"Sayang,"
"Apa?" jawab Salsha yang masih fokus pada ponselnya, entah apa yang sedang dia lakukan saat ini. Aldi yang ada disebelahnya merasa terabaikan, dan seharusnya Salsha tahu jika Aldi tidak suka diabaikan.
"Udah dulu main handphone nya, aku dicuekin dari tadi. Kamu asik banget main handphone kamh sendirian," Salsha masih cekikikan tidak memperdulikan Aldi yang sedikit kesal. "Sayang,"
"Kamj itu apa-apaan si, aku lagi main game. Kalah kan," kesal saat ponselnya direbut oleh Aldi dan dikembalikan sudah mati. "Aku dateng ke rumah kamu loh, mau ngapelin pacar. Bukan nungguin kamu main game sampe dua jam lebih," Aldi mengerucutkan bibirnya marah.
"Uuuuu, pacar Salsha marah. Gemesin banget si, sini peluk," goda Salsha tertawa dengan ucaoannya sendiri dan memeluk Aldi dari samping. "Soalnya tadi pas kamu dateng aku lagi main, jadi males berhenti," sambung Salshha merasa tidak bersalah. "Ih kamu, nyebelin," Salsha bergantian kesal saat Aldi menium pipinya secara random. Tapi oercayalah, Salsha sedang berusaha untuk terbiasa.
"Mau keluar enggan malem ini, aku tadi dapat duit ngerampok dari ayah minta dibanyakin biar bisa isi bensin full," Aldi terkekeh saat melihat Salsha melotot padanya.
"Kalo minta duit ke ayah kamu banyak jangan aku yang jadi alesannya bisa enggak si, kamu tuh nurunin derajat aku banget dimata ayah kamu," Saat kemarin Salsha sakit, Aldi mengaku ladanya jika Aldi kembali merampok uang ayahnya untuk merayakan kesembuhan Salsha, dan pada akhirnya Salsha hanya sebagai perantara uang jajan tambahan Aldi.
"Soalnya, kalau aku minta ke bunda aku tahu enggak akan dikasih. Ayah baik ke aku kalau alesan aku minta uang soal kamu," Salsha memutar bola matanya malas.
"Ayo pergi keluar, kamu enggak bosen dirumah mulu. Bang Raysatya pergi kan, dia udah kuliah ke Bandung," Salsha mengangguk. "Makan pecel ayam aja ya, yang didepan salon kucing kamu itu. Disana porsinya banyak, hemat juga," Aldi mengangguk, dia mengelus puncak kepala Salsha.
"Udah ayo," ajjak Salsha yang tiba-tiba berdiri dan mengambil ponselnya. "Tumben enggak ganti baju," tanya Aldi bingung karena Salsha akan merengek padanya untum berganti pakaian. "Enggak ah, ini aku udah pake switer males ganti. Kasian bibi nyuci baju aku banyak nanti," Aldi mengangguk.
"Yuk," Aldi berdiri setelah memasukan ponselnya dan mengambil kunci mobil. Tangan merema bertautan satu sama lain dengan hangat. "Kamu yang bayar kan?" tanya Aldi yang ingin menjahili Salsha, benar saja respon Salsha sangat kesal. "Iih ALDI, males keluar ah," Sebelum Salsha kembali masuk ke rumahnya, Aldi lebih dulu menarik Salsha untuk mendekat padanya.
"Bercanda sayang," ucap Aldi yang menenangkan Salsha, dia mengelus pelan pipi kanan Salsha dan membelakangkan rambut Salsha yang menutupi wajahnya. Salsha hanya mengerucutkan bibirnya.
°°°
"Aku berusaha percaya sama kamu," ucap Wiga pada Nita yang sekarang sedang tersenyum miris. Apa untuk kesekian kalinya Nita harus menjelaskan jika dia sangat mencintai Wigasetiap dia berkencan. Dan bukan hanya Argo, Dewa pun Wiga bicarakan. Wiga selaly memaksa jika Mita tidak boleh bersentukan dengan laki-laki lain selain dirinya. padahal itu sulit untuknya.
"Iya, harusnya kamu percaya sama aku karena aku percaya sepenuhnya sama kamu," Wiga mengangguk biasa, ya memang dia harus mengangguk apa lagi? "Udah ayo pulang, udah malem. Besok sekolah aku jemput ya," Gara yang tersenyum, dia mengelus pelan pipi Nita mesra. "Kamu cantik, dan akan selalu terlihat cantik dimata aku," Setelah mengucapkan perkataan itu, Wiga mencium pelan pipi dekat dengan telinga Nita hampir sampai bibir Nita. "Makasih jadikan aku yang pertama. Dan aku akan bertahan untuk menjadi yang terakhir buat kamu," Nita tersenyum malu, tidak Nita sadari pipinya merah merona menahan malu.
"Udah ayo, malu diliatin yang yang lain," Gara mengangguk, dia melingkarkan tangannya membawa tubuh Nita untuk lebih dekat padanya. Entahlah, menurut orang lain jika ada cowok merangkul pinggang cewek dengan mesra mungkin terlah terjadi maslaah. Seperti perlakuan atau tugas seorang suami pada istri, maybe?
°°°
"Dasar bego!" keluh Dewa saat sampai pada rumah sakit yang sama saat Salsha mendapat oenanganan.
"Brisik," Devan kesal, niat baik ingin memperlihatkam Aldi yang sedang terbarik sakit diranjangnya justru hal itu terjadi pada dirinya sendiri.
"Masih untung gue enggak langsung perkosa Salsha saat itu juga tadi, jadi jangan coba-coba lo kontrol gue. Gue punya cara sendiri," Dewa tertawa sumbang. "Gue mau berjuang sendiri, gue tarik kata-kata gue kemarin,"
"Pengecut!" ejek Devan yang meluhat Dewa konyol, dia memukul pundak Dewa keras. "Segitu lemahnya lo jadi cowok Wa, cuma karena Salsha. Lo lemah!"
"Lo mau nyesel buat yang ke dua kalinya? Saran gue dapetin dia lagi sebelum dia ninggalin lo jauh," ucap Devan memberi saran pada sahabatnya, ya sahabat lamanya. "Gue enggak akan termakan omong kosong lo,"" Devan tertawa, dia mengelus kepalanya yang dibalut dengan perban. "Luka ini yang gue terima cuma demi menyatukan lo sama Salsha, dan lo ditolak sama Salsha udah lemah gini?"
"Mana Sadewa yang dulu gue kenal, jangan munafik. Gue tahu lo enggak bisa move on gitu aja dengan mudah," Dewa menatap sahabatnya datar, jika Devan tidak suka diatur, jangan mengatur orang lain. "Gue kehilangan dia, nyesel juga karena nuruti saran lo. Dan gue sadar, keberadaan lo yang buat gue jadi pesuruh lo," Devan memutar bola matanya malas. "Hasrat binatang lo itu yang pengen dapetin Salsha, dan melibatkan gue, Nita dan Argo. Brengsek!" Devan tertawa terpingkal-pingkal saat Dewa menuduhnya "5 tahun kita sahabatan dan lo masih terus nyalahin gye? Wah, segitu begonya lo Wa cuma karna cewek,"
"LO!" tuding Dewa kesal, wajahnya memerah menahan marah, nafasnya menderu karena menghadapi Devan. "Apa?" tanya Devan yang terlihat biasa saja, dia tidak merasa berdosa sedikitpun pada Dewa. Bahkan dia juga tidak pernah berfikir jika dia akan menyakiti Aldi, sepupu jauhnya sendiri. Entahlah.
"Gue pergi," pamit Dewa yang terlihat kesal, dia berjalan menjauh menahan luapan emosi yang beekumpul dikepalanya. "Singa tetap sjnga, dia paling kuat di rantai makanan daratan, jangan jadi ikan saat lo di darat, itu bodoh," Devan tertawa keras saat mengatakannya
°°°°
"Udah," Salsha mengangguk, dia mengelap sudut bibirnya menggunakan tisu. "Ayo," Ajak Slasha mengajak Aldi untuk pmembayar dengan berpegangan tangan. "Jadi berapa pak?"
"38 ribu mas," Aldi mengambil dua lembar duapuluh ribu dan menyerahkannya pada pejualnya dan dompet tebal itu kembali masuk saku celananya. "Kembaliannya buat besok kalo kesini lagi aja ya pak, kita pulang dulu. Makasih, makanannya enak banget, bikin angih," Aldi langsung menarik tangan Salsha untuk mengikutinya, mereka segera masuk mobil dengan Salsha yang masih terus mengeluh.
"Yang, jangan bikin malu deh," Aldi masih tertawa geli dengan wajah masam Salsha yang memang selalu tidak nyaman dengan humornya. "Hidup jangan dibuat tegang yang, kalo hidup enggak ada bercandannya itu enggak enak, semu, hampa, pahit, hambar, enggak ada rasa," Salsha memukul kepala Aldi. "Kamunya aja yang kebanyakan drama!" jawab Salsha menimpali ucapan Aldi.
"Udah, pulang aja ya. Udah ngantuk soalnya, kalo kamu izinin aku tidur di rumah kamu aku enggak apa-apa si jalan-jalan lagi." Salsha memelototkan matanya tidak satu pendapat. "Enggak boleh, belum muhrim," Aldi tersenyum, dia menyalakan mobilnya dan memasang sabuk pengamannya sendiri. Setelah selesai, dia kembali mencuri ciuman dibibir Salsha yang baru saja akan memasang sabuk pengamannya.
"Iih, kamu itu!" protes Salsha saat Aldi melakukannya tiba-tiba. "Kiss trip, sayang,"