Chapter 11 - Part 11

"Jangan kemana2 ya. Mau dibawain apa nanti siang?" Zey mengelus lembut puncak kepala Zuka. gadis itu masih setengah sadar setelah beberapa menit yang lalu Zey membangunkan nya.

"Nasi goreng yang spesial buatan ibu kantin. Sama.. lemon tea nya" jawab Zuka dengan suara khas bangun tidur.

Zey tersenyum lalu mengusak surai gadis itu.

"Yaudah. Kakak sekolah dulu ya. Kalau ada apa2 telfon aja"

Zuka menganggukkan kepala nya mengerti. pintu putih itu kembali tertutup meninggalkan aroma parfum Zey.

"Oh iya. Dah lama juga gw ga buka hp"

Zuka menghidupkan ponselnya setelah sekian lama dimatikan. Notifikasi dari teman-teman dan beberapa guru juga tak kalah heboh memenuhi layar ponsel nya.

Sampai ada juga yang mengira diri nya tak lagi bersekolah mengingat lebih dari seminggu ia menghilang tanpa kabar.

Zuka tertawa renyah.

Mendapati Alice yang mengirimkan nya lebih dari 1000 pesan. gadis itu juga mengatakan bahwa dirinya kembali menjadi bahan gosip di lambe sekolah.

Zuka beranjak menuju dapur, mengambil beberapa apel di dalam kulkas, lalu membawanya menuju kamar Zey.

Ckleek~

"ASTAGAA KAK ZEEY!"

"KAMAR LO KOK BERANTAKAN GINII?!"

Zuka menghela nafas panjang. Dengan langkah berat ia memasuki kamar kakak nya yang berantakan itu.

Ditengah merapikan sprei, Zuka menemukan secarik kertas usang yang terlipat rapi. Apa itu privasi Zey?

"Gapapa lah ya" gumam Zuka pada dirinya sendiri. Keinginan nya untuk melihat apa yang tertulis di kertas usang itu semakin memuncak.

Terlihat lah tulisan tangan dengan tinta biru di kertas itu. Sangat rapi namun sedikit susah untuk mengeja nya

Zey.

Selama ini, Zey dan Zuka udah banyak bantu mama dan papa. Kalian juga mau menuruti kemauan mama sampai semuanya terwujud. Udah jadi anak yang sholeh, pintar, penyayaang, mama bangga sama kalian berdua.

Mama minta maaf kalau selama ini mama ada nyakitin kalian. Gak nurutin kemauan kalian. Belum jadi mama yang kalian impikan.

Dan sekarang adalah kesalahan terbesar mama. Mama minta maaf, harus pergi ninggalin kalian. Jangan khawatir, mama pasti akan balik lagi dan meluk kalian berdua. Cuma mama butuh waktu untuk nyelesaiin masalah mama. Zey, mama minta tolong yah. jagain adik kamu. Jangan pernah tinggalin dia kalau suatu saat kamu berantem sama dia. Jaga kesehatan sayang" mama. Mama akan selalu do'a in kalian dimanapun kapanpun.

Mama

"Hah?"

"M-maksud nya.."

"Kak Zey tau.."

Zuka berlarian menuju kamar nya, mengambil benda pipih yang sempat ia telantarkan. Tangan nya masih menggenggam kertas usang itu dengan penuh amarah dan kecewa.

Tuuut~ tuuutt~ (anggap suara telfon;V)

"Halo" sahut Zey diseberang sana.

Zuka menarik napas nya dalam-dalam. Matanya memanas menahan air matanya untuk tidak keluar.

Zey sudah membuatnya kecewa. Selama ini ia selalu bertanya, namun Zey selalu saja mengalihkan pertanyaan nya. Zuka selalu menutupi prasangka buruk yang timbul dengan hal-hal yang membuatnya merasa lebih baik.

"Halo Zukaa! Ini gue Luhan! Pacar lo! Ehehe" sahut Luhan.

"Paansi lo! Gaje" timpal Kriss

"Diem han! Lo juga Kriss!" Kesal Zey yang sedari tadi ingin menjawab namun disela oleh kedua laki-laki itu.

"Gue mau nanya sama lo" dengan suara yang bergetar, Zuka menjawab tanpa rasa sopan santun terhadap kakak nya.

"Zuka kamu ngomong sama siapa" tegur Zey.

"Iyaa. gue ngomong sama lo" jawab Zuka tenang.

"Zuka ngomong baik2" ucap Zey kembali menegur.

Zuka terdiam mendengarkan teman-teman Zey yang bertanya-tanya tentang dirinya.

"Zukaa, kenapaa?"

"KAKAK PASTI TAU KAN KENAPA MAMA PERGI?! HIKS.. KENAPA GA KASIH TAU AKU?!"

Zey terdiam.

"Maafin kakak, Zuka. Kakak takut kamu mikir yang engga2 tentang mama" jawab Zey memelan.

"Hiks.. Justru kalo kakak ga kasih tau aku. Jadi lebih mudah selama ini aku berfikir negatif tentang dia.."

"Hhhh.. kamu istirahat ya. Jangan kemana2. Kakak matiin dulu telfon nya. Bye"

Tanpa menjawab, Zuka langsung saja mematikan sambungan telefon nya dengan Zey. Ia merobek kertas usang itu, membiarkan nya berserakan dilantai.

"Hiks.. mama kenapa.."

"Kenapa kak Zey ga mau kasih tau aku.."

"Hiks.."

Bruk~

Toktoktok~

"ZUKAA MAIN YUU!" Panggil Mark

Toktoktok~

"ZUKAA?" Panggil Mark lagi

Mark POV.

"ZUKAA?"

Kok ga nyaut dari tadi? Dia sekolah? Kan udah gue larang.

Masuk aja kali ya?

Ckleek~

"Zukaaa?" Panggil gue.

Sepi. Ga ada yang nyaut.

Ga mungkin dia sekolah, pasti Zey    larang.

"Zukaaa" panggil gue sambil naikin tangga menuju kamar dia

Lah? Pintu kamar nya kebuka. Lampu nya juga masih hidup.

"Hiks.."

HAH?!

Gue memperlaju langkah gue menuju kamar nya. Dapetin dia lagi nangis baring di lantai. Darah itu keluar lagi dari hidung nya.

Dengan gerakan cepat, gue bawa dia ke atas tempat tidur, nge-lap semua darah itu pake selimut nya.

"Maaf ya, udah ngotorin selimut nya" kata gue.

Mark POV end.

"Hiks.. gapapa kak. Makasih ya" ucap Zuka tersedu-sedu

Mark tersenyum hangat pada Zuka. Tangan nya mengelus lembut kening gadis itu, memberikan ketenangan.

"Kan kakak udah bilang. Kamu kalo dirumah tetap banyak aktivitas ya?" Tanya Mark

"Hiks.. engga" jawab Zuka yang masih terisak

"Uuussshhh.. udah jangan nangis lagi" Mark menghapus air mata Zuka dengan ibu jari nya. Menatap mata coklat gadis itu mengingatkan nya pada sosok Lili yang sudah lama pergi.

Sekali lagi Mark serasa dihujam ribuan pedang. Ia tidak rela jika orang yang ia sayangi harus dililiti oleh penderitaan.

Bagaimana pun Zuka harus sembuh. Ia tidak ingin Zuka berakhir seperti Lili yang meninggalkannya.

Menahan air mata nya untuk tidak keluar, Mark mengecup kening Zuka sekilas, menyalurkan rasa sayang nya pada Lili yang tak sempat tersampaikan.

"Udah sarapan?" Tanya Mark

Zuka menggeleng lesu.

"Kakak masakin nasi goreng, mau?"

Zuka hanya diam dengan tatapan kosong nya, Tak berniat untuk menjawab pertanyaan Mark.

Mark tak permasalahkan itu. Ia akan tetap membuatkan gadis itu sarapan, walaupun ia menolak.

Zuka menarik lengan Mark, tidak ingin laki-laki itu pergi meninggalkan nya sendirian.

Mark yang melihat itu pun di buat bingung.

"Kenapa Zuka?" Tanya Mark seraya menatap gadis itu

Zuka mendongakkan kepala nya menatap Mark "ikuut" pinta nya dengan suara yang serak

Mark tertawa ringan. Zuka benar-benar manja di waktu tertentu. yaa, itu yang ia lihat dari Zuka.

"Yaudah ayok" Ajak Mark

"Mager.." lirih Zuka. entah lah. entah Mark akan mengerti apa yang ia maksud.

"Bilang aja minta di gendong" ejek Mark

Zuka cengengesan. Ternyata Mark mengerti apa yang ia maksud

Mark berjongkok, membiarkan Zuka naik ke atas punggung nya.

"Dah?" Tanya Mark memastikan Zuka sudah naik dengan aman

"Dah!" Jawab Zuka semangat.

Di perjalanan menuruni anak tangga, Mark membuka suara "berat juga ya" tidak berniat untuk mengejek, namun terdengar memancing bagi gadis itu.

"Apa?!" Sentak Zuka

"Eh! Nggak kok! Inii anak tangga nya kok banyak banget, siapa sih yang buat?" Jawab Mark mengalihkan topik

"IIHH AKU DENGAR YA KAK! KAKAK BILANG AKU BERAT KAN?! JANGAN BOHONG!" Ucap Zuka seraya menjewer telinga Mark

"Lepas nanti jatoh!" Ujar Mark

Zuka menjauhkan tangan nya dari telinga Mark, melingkarkan kedua tangannya di leher laki-laki itu.

"Kamu tadi kenapa nangis?" Tanya Mark seraya menduduki gadis itu di sofa.

"Gapapa" jawab Zuka dengan senyum tipis

"Hhh.. yaudah kalau ga mau cerita"

Mark beranjak menuju dapur, membuatkan nasi goreng spesial untuk gadis yang kini tengah sibuk menonton kartun kesukaan nya.

Setelah beberapa menit bergulat dengan alat dan bahan masakan, nasi goreng spesial buatan Mark pun jadi.

"Zukaa, dah jadi nih!" Sahut Mark

Zuka yang mendengar itu pun, berlarian menuju Meja makan yang sudah terisi oleh Mark.

"Makasih ya kak"

Mark tersenyum lalu mengacak rambut Zuka hingga benar-benar berantakan.

"Iihh! heselin hanget adi orang!" Kesal Zuka dengan mulut yang masih terisi nasi

"AHAHAHHA" tawa Mark pecah

"Hiat ni! hantakan hagi nya!"

"AHAHAHA! habisin dulu nasi nya, sayang!" ucap Mark disela tawa nya.

Zuka mengunyah nasi itu dengan cepat, lalu menelan nya. ia merapikan rambut nya sebentar sebelum akhirnya menjeweri telinga kanan Mark.

"Lepas heh! Abisin itu makan nyaa!" Suruh Mark seraya berusaha menjauhkan tangan Zuka dari telinga nya.

"Makanya jangan gangguiiiinn!"

"Iyaa kan udah ga lagi!"

Zuka melepaskan tangan nya dari telinga Mark, melanjutkan aktivitas sebelum nya yang sempat terhenti.

"Ternyata kakak pandai masak ya" ujar Zuka disela ia mengunyah.

"Hmm" jawab Mark berdehem

"Kakak ga kerja?"

"Kerja kok"

"Udah sarapan?"

"Udah"

"Bohong"

"Srius, udah"

"Sarapan apa?"

"yaa gitu"

"Hah?"

Zuka menoleh menatap laki-laki disamping nya itu yang tengah sibuk memainkan ponsel nya.

Mark pun menoleh karna merasa diperhatikan oleh gadis itu.

"Kenapa?" Tanya Mark

Tidak ada jawaban. Zuka hanya diam dengan ukiran bibir yang tertarik ke bawah.

"Dari tadi aku ngomong lhoh sama kakak!"

"Ututuuu, maaf yaa.. tadi temen aku chat, 2 menit lagi aku balik ke RS" ucap Mark memberi tahu

"Gapapa kan sendirian?"

"Gapapa"

"Yaudah cepet abisin. Biar bisa minum obat. Jangan lupa juga makan buah-buahan ya"

"Iya" jawab Zuka dengan senyum tipis

.

Beberapa menit yang lalu Mark melajukan mobil nya menuju rumah sakit tempat ia bekerja. Benar-benar setelah laki-laki itu pergi, hujan turun dengan deras nya.

Ditemani petir yang menggelegar membuat Zuka hanya bisa bersembunyi dibalik selimut nya dengan tangan yang terus menggenggam erat ponsel.

Bau amis darah menyeruak ke indera penciuman nya. Sepertinya, ia melupakan kejadian beberapa jam yang lalu.

Ponselnya berdering menandakan sebuah panggilan masuk dengan nama Zey yang terpampang jelas di atas layar. dengan segera Zuka mengangkatnya, mengadu kepada Zey tentang semua hal yang saat ini membuat nya takut.

"KAK ZEY PULAAANG"

"Ahaha! ya gabisa lah Zuk. Lagi jam plajaran"

"Ijin gapapa kok!"

"Kakak suruh bang Mark temenin kamu dirumah ya"

"Jangaan! Emang kakak doang yang lagi sibuk!"

"Yaudah kakak ijin dulu sama guru piket"

"YES!! SEKALIAN NASI GORENG NYA SAMA LEMON TEA!"

"Yaudah iya. Bye"

"Bye"

Sambungan telefon diputus.

"Lah? Kak Zey kan naik motor? ga mungkin dia pulang hujan lebat gini"

DUAAARR!

"AAAKKK!!! KAKK ZEEY!!" Teriak Zuka ketakutan. bayangkan saja. Kamar Zuka itu kedap suara, tapi suara petir nya bisa kedengaran sampai sebesar itu.

Seketika dirinya teringat dengan sang mama yang sehari lagi akan pulang. Sungguh tak sabar rasanya ingin melihat wajah beliau secara langsung.

"Papa juga pulang kan yah? Tapi kok waktu itu papa.."

Zuka terdiam sebentar.

"Ahh, mungkin lagi kerja"

Tidak ada teman bicara melainkan petir yang terus saja mengaung diluar sana. Zuka berusaha sabar pada dirinya sendiri atas kepulangan Zey yang sangat ia tunggu.

Dingin-dingin gini..

tiba-tiba pengen Bab.

"Ahh! Kenapa sekarang si?!"

Menyibak selimut yang dikotori oleh darah, Zuka memberanikan dirinya untuk berjalan menuju kamar mandi, juga dengan ponsel yang tak akan mungkin ia tinggalkan.

.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya bersamaan ketika ia keluar dari kamar mandi.

Zuka membuka pintu kamarnya, menampakkan sosok Zey yang sudah basah kuyup karna kehujanan. tangan laki-laki itu terulur, memberikan bungkusan makanan yang Zuka pesan.

Zuka termenung menatap bungkusan tersebut. Apa dirinya terlalu egois? Memaksa Zey untuk segera pulang ke rumah, hingga laki-laki itu menggigil kedinginan. disaat seperti ini pun Zey masih menunjukkan senyum nya.

Tak perduli dengan keadaan Zey yang basah kuyup itu, segera saja Zuka memeluk nya sebagai tanda maaf sekaligus terima kasih.

"Jangan Zuk! Baju kakak basah!" Peringat Zey

"Hiks.. maaf kak.. udah nyusahin kakak"

Tangis Zuka

Zey tersenyum seraya mengusak pelan puncak kepala adik nya, lalu melepaskan pelukan tsb dari tubuh nya yang basah.

"Zuka dengerin kakak" Zuka sedikit mendongak menatap Zey yang lebih tinggi dari nya.

"Kakak harus jagain adik kakak karna itu udah jadi tugas yang emang harus kakak lakukan. Kakak harus gantiin posisi mama papa buat kamu sampai mereka kembali ke hadapan kamu" jelas Zey.

Zuka menangis. Seakan Zey mengatakan hal yang memiliki arti tersembunyi. Mengapa ia tidak mau mengganti kata 'kamu' menjadi 'kita' ?

"udah jangan nangis" Zey meng-lap pipi Zuka yang di lelehi air mata.

"Kamu makan nasi goreng nya. Kakak mau mandi, trus ganti baju"

Zuka menganggukkan kepala nya sebelum akhir nya Zey beranjak menuju kamar.

.

"Zuk" panggil Zey membuka suara.

Zuka menoleh menatap Zey yang berada di samping kiri nya.

"Ada yang suka sama kamu"

Zuka menautkan kedua alis nya "siapa?"

"Temen kakak"

"Ka Luhan?" Tak heran jika Zuka mengiranya Luhan.

Zey terkekeh lalu menggelengkan kepala nya "kamu suka sama Luhan?" tanya Zey

"Engga. Emang kenapa?"

"Luhan itu playboy. Jadi, jangan sampai naksir sama dia"

Zuka terkekeh. Ia kira Luhan laki-laki yang suka bergurau. Ternyata yang selama ini dilakukan oleh laki-laki itu ada tujuan nya.

"Trus siapa dong orang nya?"

"Ntar kamu tau sendiri" Zey mengusak rambut Zuka gemas.

"Kamu belum mandi?" Tanya Zey yang menyadari piyama yang Zuka kenakan.

Zuka terkekeh sebagai jawaban.

"Eh! Bentar2!" Zey memperjelas penglihatan nya pada piyama gadis itu. Terdapat bercak darah dimana-mana.

"Kamu mimisan?!" Tanya Zey panik

"I-iya tadi" jawab Zuka seraya menundukkan kepalanya

"Kok bisa? Udah minum obat?"

"Udah kok"

Zey memeluk Zuka dengan hangat. Setiap kali Zuka mimisan hati nya terasa hancur.

"Gimana kalau mama liat? Pasti dia sedih banget" ucap Zey

"Aku bakal rahasiain dari mama" jawab Zuka masih dalam pelukan Zey

"Ga boleh. Kamu harus terbuka sama mama. Kalau ada masalah cerita. Kalau sakit jangan di pendam sendiri"

Zey melepas pelukan nya.

"Soal surat itu.." ucap Zuka menggantungkan kalimat nya

"Ahh Yaudah biarin. Maafin tadi aku ngomong kasar sama kakak"

Zey mengangguk mengerti. Jika dirinya di posisi Zuka, tentu saja akan melakukan hal yang sama.

"Kak" panggil Zuka yang masih fokus menatap layar Tv

"hm?" Jawab Zey berdehem

"Nonton film hantu ya" pinta Zuka dengan puppy eyes nya.

"Gaada! Kalau takut gausah sok-sok an mau nonton" jawab Zey malas

"Ayolah kak.." pinta Zuka seraya melingkari tangannya di lengan Zey. Zey menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengiyakan permintaan gadis itu.