"Go," Sadewa memberikan susu hangatnya pada Argo yang masih duduk melamun. "Hm,"
"Maaf soal tadi, gue enggak bisa cegah kalian berdua," ucap Dewa yang baru saja membersihkan luka Argo. Ternyata, dengan mata tajam Dewa yang terus memperhatikan Wiga membuat adik tirinya menghentikan perlawanan itu dan menarik tangan Nita menjauh dari Argo.
"Sans," Ada senyum miris yang terlintas dari bibir lengkungan tipis melengkung kecil. "Gue enggak apa-apa," Sadewa mengangguk.
"Satu fakta yang enggak lo tahu tentang gue, Go," Argo menaikan alisnya bertanya pada dirinya sendiri. "Lo punya rahasia yang enggak gue tahu?" Dewa mengangguk samar.
"Cowok yang baru aja berantem sama lo itu adik tiri gue, pacar Nita adalah adik gue," Argo terdiam namun kembali tertawa kencang, dia tidak oercaya sama sekali.
"Pantes aja lo enggak cegah, ataupun pisahin kita. Secara batin lo ngelindungin Wiga, dengan maksud buat nyakitin batin gue iya?" Dewa menggeleng keras kepalanya jika bukan itu yang dimaksudkan Sadewa.
"Hubungan gue sama dia enggak baik-baik aja, dan gue enggaj mau ikut campur urusan dia. Lo, Nita sama Gara, kelian bertiga udab punya masalah, dan gue enggak mau ikut campur dan membuatnya semakin sulit, gue tahu diri Go," Argo diam saja, Sadewa kembali melanjutkan bicaranya. "Berkali-kali dia berusaha bunuh diri gara-gara Nita maksa putus, dan gue yang berulang kali juga nganter dia ke rumah sakit bahkan nyawanya aja hampir enggak ada,"
"Adik tiri gue masih enggak mau nerima pernikahan orang tua kita. Dia belum bisa menerima dan enggak mau bundanya digantikan sama posisi mama gue, dia enggak mau dengerin siapapun dan dia terus aja ngebantah dan ngeluarin ucaaan kasar ke ayahnya sendiri. Gue sama mama enggak bisa buat apa-apa, walaupun tujuan awal ayahnya agar dia enggak kekurangan kasih sayang seorang ibu. Gue sama mama udah dubenci sama dia lima tahun dan selama ini dia pergi dari rumah dan hidup pakai uang dia sendiri," Argl terlihat terkejut mengetahuinya.
"Rumah ini?" tanya Argo memastikannya juga.
"Rumah Gara. Sekarang ayahnya sibuk kerja dan mama juga ikut, awalnya pakai alasan biar gue sama dia akur. Nyatanya sampai sekarang juga dia enggak pernah pulang sekedar minta uang ke ayah atau lainnya," Dewa tertawa konyol. Mana pernah Wiga pulang ke rumah setelah satu tahun tinggal bersama, pertengkarannya dengan ayahnya yang membanding-bandungkan Gara dengan Sadewa adalagi saat Wiga memaki-maki mama Sadewa dengan sebutan jalang.
"Gue minta tolong sama lo Go, jauhin Nita. Seharusnya Njta udah bahagia sama Gara sejak awal mereka pacaran, Nita yang selalu marah kalo dia dibilang jalang cuma gara-gara ngebela lo karena bilang kalo kalian sahabatan aja. Gue tahu Nita bego dan polos, tapi gue udah lihat jauh gimana mereka berdua bersatu bareng tanpa bawa-bawa lo. Jauhin Nita ya? gue mau lihat adik gue bahagia satu kali aja, gue enggak mau dia depresi lagi," Argo akan menolaknya namun masih tidak enak hati pada Dewa. "Dew--"
"Tolong, Go. Gue enggak main-main, lo boleh suka sama cewek lain bahkan yang punya cowok sekalipun. Tapi jangan Nita, jangan yang berurusan sama adik gue, sebagai kakak gue mohon sama lo. Gue mau lihat gimana bahagianya dia tanpa terbebani hubungannya, gue mohon sama lo," ulang Sadewa memohon pada sahabatnya. Argo mengangguk samar, walaupun dia juga bingung. Argo anti sosial. Jadi harus siapa?
"Lo boleh hancurin hubungan orang lain, tapi gue minta sama lo, tolong banget lo hapus perasaan lo ke Nita. Gue mohon banget,"
•••
Salsha melihat dengan jelas bagaimana Salsha memukuli Devan yang statusnya adalah sepupunya sendiri, Wiga masih diam fokusnya masih pada Aldi yang memukul keras-keras Devan tidak ada keinginan memisahkan keduanya. Salsha memukul bahu Wiga kasar melotot meminta bantuan pada Wiga melewati matanya untuk memisahkan keduanya. "Apa?" tanya Wiga seperti orang bodoh.
"Pisahin bego!" Wiga meringis. "Enggak bisa, kalo gue kena pukul Aldi langsung mati gimana?" Salsha melihat Wigara kesal, cowok macam dia yang suka melihat temannya berkelahi dan dia sendiri masih berdiri memperhatikan saja. "Percuma lo punya kelamin, kalau berantem aja enggak berani," Wiga mundur saat Salsha mengatakannya.
"Sialan lo," umpat Wiga dengan menutup arenya dengan kedua tangan. Salsha masih melihat Aldi yang memukuli Devan dengan nafsu besarnya. "SAYANG!" teriak Salsha berusaha memisahkan keduanya.
"Mundur kamu!" seru Aldi yang membuat refleks saja. Sekarang Aldi sudah menginjak dada Devan sudah tidak berdaya. "Apa dady lo enggak memperingati lo buat enggam ikut campur uruan gue? apa uang yang lo dapat dari dady lo masih belum banyan sampai-sampai lo mau buat hubungan gue sama Salsha hancur dan gue bunuh diri begitu?" Devan masih diam dengan nafas yang tersengkal. "Jawab bangsat!" Salsha sampai terkejut dengan bentak Aldi. Devan yabg masih diinjak dibawahnya menggelengkan kepalanya lemas.
"Gue disuruh," ucapnya dengan melempar kenyataan. "Sadewa yang nyuruh gue," sambung Devan melihat Aldi dengan tatapan memelas. Luka diwajahnya sudah membuat wajahnya sobek parah, bibir, pelipis, rahang dan hidungnya sudah mengeluarkan darah kental dan Aldi tidak perduli.
Wiga bingung akan mempercayai siapa, kakak tirinya atau Devan yang katanya sudah berlibur di penjara. Ingin sekali Wiga membela Sadewa, tapi bukankan Wiga tidak ada hak. Buat apa membela Sadewa, dia saja tidak mempeedulikanny kan.
"Itu laptop Sadewa?" tanya Aldi menujuknya dengan dagunya, Devan mengangguk dan bernafas lega saat Aldi berjalan mendekati laptop itu.
"Gue disuruh Sadewa, gue enggak ada alasan buat enggak lakuin apa yang dia minta karen dia yang bebasin gue sebelum masa tahanan habis. Apapun cara dan seberapa pengeluarannya Sadewa yang atur," Wajahnya mewakili semua perkataan jujurnya, Aldi jesa hanya diam saja. "LO!" kesal Aldi dengan berteriak menujuk Devan.
"Lo sepupu gue, tapi lo berpihak sama dia?" tanya Aldi tidak habis pikir. "Dia ngancem bunuh gue kalau gue enggak lakukan apa yang dia minta," Salsha dan Wiga masih terdiam dengan pikirannya sendiri, bukankah Sadewa hanya diam saja beberapa hari ini? tidak mungkin juga melakukan hal buruk seperti ini kan.
"Enggak mungkin," Salsha membantahnya karena dia pikir Sadewa mungkin tidak akan sejahat itu. "Apa kamu bilang?" Aldi berjalan mendekat pada Salsha yang masih bingung dengan ala yang baru saja diucapkannya..
"Bu-bukannya, Sadewa enggak pernah ketemu sama dia?" tanya Salsha terbata-bata karena memang setau Salsha, Sadewa tidak mengenal Devan. Aldi kembali mengalihkan tatapannya pada Devan, benar kata Salsha.
"Al-" Wiga ingin ikut dalam permasalahan itu namun dihentikan. "Lo diem!" perintah Aldi tidak ingin mendengarkan Wiga. "Cerita awalnya gue disuruh nyambung WA Salsha ke handhpone gue tapi berhubung temen Salsha ngasih gue laptopnya, Sadewa minta laptop Salsha kemarin dan itu lalptop Sadewa," cerita Devan mengatakan ala yang sejujurnya terjadi padanya. "Alasan," gumam Salsha tidak terima.
"Setahu aku Dewa enggak akan lakukan hal kaya gitu cuma karena mau balikan sama aku, sejauh aku kenal dia, Dewa enggak pernah satu kalipun curang buat hal sesepele ini,"
"Jadi, kamu belain dia?" Salsha menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak, aku cuma," Slasha diam saat melihat Aldi melihatnya datar intimidasi.
"Tapi tadi kamu bilang gitu seakan-akan kamu tahu semua yang dia lakukan dan enggak dia lakukan," balas Aldi tidak kalah kesal. "Karena aku sama Dewa pernah satu hubungan," lirih Salsha takut membuatnya marah lebih besar.
"Aku harap kamu bela orang Sal," Salsha menggelengkan kepalanya matap melihat mata Aldi. "Enggak " jawab Salsha mantap.
"Kita enggak bisa nuduh kalo tuduhan itu belum bener kan?" tanya Salsha yang diangguki oleh Wiga. "Tapi Devan sepupu aku," nawab Aldi menbuat Wiga angjat bicara.
"Lo enggak tahu musuh datang dari mana? Lihat gue? lo enggak tahu kalo mungkin aja gue musuh lo yang enggak terlihag," Aldi menggelengkan kepalanya percaya. Bagaimana bisa Aldi mencurgai Wiga yang sudah dianggapnya sebagai adiknya.
"Gue percaya sama lo sejauh ini," jawab Aldi yang membuat Wiga tertawa. "Lo enggak boleh percaya sama orang sampai segitunya, lagipula orang buruk pura-pura baik juga banyak," Wuga melihat Aldi terdiam dengan wajah serius. "Musuh datang dari lingkup mana aja," Benar. Yang dikatakan Wiga memang ada benarnha, musuh datang dari segala arah kan.
"Musuh besar adalah orang yang paling dekat dari kita, lo enggak boleh percaya sepenuhnya sama seseorang. Karena saat lo mulai percaya, lo akan tahu kalo orang yang lo percaya adalah orang yang paling nyakitin lo sampai dasar," Devan memutar bola matanya malas ikut berdebat, disini apa yang berbohong dan siapa yang jujur memang tidak ada yang tahu. Tapi tolong psrcayalah pada Devan. "Setahu gue laptop Dewa enggak warna putih," sambung Wiga, namun Aldi tidak percaya. "Lo tahu dari mana?"
"Gue yang duduk dibangku sebelah dia," Aldi melayangkan tatapan tajam pada Devan. Bukankah sekarang ada satu adik yang membela kakaknya secara tidak langsung?