Author pov 17.25
"Loh? Pintu rumah kok kebuka?" Gumam Sora ketika sampai di pekarangan rumah. Ia menautkan kedua alisnya bingung, ketika mendapatkan 2 orang bodyguard menghampirinya dan berbungkuk dihadapannya menunjukkan sebuah kehormatan juga kesantunan yang mereka miliki.
Sora tersenyum sembari menganggukkan kepala sebagai balasan untuk 2 bodyguard suaminya.
"Ada apa?" Tanya Sora
"tuan baru saja kembali dari Rusia nyonya. sudah dari 15 menit yang lalu" ucapnya sopan
"Loh, Bukannya 2 hari lagi? dipercepat ya?" Ucap Sora yang kini memalingkan tatapannya kearah pintu
"tuan ingin bertemu dengan nyonya. Ada yang ingin ia sampaikan" jawab nya
"Hmmm, baiklah. Terimakasih ya" ucap Sora lalu beranjak masuk kedalam rumah. Didalam hatinya, ia begitu senang dengan kepulangan suaminya yang mengejutkan.
'Masak makanan kesukaan dia kali ya? Biar dia senang' batin Sora seraya tersenyum simpul
Jalannya terhenti ketika mendengar suara bariton menyebut namanya begitu keras. Ia berbalik dan merinding mendapati suaminya yang menatapnya dengan tatapan yang tajam. Seakan tersorot sebuah amarah dimanik coklat muda itu.
"Kenapa pa?" Tanya Sora dengan senyumnya
"Dari mana saja kamu?" Ucapnya masih dengan postur tubuh yang tegap dan kedua tangan yang terlipat didepan dada
"Habis belanja bulanan. sama kak Yona" jawab Sora jujur
"Dimana anak-anak" ucapnya sembari memasukkan kedua tangan nya kedalam saku celana. Sora menautkan kedua alisnya bingung. Memangnya Zey dan Zuka tidak ada dirumah? Pantas saja rumah kelihatan sepi.
"Kenapa diam. Ibu macam apa kamu? mentelantarkan anak kamu sendiri sedangkan kamu Pergi dengan pria lain" ucapnya dengan nada merendahkan.
Lagi-lagi Sora dibuat bingung oleh sikap suaminya itu. Sudah jelas ia pulang membawa berbagai macam belanjaan yang setidaknya itu menjadi bukti bahwa ia benar-benar pergi berbelanja dengan sahabatnya. Bukan seperti yang dikatakan oleh prianya itu.
"Mama pergi sama kak Yona loh pa. Kalo papa ga percaya, nih mama telfon kak Yona nya" ucap Sora seraya mencari No telf Yona
"Halo kak"
"Iya kenapa Ra?"
"Kakak udah sampe rumah?"
"Ini bentar lagi nyampe, kenapa?"
"Nggak, ini kak Rey cuma mau mastiin tadi aku perginya sama kamu"
"Ooh, suami kamu udah pulang. Iya nih kak Rey, tadi Sora perginya sama aku"
"Tuh kan, udah dibilangin" ucap Sora menatap suaminya
"Jujur aja Yon. Jangan belain dia kamu" ucap Rey
"Nggak kok kak, ben—"
PRAANG!
"Papa!" Sontak saja Sora berteriak ketika pria jangkung itu menghempaskan ponselnya kelantai, membuatnya hancur berserakan.
"Papa kenapa sih?" Ucap Sora menahan amarah. Ia beranjak ingin mengambil ponselnya yang kini hancur tergeletak. Alih-alih ingin melangkahkan kaki, pria yang berada tepat dihadapannya itu mencengkeram lengan Sora kuat, menahan pergerakan wanitanya untuk tidak berpindah sedikitpun.
"Jujur"
"Iya mama habis—"
"Apa susahnya jujur?!" Ucapnya sedikit membentak
"Mama nggak bohong!" Ucap Sora meyakinkan
PLAAK!
Sora membelalakkan matanya ketika mendapat tamparan dari suaminya. Ia tidak menyangka pria yang selama ini lembut dimatanya, tidak pernah berkata kasar kepada siapapun, apalagi main tangan seperti ini. Matanya serasa memanas menahan buliran bening yang sedari tadi memaksa untuk keluar.
"Papa kenapa sih nuduh mama begitu?!" Ucap Sora dengan mata yang memerah seraya cairan bening yang menetes membasahi wajahnya.
"Kok kamu malah nangis? Ini kesalahan kamu sendiri! Kamu pergi dengan pria lain dan bodohnya kamu ga tau dimana anak-anak sekarang!" Ucapnya dengan emosi yang meluap
"Papa liat sendiri?!" Tanya Sora lalu menatap manik coklat itu berusaha mencari kehangatan didalam sana. Sedari awal, pria yang sangat ia dambakan itu menatapnya dengan tatapan tajam bak elang. Berbeda jauh dari sifat aslinya.
"Kamu gak perlu tau! saya hanya ingin tau kenapa kamu melakukan nya!" Jawab Rey dengan penekanan di beberapa kalimat
Sora benar-benar dibuat pusing oleh setiap perkataan Rey. semuanya terdengar aneh, karna ia tidak melakukan apa pun selain berbelanja. apa tadi? Jalan sama pria lain? Maksudnya selingkuh?
"Kata siapa mama pergi dengan pria lain?! Mana buktinya?!" Ucap Sora sedikit berteriak
"KAMU GAK—"
"JANGAN DENGERIN MULUT ORANG LAIN APALAGI KALO GAK ADA BUKTI!"
PRAANG!
PLASH!
PRAAANG!
"CUKUP PA!" bentak Sora sebelum akhirnya pria jangkung itu melanjutkan aksi lemparnya terhadap semua barang yang ada disekitarnya.
Rey mendekat ke arah Sora sebelum akhirnya memberikan sebuah tamparan yang begitu keras, melampiaskan rasa benci nya terhadap wanita itu.
Tanpa mereka sadari, buah hati yang sedari tadi menyangkut permasalahan mereka kini pulang dan berdiri dari kejauhan. tetapi itu tak berlangsung lama, mereka pergi setelah Sora mendapat tamparan terakhir dari suaminya Rey.
.
Cahaya matahari pagi menembus gorden putihnya membuat anak laki-laki ini merasa silau dan akhirnya terbangun karna suara alarm yang berbunyi nyaring.
Zey menyibak selimutnya kesamping, lalu bergegas ke kamar mandi dan beres" berangkat ke sekolah seperti biasanya.
Di tengah Zey menyusun buku, ia terkejut ketika jam weker nya menunjukkan pukul 09.00. Itu sudah jauh dari kata terlambat untuk tetap datang ke sekolah dibanding seperti biasanya. benda itu berdering 10 menit yang lalu. bukan karna dirinya yang terlalu lama beres-beres atau terlambat bangun.
Lagipun, ia tidak pernah memasang alaram sesiang itu. Tidak mungkin alarmnya berubah sendiri kan? Seseorang telah merubahnya. Tapi kenapa?
Penglihatannya teralih ke secarik kertas yang tergeletak tepat disamping jam weker nya. ia hafal betul tulisan tangan yang begitu rapi namun berbentuk tegak bersambung dengan dominan biru tuanya.
Zey.
Selama ini, Zey dan Zuka udah banyak bantu mama dan papa. Kalian juga mau menuruti kemauan mama sampai semuanya terwujud. Udah jadi anak yang sholeh, pintar, penyayaang, mama bangga sama kalian berdua.
Mama minta maaf kalau selama ini mama ada nyakitin kalian. Gak nurutin kemauan kalian. Belum jadi mama yang kalian impikan.
Dan sekarang adalah kesalahan terbesar mama. Mama minta maaf, harus pergi ninggalin kalian. Jangan khawatir, mama pasti akan balik lagi dan meluk kalian berdua. Cuma mama butuh waktu untuk nyelesaiin masalah mama. Zey, mama minta tolong yah. jagain adik kamu. Jangan pernah tinggalin dia kalau suatu saat kamu berantem sama dia. Jaga kesehatan sayang" mama. Mama akan selalu do'a in kalian dimanapun kapanpun.
Mama
"Hiks.. PAPA!!" Teriak Zey disela tangisnya. Wajahnya memerah menahan amarah pada pria paruh baya yang selama ini ia sebut sebagai 'papa'. Bukan Zey tidak menyayangi nya, tetapi selama ini mama lah yang selalu memberikan banyak waktu untuk dirinya dan Zuka. Sedangkan papa? Ia benar-benar dibuat buta oleh segala berkas yang selalu berada dalam tatapan nanar seorang Zey.
Ceklek~
"Kakak? kenapa?" Tanya Zuka yang tengah berdiri di ambang pintu. Ia menatap kakak nya dengan tatapan menyelidiki ketika laki-laki itu tertunduk, menghela nafas panjang menahan tangisnya agar tidak lagi berlanjut.
"Gak papa. kamu baru bangun?" Tanya Zey mengalihkan pembicaraan.
Zuka mengangguk sebelum akhirnya memasuki kamar Zey. Ia menidurkan tubuhnya diatas kasur hingga tak lama gadis itu benar-benar tertidur. Zey terdiam menatap adiknya bingung, gadis itu baru saja terbangun dan kini kembali tertidur dengan pulasnya seperti sudah seharian tidak beristirahat.
Zey ikut menidurkan tubuhnya disamping Zuka lalu memeluk tubuh mungil gadis itu berusaha memberikan segenap kasih sayang yang ia punya. ingin sekali dirinya menangis sekencang-kencangnya sebagai bukti bahwa ia benar-benar hancur oleh sisi tajam manusiawi.
Zuka tersenyum merasakan hangat dekapan yang diberikan oleh kakak laki-lakinya itu. seandainya saja Zuka tau, bahwa laki-laki yang sedang mendekapnya dengan erat, mengelus puncak kepalanya dengan lembut, tak pernah lupa memberikan tatapan yang begitu hangat, senantiasa berikan kenyamanan hingga gadis itu terlelap dan memasuki alam mimpinya. adalah satu-satu nya orang yang akan tetap berdiri disampingnya hingga suatu saat sesuatu akan menimpanya.
Gadis itu membalikkan badannya lalu menatap manik coklat Zey begitu dalam. Ia tidak ingin apapun. Ia hanya ingin retina itu mengenalnya sebagai seorang ratu. yang memiliki banyak kekurangan, dan tidak punya banyak alasan untuk membalas kasih sayang yang telah ia terima.
Zey mendaratkan sebuah ciuman dikening Zuka. gadis itu tersenyum lembut sebelum akhirnya meneteskan cairan bening sebagai rasa terima kasih nya yang begitu dalam. Zey menghapusnya, lalu membalas senyum tulus gadis itu dengan segenap hati.
Senyum itu. Senyum gadis itu lah yang akan selalu ia butuhkan dalam rasa gundah nya nanti, ketika ia merasa bahagia, dan tentu saja ketika ia merindukannya.
1291 w