Chapter 7 - Part 7

"Zuka, bangun udah pagi. gak jadi pulang nya?" Sahut Zey membangunkan adik kesayangannya itu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi gadis itu masih saja tertidur pulas. padahal semalam dia sendiri yang mengatakan untuk bangun lebih awal.

"Zuka!" Sentak Zey. Zuka menggeliat layaknya cacing tanah. Perlahan mata indah gadis itu mulai terbuka dengan wajah lugu nya.

"Hmm.. udah pagi ya?" tanya Zuka. Zey menganggukkan kepalanya, lalu mendudukkan gadis itu.

"Cuci muka trus sarapan" perintah Zey. Zuka menurutinya. gadis itu bangkit menuju kamar mandi yang terletak beberapa meter dari hadapannya. Sedangkan Zey merapikan tempat tidur dan menyiapkan obat yang akan Zuka minum.

***

Tok tok tok~

"Siapa kak?" Tanya Zuka disela ia mengunyah makanan.

"Masuk aja" sahut Zey

Cklek~

"Kak mark! Pagi kak!" Sahut Zuka ketika lelaki itu sudah memasuki ruangan.

Mark tersenyum "pagi juga buat adik2 kakak" ucap Mark yang kini menduduki kursi yang ada disamping Zey.

"Udah sarapan bang?" Tanya Zey

"Udah kok. Lo?" Tanya Mark balik

"Udah tadi dikantin" jawab Zey lalu kembali menyuapkan bubur ke dalam mulut Zuka.

"Oh iya, ijin berapa hari lo?"

"Sehari doang sih bang, soalnya bakal banyak ulangan bulan ini"

"Hmm gitu, Zuka?"

"Gue udah izin sama wali kelas nya. Sama kasih surat rujukan yang waktu itu abang kasih"

"Ooh, bagus deh. Nanti kalau bisa, kesibukannya dikurangin dulu ya Zuka" Mark menggantungkan kalimatnya, lalu kembali melanjutkan "terutama lo Zey" Mark menoleh menatap laki-laki itu yang juga sedang menatap nya.

"Nanti kalau lo sakit, siapa yang mau jaga Zuka? Kan susah" sambung Mark. Zey menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menyengir melihat Mark yang seakan diam-diam memberi spoiler.

"Lo juga. jangan lupa main kerumah. adik lo ini orangnya mudah kangenan" ujar Zey yang terdengar seperti ledekan ditelinga Zuka.

"Biarin! Emang kenapa? Masalah gitu sama kakak?!" kesal Zuka

"Santai aja kali, cuma ngasih tau" ucap Zey lalu terkekeh

"Pulang jam berapa?" Tanya Mark

"Bentar lagi. Kakak ikut ya?!" Pinta Zuka kepada Mark.

Mark tampak berfikir sebentar, lalu menganggukkan kepala nya mengiyakan permintaan Zuka.

***

"Dirumah sebesar ini? Kalian cuma berdua? Kenapa gak sewa pembantu?" Tanya Mark ketika mereka sampai di kediaman Zey dan Zuka.

"Zuka ga suka ada orang asing dirumah ini" jawab Zey.

"Lah, gue?" Ucap Mark ketika merasa bahwa dirinya adalah orang asing dikehidupan Zuka.

"Kan kak Mark udah jadi kakak aku" sahut Zuka merasa geram dengan laki-laki Canada itu.

"Dihh, makasih ya" ucap Mark lalu mendekat kearah Zuka dengan tangan yang terbuka lebar. Zuka yang tahu bahwa Mark akan memeluknya, segera kabur dari hadapan laki-laki itu menuju kamarnya.

"Zuka, ini koper kamu bawa sendiri dong!" Sahut Zey yang sedari tadi terdiam menyeret koper milik adiknya.

"Tolong bawain ya kak Zeyy!!" Jawab Zuka sebelum masuk ke dalam kamarnya

Zey mendengus kesal menatap punggung gadis itu yang sudah menghilang tertelan oleh pintu putih kamarnya. Apalagi yang akan dilakukan oleh gadis itu selain rebahan, baca novel, menyalakan lagu kesukaannya dengan volume tinggi, ditemani beberapa jajanan nya.

"Ayok bang, ikut gue ke kamar dia" ajak Zey yang diangguki oleh Mark.

Cklek~

HIIME HIME! HIME!

SUKI SUKI DAISUKI

HIME! HIME!

KIRAKIRARIN

KIMI TO MINNA IREBA WATASHI TTE

ZETTAI MUTEKI!

HIIME HIME! HIME!

SUKISUKI DAISUKI

HIME! HIME!

KIRAKIRARIN

OOKIKU NAARE MAHOU KAKETE MO

"ASTAGA ZUKA! KECILIN SOUND NYA!"

teriak Zey ketika memasuki kamar gadis itu. kamar Zuka itu kedap suara. Jadi mau sebesar apa pun volume nya, tetap tidak akan terdengar dari luar.

Mark saja terkejut ketika pintu putih itu dibuka oleh Zey, lagu hime-hime menghiasi ruangan tsb sampai membuat gendang telinganya terasa ngilu.

Zuka mem-pause lagu favoritnya itu, lalu menatap Zey dan Mark dengan cengiran manisnya. melihat Mark tercengo seperti itu, membuat Zuka semakin merasa bersalah karna sudah memberikan kesan yang buruk.

"Maaf ya kak Mark, aku lupa ada kakak" ucap Zuka berbohong. Ia sedang merindukan kebiasaan sehari-harinya yang sempat tertunda selama seminggu ini.

"Nih koper nya" sahut Zey lalu menyenderkan koper Zuka tepat disamping lemari.

"Makasih ya. Oh ya, kalian mau makan gak? Biar aku yang masakin" tawar Zuka. Kedua lelaki itu saling tatap, sebelum akhirnya menganggukkan kepala dengan senyum khas mereka.

"Yaudah, Ayok!" Ajak Zuka.

"Spageti mau yaa"

"Hmm, boleh" sahut Zey

"Emang Zuka pandai masak?" Tanya Mark pada Zey yang berada disamping nya.

Zey menganggukkan kepalanya "dia belajar masak demi bisa kasih gue makan enak. Padahal gue udah bilang, delivery aja. Tapi dia gak mau" ucap Zey memberi tahu

"Yaa kan biar hemat! Apa guna nya dapur kalau ujung-ujung nya kakak delivery" Sahut Zuka menyambung percakapan mereka.

"Makanya sewa pembantu, Zukaa. Kan ga ribet kalau kalian mau apa-apa" ujar Mark.

"Ohh! Jangan bilang, soal kamu gak mau ada pembantu.. karna pengen hemat?!" Sentak Zey menatap Zuka tak percaya.

Zuka menggeleng cepat "nggak! Aku emang ga suka ada orang asing dirumah ini!" Jawab Zuka setengah berteriak.

"Ohh, Yaudah. Lanjutin masak nya" sahut Zey. Zuka kembali melanjutkan aksi memasaknya dengan hikmat.

"Eh, Zuk! kakak ajakin temen2 kakak ya"

Ucap Zey. Dirinya tiba-tiba saja kepikiran sama teman-temannya yang pasti saat ini sedang bergulat di pelajaran fisika.

"Kakak lupa? Kan mereka lagi sekolah" jawab Zuka ditengah memasaknya

"Yaa, suruh bolos aja" ujar Zey dengan wajah kalem nya. Mark yang mendengar itu, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan para remaja seumuran Zey. tapi, baginya itu hal biasa. dirinya juga pernah melakukannya. Bahkan tak sekali.

"Hah?! Gak takut dimarahin?!" Sentak Zuka dengan wajah polos nya.

"Jangan sok alim deh, Zuk. Kamu juga pernah gitu kan?" Tanya Zey dengan wajah datar. apa yang tidak ia ketahui tentang adiknya? yaa walaupun saat itu Zuka berbeda sekolah dengan nya. Tapi bukan berarti itu akan jadi alasan bahwa Zey tidak akan tahu seluk-beluk adiknya ketika disekolah.

"K-kok kakak tau?" Tanya Zuka gugup

"Apa sih yang gue gak tau tentang lo" jawab Zey santai

"Zukaa, nakal juga ya. gak nyangka" sahut Mark lalu terkekeh menatap gadis itu.

"Y-yaudah ajak aj-"

"Gajadi" potong Zey

"Kenapa?" Jawab Mark dan Zuka bersamaan. Zey menatap kedua insan itu secara bergantian, lalu mengedikkan bahunya ringan "gapapa sih. Udah lanjutin aja masaknya!" Ucap Zey

***

"Gimana? Enak gak?" Tanya Zuka disela ia mencuci piring bekas mereka makan.

Zey dan Mark mengangguk bersamaan. Tidak bisa berbohong, spageti buatan Zuka benar-benar lezat. Entah bumbu apa yang diracik oleh gadis itu, hingga rasanya berbeda dari spageti di restoran mahal lainnya.

"Ga sia2 lo punya adik cem Zuka. Bisa makan enak tiap hari, tanpa harus bayar mahal" ujar Mark seraya mengelus-elus perutnya yang kini membuncit karna kekenyangan. begitu pun dengan Zey. lelaki itu merasa ngantuk setelah menghabiskan sepiring makanan favoritnya.

"Siapa bilang? Zuka gak setiap hari kok masaknya. bohong aja kalau kita jarang delivery" ucap Zey

"Sesibuk itu ya?" Tanya Mark lalu menoleh menatap gadis yang tengah berjalan ke arah mereka.

Zuka yang mendengar pertanyaan Mark hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan. Ia menduduki sofa yang berada diseberang kedua lelaki itu.

"Kak Zey!" Sentak Zuka. Zey yang terkejut pun membuka kedua matanya yang tertutup. lelaki itu tertidur dengan bersandar dibahu lebar Mark. Zuka yang melihat itu pun dibuat geli sendiri rasanya.

"Kalau mau tidur dikamar! Kasian tuh kak Mark sakit bahu nya" ucap Zuka kesal.

Mark yang mendengar itu pun terkekeh. Melihat wajah teduh Zuka, membuatnya kembali mengingat perkataan Zey malam itu. Entah mengapa, seakan dirinya ikut merasakan sakit nya jika suatu saat Zey pergi meninggalkan gadis itu. gadis yang sangat ia sayangi, walau hanya sebagai adik.

"Kak Mark? Ngeliatin aku, kenapa?" Tanya Zuka yang merasa risih karna sedari tadi diperhatikan oleh Mark.

"A-ahh.. gapapa" jawab Mark dengan senyum tipis nya.

"Kaka mau ke RS ya, hati-hati dirumah" sahut Mark. Zuka menganggukkan kepalanya mengerti bahwa Mark bukan lagi anak sekolahan yang bisa seenak nya menghabiskan waktu dengan bersantai-santai.

"Zey, gue pamit dulu. Jaga adik kita ya" sambung Mark. lalu kedua nya berjabat tangan ala lelaki pada umum nya.

"Kak" panggil Zuka pada Zey

Zey menoleh menatap gadis yang kini duduk disamping nya. gadis itu terlihat sedang berfikir keras. masih banyak hal yang ingin ia ketahui, termasuk tentang seorang wanita yang hampir tertabrak pada waktu itu.

"Kenapa?" Tanya Zey

"A-aku.. kangen mama" ungkap Zuka. Sebenarnya, itu hal utama yang ingin ia sampaikan pada Zey. tapi, canggung saja rasanya jika untuk mengungkapkan hal tsb.

"Hmm? Mau telfon mama gak?"

Wajah gadis itu terlihat berseri. Ia menganggukkan kepalanya mengiyakan tawaran Zey.

Terlihatlah lelaki itu mengeluarkan benda pipih nya yang ia simpan didalam kantung hoodie yang dikenakan. menggeser-geser layar, mencari nomor asing yang sudah ia beri nama beberapa menit yang lalu. hingga akhirnya ia menemukannya.

"Halo ma?"

"Halo, Zey? Kenapa?"

"Nih, Zuka nya mau ngomong"

Zuka yang mendengar itu pun dibuat gugup, karna ia harus berbicara dengan orang penting yang selama ini hilang dari kehidupannya. Walau manusia tersebut ibu nya sendiri, tetapi rasa asing itu tetap muncul dihati nya.

"Nih" Zey memberikan ponsel nya pada Zuka.

Dengan ragu Zuka menerimanya, lalu membuka suara "H-halo" ucap nya gugup

Wanita diseberang sana tersenyum simpul, walau tidak siapa pun yang bisa melihat nya "halo, Zuka. mama kangen banget sama kamu! Apa kabar?"

"Baik kok, maa" jawab Zuka. Ia mengaktifkan tombol loud speaker agar Zey juga dapat mendengarnya.

"Kamu gak sekolah?"

"Ng-nggak maa" Jawab Zuka gugup

"Lhoh? Kenapa?"

Zuka menatap Zey gelagapan meminta alasan untuk berbohong, agar wanita paruh baya disebrang sana tidak mengkhawatirkan dirinya yang sedang sakit.

Zey yang mengerti pun mewakili Zuka untuk menjawab "Zuka nemenin kakak maa" jawab Zey asal

"Emang kakak kenapa?"

"Gak enak badan"

"Ckk, kayak anak kecil aja kamu" sahut wanita paruh baya tsb berdecak.

"Salahin Zuka" ucap Zey lalu cekikikan

Zuka yang melihat itupun dibuat kesal. Ia melempar bantal yang ada di sisi nya tepat mengenai wajah tampan Zey yang sedang tertawa cekikikan.

'Aaakk' gumam Zey merintih.

Zuka bersorak puas melihat laki-laki itu menggusal matanya yang kesakitan.

"Halo? Zey? Zuka?" Panggil wanita paruh baya disebrang sana

"Eh, iya maa. Zuka kangen banget sama mama!" sahut Zuka gak nyantai

Wanita yang dipanggil mama itu sempat tertawa ringan lalu terdiam. Karna tidak ada yang membuka suara, wanita itu memanfaatkan kesunyian tsb untuk mengungkapkan hal yang selama ini menghantui dirinya.

"Maafin mama yah.."

Zey dan Zuka masih terdiam menunggu kelanjutan dari wanita itu. Keduanya pun mengerti, mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk mengetahui semua hal yang selama ini ditutup-tutupi.

"Mama udah ninggalin kalian.. hiks.. dan sekarang mama gak tau malu dengan mudah nya kembali menghubungi kalian.."

wanita itu kini terisak sedih mengingat perbuatannya yang tak pantas untuk dilakukan oleh para orang tua kepada anak-anak nya.

Keduanya masih terdiam mendengarkan suara yang selama ini dirindu-rindukan.

"Gapapa kalau kalian gak bisa maafin mama. Seharus nya mama ada disamping kalian"

"Selalu support kalian.."

"Masak makanan yang enak buat kalian.."

"Meluk dan cium kalian sebelum    berangkat ke sekolah.. hiks.."

"Selalu siapin sapu tangan di saku baju kalian, hiks.."

"..."

"Hiks.. Hoodie siapa sih? yang waktu itu kena darah banyak banget.. kenapa mama gak tau tentang anak mama sendiri.."

"Ibu macam apa mama ini, naak.."

"Maafin mama gak bisa menjadi orang tua seperti yang kalian inginkan.."

"Hiks.. maafin mama ya, sayang.."

"Hiks.. kak Zey! Hiks.. mama itu jahat! Kenapa dia bicara seakan kita anak yang gak terurus! Kenapa dia gak mikir kalau selama ini kita hidup! Hiks.. bilang sama dia kak, kalau kita udah sukses karna USAHA KITA SENDIRI!!" Bentak Zuka dengan penekanan di akhir kalimat nya. Ia berlari menuju kamar, meninggalkan Zey yang tengah termenung menatap punggungnya yang telah menghilang dari pandangan lelaki itu.

"Maaf.. mama salah ngomong ya?" Tanya wanita itu yang kini merasa bersalah oleh tuturan putri nya.