Chereads / Berlayar ke Pulau Harta / Chapter 4 - Berlatih dengan Landasan

Chapter 4 - Berlatih dengan Landasan

Pada sore itu, Ado berdiri di depan sebatang pohon berukuran sedang dengan tingginya sekitar 10 meter. Sementara di belakangnya, kakek pengemis sedang memperhatikannya sembari mengipasi tubuh dengan topi caping lusuh yang biasa ia kenakan.

Tanpa aba-aba, Ado menghantamkan tinju kanannya ke batang pohon itu.

"Aaaaa.....!" Ado menjerit kesakitan karena tinjunya memang tidak seharusnya ia gunakan untuk menghantam pohon.

"Hehehe, seperti itulah jika kita bertindak tanpa dasar pijakan yang kuat. Setiap kita hendak melakukan sesuatu tentu harus ada landasannya. Tindakan yang berdasarkan refleks semata sulit sekali bekerja," ucap kakek pengemis sembari menatap ke arah Ado yang sedang memijit-mijit telapak tangannya.

"Aku tidak mungkin bisa memukul pohon itu sampai hancur tanpa kesaktian, kek. Aku harus memiliki kesaktian agar bisa menghancurkan benda sekeras apapun," kata Ado sambil menatap ke arah batang pohon yang tidak tergores sedikit pun.

Kakek pengemis menghampir Ado, kemudian menotok pundak anak itu dengan dua jarinya.

Ado melengking kesakitan saat dua jari kakek pengemis mendarat di pundaknya. Ia merasakan seolah dua jari tersebut menembus kulitnya hingga ke tulang.

"Sekarang, pukul kembali pohon itu. Jika masih tidak bekerja, berarti dirimu masih ragu," ucap kakek pengemis seraya mempersilahkan Ado untuk memukul kembali pohon itu.

Ado yang dalam hatinya masih ragu, menuruti apa kata kakek pengemis.

Seperti yang sudah diduga, ia gagal. Tangannya malah bertambah sakit. Tampaknya telapak tangannya terkilir karena kali ini ia terlalu kuat memukul.

"Hehehe, karena dirimu masih gagal, kakek ingin kamu membawakan odading dari Pasar Kawi. Di sana ada penjual odading yang termasyhur. Bawakan itu ke kakek. Kakek lapar, cu." Kakek pengemis menyuruh Ado untuk membeli makanan berbahan baku tepung terigu yang digoreng yang disebut odading.

Tanpa membantah, Ado pun pergi ke pasar untuk membeli odading. Di tengah perjalanan ia terus memikirkan kata-kata kakek pengemis mengenai sikap ragu yang memang masih menggelayuti hatinya.

Ia mungkin bisa menghancurkan pohon itu sekali tinju jika saja ia tidak memiliki sedikitpun keraguan akan kemampuannya.

Sesampainya di pasar, ia melihat Marcell dan kawan-kawan sedang mengantri di depan kedai odading yang ditujunya. Pikirannya pun menjadi kalut, apakah akan meneruskan membeli odading atau kembali saja mumpung mereka tidak menyadari kehadirannya.

Namun, ketika teringat kata-kata kakek pengemis, Ado pun memilih untuk meneruskan langkahnya. Ia tidak boleh ragu. Apapun yang akan terjadi harus ia hadapi tanpa ragu-ragu lagi.

Ado kemudian mengantri di belakang setidaknya tiga orang yang mengantri di belakang Marcell dan kawan-kawan.

Beberapa saat kemudian, tibalah saatnya giliran Ado ke depan pedagang odading. Namun rupanya kehadirannya diketahui oleh Marcell dan yang lainnya.

"Hei, si brengsek itu di sini. Kita harus beri dia pelajaran untuk kelakuannya pada kita tempo hari. Nanti kita cegat dia di jalan belakang tempat dia biasa lewat," kata Marcell sambil menunjuk ke arah Ado.

Rudi dan Farha tersenyum jahat. Mereka bersiap untuk menghajar Ado yang sempat mempecundangi mereka bertiga. Mereka tidak terima dikalahkan oleh orang yang selalu mereka bully.

Singkat cerita, Ado telah berada di jalan belakang pasar. Jalan tersebut memang biasa ia lewati mengingat dapat mempersingkat perjalanannya hingga ke jalan sawah di mana kakek pengemis menunggu.

Namun, beberapa meter ia melangkah, para musuhnya sedang menunggu sembari memakan odading yang belum lama mereka beli.

"Tanpa ragu, ya?" gumam Ado sembari mengalihkan bawaannya ke tangan kiri. Kemudian ia mengepalkan tangannya yang masih terasa sakit.

Sementara Marcell dan komplotannya telah bersiap menghajar Ado menggunakan balok kayu yang telah mereka persiapkan sejak keluar dari pasar.

"Ayo kepung dia! Hajar dia kalau perlu sampai mampus!" teriak Marcell sembari mengayun-ayunkan balok kayunya.

Bukan Marcell yang terlebih dahulu maju, melainkan Rudi. Anak tersebut berlari sembari menghantamkan balok kayu yang dipegangnya ke arah Ado.

Sementara Ado yang sudah siap dengan segala kemungkinan, tanpa ragu menyambut datangnya balok kayu dengan tinjunya.

Brakkkkkk.....

Suatu hal tidak terduga. Balok kayu yang sedemikian keras terbelah menjadi dua.

Rudi maupun Farha dan Marcell pun kaget bukan main melihat hal tersebut. Terutama Rudi yang tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya jika tinju Ado mencapai wajahnya. Tentu saja ia bisa tamat sampai di situ.

Rudi pun tanpa pikir panjang lagi berlari menjauh sambil berteriak, "Kabuuuur!"

Marcell dan Farha pun melakukan hal serupa setelah menjatuhkan balok kayunya masing-masing.

Sementara Ado hanya bisa berdiri keheranan. Ia kemudian menatap bingung ke arah tinjunya yang kini seolah menghitam semi mengkilat. Ia juga melihat ke arah balok kayu milik Rudi yang terserak di tanah dalam kondisi terbelah dua.