Desa Terigu,
Pada siang hari yang terik, di jalanan berbatu yang diratakan, seorang anak laki-laki berjalan terbungkuk karena memanggul beban di pundaknya. Beban tersebut berupa kantong besar terbuat dari anyaman tali plastik.
Kantong besar itu rupanya berisi penganan manis berbentuk bulat kecil yang ditusuk seperti sate atau kue danggo bila di Jepang.
Bocah berpakaian berwarna cokelat agak kumal itu berpapasan dengan tiga orang anak seusianya. Tiga orang anak laki-laki tersebut merupakan para bocah nakal yang suka mengganggunya.
Seperti biasa ketiga bocah tersebut mengganggu bocah pedagang kue tusuk itu. Mereka merundung si bocah, mendorongnya hingga jatuh dan melontarkan kata-kata hinaan kepada bocah pedagang itu.
"Hahaha, dasar orang miskin! Kue sampahmu tidak akan laku di desa ini! Mending kamu kasih semuanya ke aku buat kuberikan kepada anjing-anjingku. Iya, kan, Farha, Rudi?" ujar bocah yang memimpin perundungan itu kepada dua temannya.
"Iya, dong, Marcell. Ado hanya bikin rusak pandangan kita aja, ya. Dagangannya kita rampas saja, ya!" tukas Farha kemudian dengan kasar merebut kantong berisi kue yang dibawa Ado, si bocah pedagang itu.
"Hentikan itu, kalian! Apa kalian tidak ada pekerjaan lain selain menggangguku!" Ado berontak mencoba mempertahankan dagangannya.
"Serahkan itu, goblok!" Marcell dengan kasar menarik dagangan Ado hingga kantongnya robek hingga isinya berhamburan keluar.
Rudi yang juga ikut merundung Ado, mendorong anak itu hingga jatuh terduduk. Ado pun menangis terisak-isak karena tidak berhasil mempertahankan dagangannya.
"Haah, dasar cengeng! Ayo kita tinggalkan dia," kata Marcell kemudian pergi diikuti anak-anak buahnya.
Setelah tiga bocah nakal itu pergi, sembari menangis terisak, Ado membereskan dagangannya. Ia mencoba memperbaiki kantong keranjang yang telah dirusak bocah-bocah itu.
Setelah itu meneruskan perjalanannya menuju pusat desa, berharap akan ada pembeli yang mau membeli dagangannya.