laki berpakaian necis dengan dasi kupu-kupu yang menempel di kemeja putih tangan panjangnya.
"Belajar menjadi pintar itu tidak penting! Sebagai anak, kamu harus nurut sama orang tua. Bersihkan semua piring dan gelas. Jangan sampai ada yang terlewat," ucap ibunya Marcell yang sedang duduk di sofa sambil merias diri dengan kata-katanya yang kasar.
Marcell hanya bisa menunduk. Ia tidak berani membantah perintah ibu dan ayahnya yang memang berwatak kasar dan tidak kenal kasihan. Meski ia adalah anak tunggal, namun tidak ada sedikitpun kasih sayang ia rasakan dari kedua orang yang ia panggil 'ayah' dan 'ibu' itu.
Marcell pun menuju dapur di mana terletak sebuah wastafel besar dengan perabotan kotor di atasnya. Ia pun memulai mencuci ke semua perabotan itu hingga tidak sengaja ia menjatuhkan gelas yang telah ia bersihkan. Gelas tersebut jatuh ke lantai marmer hingga pecah.
Suara gelas pecah menarik perhatian kedua orang tuanya Marcell.
Marcell yang benar-benar ketakutan pun hanya bisa menerima sumpah serapah dari kedua orang yang semestinya menyayanginya.
"Dasar anak tidak berguna! Kau telah memecahkan gelas termahal yang pernah kubeli! Kau mau tahu harganya berapa? Harganya tidak akan terbayar meski ditukar dengan nyawamu sekalipun!" bentak si ibu membuat Marcell hanya bisa menunduk menahan tangis.
Dukkkkk
Sebatang tongkat melayang di punggung bocah malang itu hingga menjerit kesakitan. Rupanya si ayah yang melakukannya.
"Aku tidak sudi memiliki anak bodoh dan ceroboh seperti kamu! Pergi dari rumah ini!" Marcell pun diusir oleh kedua orang tuanya sendiri.
Bocah malang tersebut akhirnya menangis tersedu-sedu di depan pintu gerbang rumah yang sudah lama menjadi neraka dunianya. Di satu sisi ia lega karena tidak harus kembali ke rumah itu. Namun di sisi lain ia merasa bingung harus pergi ke mana.
Sambil duduk merunduk, ia menangis tersedu-sedan hingga seseorang berdiri di hadapannya menyodorkan tangannya.
"Marcell, ikutlah denganku. Aku juga sudah tidak punya orang tua. Mereka meninggalkanku saat aku masih kecil. Jika kau sudi, kita hadapi semua hal bersama, kita hadapi dunia yang kejam ini bersama." Itu adalah Ado yang beberapa saat yang lalu menyaksikan bagaimana Marcell diseret dan diperlakukan seperti binatang penyakitan.
Marcell mengangkat wajah, menatap ke arah Ado dengan kedua mata yang masih meneteskan air mata. Wajahnya tampak sebab karena ia cukup lama menangis.
Marcell mengangguk setuju. Ia pun ikut bersama Ado.
Sejak hari itu Marcell menjadi teman Ado. Ia tinggal bersama anak yang dulu sering ia bully itu. Rupanya Ado adalah seorang anak yang besar hati. Ia tidak pernah menaruh dendam terhadap Marcell yang dulu kerap menindasnya. Justru kini ia membiarkan Marcell tinggal bersamanya, bahkan berlatih bersama.
Jika Ado berminat pada pertarungan jarak dekat tanpa senjata alias dengan tangan kosong, maka Marcell lebih berminat pada penggunaan senjata jarak jauh terutama panah. Sebagai langkah awal, Marcell menggunakan panah dan busur buatan tangan Ado.
Kakek pengemis yang sudah tahu hal itu hanya tersenyum sambil manggut-manggut di balik sebatang pohon yang berlubang dengan sisi-sisinya yang rusak.
"Hmm, mereka akan menjadi duet penghancur para raja lautan. Sudah lama aku menantikan ini. Commander Sanjou harus tumbang agar dunia ini tidak lagi dikuasai para diktator," gumamnya seraya meninggalkan pohon bekas latihan Ado tersebut.