Chapter 10 - Part 10

Part 10 ini lebih ke Mark.

So, enjoyed.

"Ga nginep aja bang?" Tanya Zey pada Mark yang kini bersiap-siap untuk pulang kerumah nya.

"Ga deh Zey. Lagian besok gue kerja. Lo juga sekolah kan? Hati2 ya dirumah. Jagain Zuka" ucap Mark lalu berpamitan kepada Zey dan Zuka.

Semua orang sudah berpamitan pulang ke rumah masing-masing. Rumah besar itu kembali sepi seperti bagaimana biasanya.

Zuka melangkahkan kaki nya menuju ruang musik, tempat dimana ia melaksanakan kesibukannya yaitu les biola. Entah mengapa, setiap teringat sang mama. dirinya selalu ingin memainkan alat musik gesek itu. Walaupun sisi lain di dalam dirinya, menolak mentah-mentah semua yang sudah ia lakukan selama bertahun-tahun ini.

Semua hanya paksaan. Baginya, semua hanyalah kekangan. Namun, rasa sayang nya terhadap orang tua lebih besar dari pada rasa ingin bermain piano. Ia harus terlihat profesional dalam hal ini. Jadi, tidak satupun seseorang mengetahui keinginan terbesarnya termasuk Zey.

Zey tidak harus mengetahui semua nya.

Zey tidak berhak ikut campur dalam setiap hal yang ada di hidup nya. Begitupun sebalik nya.

Zuka tengah sibuk memainkan biola dengan Zey yang berada di hadapannya.

laki-laki itu mengunyah tiap gigitan apel yang masuk ke dalam mulut nya. Sesekali ia mengoreksi irama yang masuk ke gendang telinga, hingga ke titik klimaks.

Dilain sisi..

"Mereka masih disini!" Sahut wanita itu dengan senyum yang sangat lebar. Suatu penantian yang tak sia-sia baginya, setelah bertahun-tahun menyusun rencana agar semua berjalan dengan lancar.

Semuanya sempat urung, karna kesibukan lain meronggoti hidup nya. Tapi, semua nya sudah di rancang sebaik mungkin. Dan sekarang adalah waktu dimana ia dan suami nya harus menjalani rencana tsb, dimulai dengan selera.

Sluurp~

"Kirain udah pergi" ucap pria yang sesekali menyesap kopi buatan istri nya.

"Gak seenak buatan anak itu. Lain kali aku harus datang untuk cobain lagi" sambung nya yang memperlihatkan smirk.

Wanita itu tertawa ringan. Suami nya itu benar. Ia memang tidak ahli dalam membuat kopi, namun ia ahli dalam menyusun rencana.

"Kapan?" Wanita yang kini memeluk agresif lengan suami nya terlihat semakin menggila karna tak sabar untuk menjalankan aksi kriminal mereka.

"Secepatnya" ujar pria itu pelan.

Keduanya tertawa bersama dengan fikiran kotor yang mereka ciptakan sendiri. Membayangkan harta kekayaan yang dimiliki Rey dan Sora seakan nafsu yang menggebu-gebu bagi keduanya.

Demi harta, walau harus menghabiskan nyawa seseorang pun akan tetap mereka jalani.

Back to Zey and Zuka.

"Udaah main nya. Istirahat sana" suruh Zey. Sudah dua jam ia menemani adik nya bermain biola, namun gadis itu tak menunjukkan rasa lelah nya.

"Kakak ga ada jadwal pemotretan?" tanya Zuka yang sedikit terganggu.

"Nggak. Udah deh, mending sekarang kamu istirahat. Jangan banyak aktivitas duluu. Gak ingat kata bang Mark? sebenernya kamu belum sembuh lhoh Zuk. Kalau mau sembuh harus taat peraturan" ucap Zey menceramahi.

"Peraturan?" tanya Zuka dengan alis yang tertaut.

"Iya. kamu harus banyak istirahat. Kalau mau olah raga, pagi jam setengah 7. harus sarapan. Ga boleh lupa atau telat minum obat. Gak boleh banyak aktivitas dulu. Pokok nya kalau kamu ngerasa capek, jangan paksain buat lanjut. Ingat tuh" ucap Zey panjang lebar. Ia berharap gadis itu mengingatnya, walau pun sepertinya tidak mungkin. Pasti tetap ia lah yang akan mengingatkan adik nya untuk melakukan semua itu.

"Hmm. Sampai kapan?" Tanya Zuka yang mulai mengemasi alat musik nya.

"Tergantung. Kalo kamu jalaninya secara teratur. Bakal lebih cepat proses sembuh nya. Gitu juga sebaliknya" jelas Zey.

Kedua nya beranjak menuju kamar masing-masing. hari sudah menunjukkan pukul 19.30 . mereka akan beristirahat sebentar, lalu kembali turun untuk makan malam bersama. Seperti itulah kebiasaan sehari-hari mereka.

Mark POV

Gue lagi dijalan mau pulang. pas perbelokan, tiba-tiba ada dua motor kebut-kebutan dan untung nya ga ketabrak ma gue.

Tapi, yang buat gue penasaran.. gue kenal jacket yang dipake sama cowo yang naik ninja hitam. tu jacket cuma ada satu di dunia, karna mama gue yang buatin khusus buat adek gue. dia bukan sih? Ahh, gue pengen ngejar. Tapi males, ntar malah bukan orang nya.

Pas udah nyampe rumah, gue langsung masuk ke kamar. Emang mau ngapain lagi gue? Nunggu sambutan dari mama papa gue? Ciih, yakali. Kan mereka lagi di Canada. Gue tinggal bareng adik gue.

Belum semenitan gue diem dikamar. Udah ada aja yang ngetuk pintu. yakin nih, pasti Giant.

Gue buka.

"Kenapa lo?!" Sentak gue waktu pertama kali di penglihatan gue muka dia yang babak belur.

Bukan nya ngejawab, dia malah nunduk. pas gue pegang bahu nya, malah ditepis.

Apasih mau nih anak? Ga bisa sehari aja dengerin apa kata gue.

"Berantem ya lo?" Tanya gue. ya kalau udah kaya gitu pasti habis berantem lah.

"Iya. Dan ini semua gara2 Zuka" jawab dia enteng. Lah?

"Lah? Emang Zuka kenapa?" Tanya gue. Perasaan dari kemaren2 juga Zuka ga dibolehin main hp. Apalagi sampai hari terakhir di rumah sakit, dia sama Zey lagi sama gue. ga kemana-mana.

"Gue suka sama dia" jawab dia. Hah?

"Lah? Kok lo malah nyalahin dia?"

"Gue rebutan sama temen lo!" Sentak dia. Paan sih, ga jelas banget. Ngomong setengah-setengah.

"Siapa? Perasaan temen gue ga ada yang kenal sama Zuka" jawab gue.

"Ralat. Adik kesayangan lo" ucap dia dengan nada merendahkan.

"Ohh? Udah? Bersihin luka2 lo. minta kompres sama bibi. gue mau istirahat" ucap gue trus nutup pintu, ngebiarin dia berdiri di balik sana.

"GUE BENCI LO GIANT! GUE BENCI LO SEMUA!  HIKS.."

Gue natap nanar foto-foto lama adik gue yang gue simpan di dalam lemari.

dia udah pergi ninggalin gue sendirian disini.. gue menganggap kematian itu disebabkan oleh kedua orang tua gue. Walau pun sebenernya gue bingung, siapa yang harus nya disalahkan.

Flash back.

"Aku udah capek mas. Lili ga akan sembuh! percuma, ngabis2 in uang aja tau gak?" Rengek wanita itu pada suami nya.

Ya. Mark mempunyai adik perempuan bernama Lili. Sejak umur 2 tahun, berbagai penyakit selalu menghampiri gadis itu. namun, Mark selalu meyakinkan kedua orang tua nya untuk tetap teguh pendirian membantu Lili agar tetap hidup.

Mark sangat menyayangi gadis itu. apa pun, akan ia lakukan demi selalu bisa melihat wajah lugu nya.

Ketika Lili berumur 6 tahun, gadis itu mengalami gagal jantung. dimana ia yang selalu sesak napas, mudah lelah, juga pembengkakan di beberapa bagian tubuh nya.

Awal nya Mark mengira, gadis itu merasa lelah pada diri nya sendiri karna harus menjalani berbagai perawatan.

Di umur nya yang selisih 4 tahun dengan sang adik, ia belum mengenal apa pun tentang penyakit. yang ia bisa lakukan hanyalah terbuka pada sang adik, menjaga dan membantu merawat nya, selalu menghibur dan memberi kalimat semangat untuk gadis itu.

"Kamu mau sembuh kan?" Tanya Mark dengan senyum yang mengembang.

Gadis yang tengah terbaring itu kini tersenyum manis menatap Mark gembira. Ia mengangguk-anggukkan kepala membenarkan perkataan kakak nya.

"Kamu pasti bisa! semangat ya!"

"Kakak gak akan tinggalin Lili kan? Kakak sayang Lili kan?" Tanya nya bertubi-tubi. Ia memeluk lengan Mark erat. Sungguh, ia takut jika Mark akan meninggalkan nya sendirian di ruang operasi ini.

Mark tersenyum dengan air mata nya yang kini menetes. ia menganggukkan kepala nya meyakinkan gadis itu.

"Kakak jangan nangis! Hiks.. kakak harus disini ya?! Hiks.. disamping sini?!" Pinta gadis itu dengan isak tangis nya.

"Iya sayang.. kakak disini.." ucap Mark menahan tangis nya. Tangan nya akan terus terulur untuk mengelus surai legam gadis itu. Berusaha menenangkan walau sangat sangat sulit.

"Kakak mau janji gak?" Ucap Lili menatap Mark dalam.

"Buat kamu. Kakak akan selalu berjanji" jawab Mark masih dengan senyum nya.

"Kalau aku udah sembuh nanti, kakak harus ajarin aku main piano. Janji ya?" Ucap gadis itu buru-buru.

Mark terkekeh dengan air mata yang bercucuran "yes gurl. Anything for you" jawab Mark

"Hiks.. makasih kak! Hiks.." gadis itu mencium kedua pipi Mark lembut. Mark melakukan hal yang sama untuk adik kesayangan nya.

"Oke.. udah yaa jangan sedih lagi. Kamu bisa sembuh kok.. percaya sama ibu yaa" ucap seorang dokter perempuan menenangi Lili.

"Makasih.. Lili mau kak Mark disini aja" pinta Lili yang masih memeluk lengan Mark erat.

Dokter itu tersenyum, lalu menganggukkan kepala nya. berbohong demi kebaikan tidak akan berdosa bagi nya, karna niat yang paling utama adalah menyelamatkan nyawa seseorang.

"Ayoo suster.." ujar dokter itu ramah.

Setelah suster memasukkan sebuah cairan kedalam selang infus, Lili memejamkan mata nya. Pelukannya pada lengan Mark kian melonggar akibat bius yang bekerja di dalam tubuh nya.

"Mark, keluar dulu yaa. Biar ibu sama suster2 disini fokus kerja nya" ucap dokter itu begitu ramah. Mark menganggukkan kepalanya mengerti, lalu keluar dari ruang operasi.

Lili pasti bisa sembuh. Ayah nya sudah mencarikan pendonor jantung, atas permintaan Mark. Jika pria paruh baya itu tidak menemukan nya, maka Mark sendiri yang akan mendonorkan nya untuk Lili.

'Kakak tunggu kamu' batin Mark

"Kalau aku udah sembuh nanti, kakak harus ajarin aku main piano. Janji ya?"

Suara Lili. Terngiang-ngiang dikepala nya. dirinya dan gadis itu sudah saling melontarkan janji. Mark hanya bisa berdo'a agar Tuhan mengizinkan Lili untuk tetap hidup.

"Mark?!" Panggil wanita paruh baya, berlari kecil ke arah nya.

"Lili nya mana?" Tanya wanita itu yang selama ini disebut-sebut sebagai mama.

"Udah Mark, jangan nangis" sahut papa yang kini duduk disamping Mark.

"Kalian habis dari mana?" Tanya Mark tanpa menoleh.

"Tadi papa sama mama ada rapat di kantor" jawab papa enteng.

'Cih! Masih sempat mikirin bisnis. Emang nyawa anak lo bisa dibeli?!' Batin Mark.

"Operasi nya baru berlangsung?" Tanya mama.

Mark menatap ke arah pintu ruang operasi sebelum akhirnya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Hufft.. mama takut banget" ujar wanita itu pelan

'Takut? Takut apa? Takut kehilangan bisnis? Atau takut bangkrut?' Batin Mark.

Sungguh, kehadiran dua orang ini hanya membuatnya merasa sensi.

"Kalau papa sama mama capek, pulang aja. Biar Mark yang nunggu Lili disini" ujar Mark.

Sepasang kekasih itu saling melempar tatapan ketika mendengar penuturan Mark.

Aura dingin semakin menjadi-jadi pada anak laki-laki itu.

"Kamu marah, Mark?" Tanya papa.

Mark menoleh menatap papa nya datar "nggak kok. Bukan nya rapat itu capek ya?Harus saling tukar pendapat gimana cara nya biar perusahaan papa maju? harus fokus juga sama satu masalah. ga bisa mikirin masalah lain biar rapat nya berjalan lancar" jelas Mark enteng namun terdengar profesional.

Papa dan mama tersenyum menatap anak laki-laki nya itu "papa bangga sama kamu. Kamu emang bisa ngertiin orang tua. Makasih ya Mark" sahut papa menepuk pelan pundak Mark.

'Gue nyindir lo bngst' batin nya

Setelah dua jam lama nya menunggu, tiba-tiba dokter dan juga beberapa Suster keluar dari ruang operasi dengan wajah panik. Zey yang melihat itu dibuat bingung sekaligus takut terjadi sesuatu pada Lili.

"K-kenapa dok?!" Tanya Zey panik

"Adik kamu. Orang tua kamu mana?!" Tanya dokter Sara panik.

"Udah pulang dok, kenapa?" Jawab Mark

"Ayo masuk!" Ujar dokter membawa Mark memasuki ruang operasi.

Lili POV

"Hah? Lili dimana?

"Kak Mark? Kak Mark dimana?!"

"HUAA KAK MARK! KAKAK DIMANA?! HIKS.. LILI TAKUT! LILI SENDIRIAN! HIKS.."

"DISINI GELAP KAK MARK.. HIKS.. LILI TAKUT GELAP.. LILI TAKUT!!!"

"Mama..? papa..?"

Sepasang kekasih itu membalikkan badan nya karna merasa terpanggil. Lili tersenyum sumringah. namun..

Kedua nya tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangan sebelum akhirnya pergi meninggalkan Lili sendirian.

"Lhoh?! MAMA!! PAPA!! TUNGGUIN LILI! LILI MAU IKUT!"

Mama sama papa mau kemana? Kok gak ajak Lili? Kok malah tega tinggalin Lili sendirian disini?

Lili memperlaju lari Lili agar tidak ketinggalan. Beberapa meter sebelum Lili sampai, Lili liat mama sama papa lagi meluk anak laki-laki yang kaya nya seumuran sama Lili.

Itu siapa?

Kok mama sama papa meluk dia, malah ninggalin Lili?

Gak boleh!

"MAMA!! PAPA!! ITU SIAPA?! GAK BOLEH PELUK DIA!" Lili berlari menghampiri sepasang kekasih itu. Namun pihak lain melakukan hal yang bertolak belakang. Ketiga insan itu berlari menghindari Lili hingga sosoknya benar-benar menghilang.

"LHOH?! MAMA!!! PAPA!! HIKS.. JANGAN TINGGALIN LILI!! HUAAA!!!"

"KAK MARK!! KAKAK DIMANA?!"

"KAKAK KAN UDAH JANJI AKAN SELALU NEMENIN LILI!!"

"HUAAA.. HIKS.. LILI CAPEK.. HIKS.. KENAPA SEMUA NYA NINGGALIN LILI?!"

"LILI!"

Lili menoleh.

Lelaki yang sedari tadi dicari-cari. Lelaki yang keberadaan nya sangat diperlukan. Lelaki yang selalu memberi semangat juga senyuman hangat nya pada semua orang terutama Lili.

Laki-laki itu disini..

Kak Mark disini.. lagi berdiri dengan senyum manis nya. Menatap damai ke arah Lili. terdapat secercah cahaya di wajah nya.

Cahaya yang mampu mengurangi rasa takut Lili pada kegelapan yang ada disekitarnya.

"KAK MARK LILI MOHON.. JANGAN TINGGALIN LILI.. HIKS.. CUKUP MAMA SAMA PAPA YANG PERGI DENGAN ANAK BARU ITU.. KAKAK JANGAN.. LILI SAYANG KAKAK!! HIKS.. TUNGGU LILI.."

Lili berlari menuju Mark yang setia menunggu nya di depan sana. lelaki itu membawa secercah cahaya di wajah nya dengan niat membawa Zuka ke tempat yang lebih nyaman dan damai.

Ketika sampai, Mark menghilang dengan dunia hitam yang berubah menjadi taman indah yang terdapat berbagai macam bunga juga air terjun membentuk sungai kecil.

Lili terdiam sejenak menatap pemandangan alam disekitar nya. tempat yang benar-benar indah, juga menyejukkan hati.

"Kak Mark.."

"KAK MARK!" Panggil Lili ketika mendapati Mark yang tengah bermain piano di sebuah bangunan dekat air terjun.

Mark menoleh dengan senyum yang tak bisa diartikan. hanya sebentar. laki-laki itu kembali fokus memainkan piano dengan seorang gadis seumuran Lili disamping nya.

Rasa tak terima kian membara dihati Lili.

Ia berlari menghampiri Mark, namun terhenti karna suara yang sama memanggil namanya tepat beberapa meter dibelakang sana.

"Lhoh kak Mark?" ujar Lili bingung.

Disana. Terdapat Mark yang tengah bermain piano dengan seorang gadis seumuran nya. Juga di batu besar itu, terdapat mama, papa, dan juga anak laki-laki yang tengah duduk bersama diatas nya.

Tapi..

Yang berada dibelakang nya, adalah orang yang sama. Namun mereka berdiri tanpa orang baru disisi mereka.

Hanya Mark, Mama, dan Papa.

"Ayo pulang?" Ajak Mark.

Lili terdiam. Ia menatap pemandangan alam yang ada disekitarnya. Ia berat meninggalkan tempat ini. Suasana nya tentram. Damai. Tidak banyak manusia bahkan tak satupun yang bisa membuat keributan.

Ia butuh tempat ini. Mengingat sakit nya sudah terobati. Ia lelah, menjalani hidup di dunia. Merasakan hal-hal yang bermunculan, membuatnya kian menderita. Tetapi disini.. sangat nyaman.

Tuhan sudah menciptakan tempat ini untuk nya. Balasan untuk manusia yang selalu merasakan sakit di dunia.

"Nggak" jawab Lili dengan lamunan nya.

"Kalau kamu ga mau pulang, kamu ga bisa belajar piano. Kan ini udah janji kita" ujar Mark mengingatkan.

"Tapi Lili nyaman ditempat ini.." jawab Lili tertunduk lesu.

"Lagi pula, tadi Lili liat kakak main piano sama anak perempuan. Yaudah, gapapa. Ajarin dia aja" sambung nya.

"Hm? Beneran gapapa?" Tanya Mark.

"Hm.." Lili menganggukkan kepalanya sekali.

"Lagi pula, Lili ga kalah cantik dari dia. Kakak tetap sayang sama Lili kan? gak akan lupain Lili?" Sahut Lili menatap dalam manik coklat Mark.

Mark tersenyum hangat. Bagaimana bisa dirinya melupakan satu-satu nya adik perempuan yang ia punya.

"Ga mungkin kakak lupain Lili" ucap Mark lalu berjongkok untuk memeluk tubuh mungil Lili.

"Lili sayang kakak. Lili akan selalu ingat kakak" ujar Lili di dalam pelukan Mark

"Kakak ga bisa ninggalin kamu sendirian disini" ucap Mark melepas pelukannya.

"Aku ga mau pulang" ucap Lili masih teguh dengan pendirian nya.

"Yaudah, kakak ikut kamu ya?"

Lili menggelengkan kepala nya.

"Ga boleh. Kakak harus pulang. Sama mereka" Lili menunjuk mama dan papa secara bergantian.

"Lili.. ayok pulang! Kamu ga kangen sama papa?" Ujar papa

"Jangan paksa dia" sela mama yang kini menatap Lili nanar.

"Lhoh? Kok gitu sih ma!" Kesal Mark

Semua nya terdiam. Lili menundukkan kepala nya sebelum akhirnya berkata

"Sampai jumpa di lain waktu!" Ujar nya lalu tertawa ria.

Mark hanya bisa menatap kepergian gadis itu, dengan air mata yang bercucuran.

'Sampai jumpa kak Mark!' Batin Lili

'Sampai jumpa Lili..' batin Mark

Gadis itu kini berlari dan berloncatan tanpa beban. Tidak lagi sakit yang dirasakan. Tidak lagi ada larangan. Suatu kenyataan. Yang Lili lihat adalah masa depan. Masa depan yang hanya Lili yang mampu mengetahui nya, karna hanya ada di dunia nya.

Lili POV end

Tiiiiiiittt~~

"Lili?" Panggil Mark pada gadis itu.

"Lili, sayang. Ini kakak! Bangun Lili!" Mark mengguncang-guncangi tubuh gadis itu agar terbangun.

Tidak ada yang terjadi. Tubuh gadis itu membeku. Wajah lugu nya pucat. Tapi bibir itu.. mengukir senyuman. Bibir itu tetap mempercantik nya walau semua mulai membiru. Itu semua karna Mark yang selalu memberikan senyum terbaik nya pada gadis itu. Mark sudah membimbing nya ke jalan yang benar.

Tidak ada yang bisa Mark lakukan selain menangis, memeluk jasad adik nya yang tak lagi bernyawa. Hati nya seakan ditusuk ribuan pedang.

Jika diberi kesempatan, dirinya akan menunjukkan pada sang adik, Betapa hebat nya ia dalam bermain piano.

Tapi semua sudah selesai. Mark harus merelakan takdir Lili yang sudah seharusnya pulang.

"Good bye.. i love you so much. Forever and ever.. hiks.. Lili.."

Mark mengecup lembut setiap sisi di wajah Lili. Membiarkan air mata nya mengenai kulit gadis itu. Menghangatkan wajah nya yang sejuk dan membeku.

Flash back end.

Mark POV end.