"Oh iya. Ada yang mau ketemu sama kamu"
"bentar lagi dia datang. Sabar ya"
Pintu ber-cat putih itu terbuka, menampakkan sosok laki-laki asal Canada dengan snelli kebanggaan yang tergantung rapi di lengan kanannya.
"Halo! gimana kabarnya" tanya nya ramah. Lelaki itu benar-benar manis. dia selalu memberikan senyum terbaik nya pada siapa pun, walau matanya terlihat sangat lelah.
"Baik!" Sahut Zuka senang.
Mark terkekeh melihat reaksi Zuka yang begitu ceria. Beruntung sekali rasanya bisa bertemu dengan gadis itu.
"Iya ya, kan besok mau pulang" ucap Mark tersenyum menggoda.
Zuka mencebikkan bibirnya mendengar tuturan lelaki itu "bilang aja kangen" ledek Zuka.
Zey tertawa melihat wajah kesal adiknya. gadis itu terlihat salah tingkah ketika Mark menunjukkan senyum khasnya.
"Pd banget kamu, Zuk" sahut Zey lalu terkekeh. Zuka menatap kakaknya sinis
"Emang bener kok, ya kan kak Mark?" Tanya Zuka yang kini menatap Mark dalam. Sejujurnya, ia tidak tega meninggalkan laki-laki itu ditempat membosankan ini. Tapi mau bagaimana lagi, memang sudah tugasnya sebagai
seorang dokter.
"iyain aja" sahut Mark. Ia menatap Zey yang kini termenung menatap keluar jendela.
Ketiga insan itu kini menatap kearah benda pipih yang berbunyi nyaring, menandakan sebuah panggilan masuk namun dengan nomor yang tak dikenal.
Zey meraih ponsel nya, lalu mengangkat
"Halo?"
"Halo, ini Zey kan?"
Zey mengerutkan dahinya bingung, lalu menatap Mark dan Zuka yang juga menatapi dirinya.
"I-iya, saya Zey"
"Yaampun nak, mama kangen banget sama kamu!" Sahut seorang wanita paruh baya diseberang sana.
"M-mama" lirih Zey yang sontak membuat Zuka melotot tak percaya. Mark yang mendengar itu pun hanya tersenyum tipis karna ini semua adalah bagian dari rencana nya.
Ya, Zey pernah menceritakan kepada Mark tentang kedua orang tuanya yang selama ini pergi tanpa mengatakan alasannya. Dan kebetulan sekali, Mark mengenal mereka karna dulu perusahaan orang tua Mark pernah bekerja sama dengan perusahaan papanya Zey. Hingga akhirnya Mark memberikan nomor telefon Zey kepada Soraya dan terjadilah seperti saat ini.
"Mama dapet nomor hp aku dari siapa?"
Tanya Zey
"Ahh, gak penting Zey. Mama kangen banget sama kamu, sama Zuka!" Ucapnya. Zuka yang mendengar itu mengalihkan tatapan nya keluar jendela.
"Mama mau ngomong sama Zuka?" Tanya Zey. Lelaki itu kini menatap manik coklat muda Zuka yang mulai berkaca-kaca mengisyaratkan rasa sedih dan rindunya.
"Iya, Zuka nya mana? Udah tidur ya?" Tanya nya. Dengan cepat Zuka menggelengkan kepalanya, mendorong pelan ponsel milik Zey pertanda sebuah penolakan.
Zey menautkan kedua alisnya bingung
"Kenapa?" Tanya Zey pelan agar wanita diseberang sana tidak mendengarnya
"Besok aja" jawab Zuka lalu tersenyum tipis. Mark mengelus puncak kepala gadis itu. Matanya sudah terlihat sayu karna mengantuk mengingat hari juga semakin larut malam.
"Kalau ngantuk tidur aja" ucap Mark. Zuka menganggukkan kepalanya, lalu mulai memejamkan mata karna rasa kantuk yang melanda. Tangan kekar itu tak pernah lepas untuk tetap membelainya. Zuka merasa sangat nyaman bila berada disamping laki-laki itu. Walaupun ia juga sudah mempunyai Zey yang akan selalu berada disisi nya.
"Hmm Yaudah, jadi ngobrol nya besok aja. Zuka nya udah tidur" sahut Zey menatap gadis yang sudah memasuki alam mimpinya.
"iya,besok mama telfon lagi ya"
"Iya ma"
"Bye!"
"Bye"
Sambungan telefon terputus sebelah pihak. Zey mengajak Mark berkeliling sebentar untuk membicarakan beberapa hal yang akan ia sampaikan pada Zuka sebentar lagi.
"Maaf ya bang, udah banyak nyusahin lo selama disini" ucap Zey. Mereka sedang menyusuri kota ditengah malam untuk sekedar me-refresh otak.
Mark terkekeh pelan "nggak kok. Justru gue yang minta maaf karna sekarang lo harus berbagi adik sama gue" lantas keduanya pun tertawa karna kalimat yang dirangkai Mark terlalu dramatis.
"Gue gak akan marah selagi adik gue bahagia" sahut Zey.
"hm. Jadi gimana" tanya Mark
Zey menoleh sebentar kearah lelaki itu lalu menjawabnya "gue gagal jadi kakak buat Zuka. Pertama kali gue liat dia mimisan waktu masih kecil. gue khawatir, tapi gak terlalu berlarut karna semenjak orang tua gue pergi, gue sama Zuka harus saling menghidupi. Dan ternyata penyakitnya larut sampe sekarang" jelas Zey lalu tertunduk sedih.
Mark menepuk-nepuk pelan punggung Zey memberikan ketegaran pada laki-laki itu "lo tau gak, seandainya hari itu gak terjadi. Lo gak akan tau kalau selama ini Zuka kena Leukimia. seandainya hari itu terjadi pas Zuka lagi gak sama lo dalam artian dia sendiri. yaa intinya lo peran penting"
Zey tersenyum tipis. Ia membenarkan perkataan lelaki itu karna seperti itulah kenyataannya "untung masih stadium 2. gak kebayang kalau gue telat. cuma dia yang gue punya" lirih Zey
"lo harus berterima kasih sama tuhan. Sama lo harus selalu jagain dia. Pantau dia untuk teratur minum obat. Lo harus jadi kaka yang protect. jangan dengerin kata orang yang bilang lo lebai. Zuka lebih berharga dari semua yang ada di
dunia lo. Jangan sampai lo kehilangan dia" ucap Mark menasehati.
Zey menganggukkan kepalanya membenarkan "iya, gue janji. gue akan jaga dia sebisa gue" Ia menundukkan kepalanya menatap aspal yang kini warna hitamnya mulai memudar "gue salut sama Zuka. lo bayangin deh, gue sama dia itu ditinggal waktu umur gue 7 tahun. Cuma berdua. gak ada yang dampingin Zuka selain gue yang gak punya sifat keibuan. Tapi gue selalu berusaha kasih dia yang terbaik, dan yang bikin gue bersyukur banget ya karna Zuka ga pernah membantah" jelas Zey
"Ooh, berarti udah 12 tahun kalian ditinggal sama ortu?" tanya Mark
"Iya. setiap dia nanya tentang mereka, gue selalu ngehindar. bukan karna apa. gue cuma takut Zuka down karna masalah yang bagi gue udah gak penting lagi buat difikirin" ucap Zey. Mark menganggukkan kepala pertanda paham.
"Mmm.. Zey" panggil Mark. Zey menoleh menatap lelaki yang sedang berjalan beriringan disampingnya.
"Boleh gak, gue nemuin kalian diluar rumah sakit?" Tanya Mark. Zey terkekeh mendengar pertanyaan yang harusnya tidak usah ditanyakan. Ia tidak pernah melarang siapapun untuk menemuinya ataupun Zuka. Terlebih lagi orang baik seperti Mark. siapa yang tidak nyaman.
"Kok lo nanya sih. sekarang kan lo kaka nya Zuka. Artinya lo kaka gue juga. terserah lo mau kapan aja datang ke rumah. lo orang baik, gak akan ada yang permasalahin" ucap Zey. Mark tertawa lalu menganggukkan kepalanya.
Mereka kembali mengambil jalan untuk menuju rumah sakit karna hari sudah menunjukkan pukul 11 malam. sejak melewati perbelokan, tidak satupun diantara mereka yang membuka suara. hanya ada suara kendaraan yang kebut-kebutaan dan juga obrolan para pejalan kaki.
Beberapa meter sebelum memasuki area rumah sakit, Zey membuka suara
"Mark" panggilnya
Mark menoleh "what?" Tanya Mark.
Zey terdiam sejenak, lalu melanjutkan
"gue mau ngomong sama lo" ucap nya.
"Tapi lo harus janji. Jangan kasih tau siapa-siapa apalagi Zuka" sambungnya
"Why? Ada masalah?" Mark menatap Zey dengan kedua alis yang tertaut.
"G-gue.. jantung" ujar Zey pelan.
Mark terdiam. Ia menatap Zey yang kini tertunduk dengan fikirannya yang terus bergulat.
"Udah lama?" Tanya Mark. Zey mengangguk lesu.
"5 tahun yang lalu gue diam2 periksa ke dokter. awalnya gue juga heran, kenapa gue mudah capek. trus juga tiba-tiba keringat dingin. YAA TAPI IT'S OK! gue sekarang baik2 aja. gue masih bisa jaga adik gue" ucap Zey lalu tersenyum tipis. Walaupun ia tidak terlalu yakin dengan perkataannya.
"Zey. Jangan sungkan2 ya buat cerita ke gue. gue bakal kasih solusi buat lo" ucap Mark dengan senyum hangat nya. Zey menganggukkan kepalanya.
"Lo bisa sembuh. PASTI" ucap Mark yakin. Zey terkekeh "semoga" jawabnya.