Chereads / Greentea Latte / Chapter 1 - -1- Pemeran Utama

Greentea Latte

🇮🇩Depaaac_
  • 369
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 359k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - -1- Pemeran Utama

Sepahit Greentea namun selembut Latte, itu kisah cintaku ~ Ghirel Sananta.

"Gue maunya lo, bukan siapapun!" Seorang gadis berambut pendek sedang berdebat dengan pemuda bermata elang dan senyum sinisnya. Afka Fedrick, badboy ala-ala dunia novel dengan tampang rupawan dan kekayaan berlimpah.

"Gue udah bilang gak mau. Lagian kenapa harus gue sih?" Afka menatap gadis di depannya dengan sinis. Gadis keras kepala yang tak henti-hentinya memaksa. Afka merasa jengah dengan kelakuan gadis tersebut. Sudah ribuan kali Afka menolah menjadi pemeran utama dalam shortmovie yang digunakan sebagai tugas akhir sekolah.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya, tatapannya masih angkuh dengan rahang mendongak karena Afka yang lebih tinggi. Dia menarik nafasnya dengan berat, kepalanya berdenyut setelah berkali-kali menjelaskan alasan mengapa harus Afka yang menjadi pemeran utama. Alasan klise yang tak lain karena ketampanan Afka.

"Gue udah ngomong'kan? Karena lo ganteng kayak romeo." Jawab gadis tersebut sambil menurunkan intonasinya. Dia mencoba untuk bersikap halus, barangkali Afka akan terbuai.

"Gue memang ganteng, tapi gak mau kalau lo manfaatin gitu aja." Afka berjalan perlahan meninggalkan lokasi. Tanpa dia sadari, gadis itu sudah mengekori Afka sambil berusaha mencekal pergelangan tangannya. Dia menatapnya penuh harap kepada teman-temannya agar mau membantu. Tetapi, tentu saja itu hal yang mustahil. Tidak ada yang berani berurusan dengan laki-laki itu karena dia memang tak tersentuh. Aura dingin pada lingkup Afka terasa menyeramkan, mampu membuat siapapun yang terjerumus merasakan sakitnya.

"Afka? Gue gak pernah ganggu kehidupan lo sama sekali, cuman kali ini aja gue ganggu. Lo gak mau bantuin gue?" Gadis itu menatap penuh harap pada pemuda yang tengah melepas paksa tangannya.

"Enggak." Ketus Afka.

"Tapi... gue maunya lo," cicit gadis tersebut. Afka hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Gue akan lakuin apapun yang lo minta deh..." kata gadis itu.

"Yakin?" Gadis itu berbinar kala melihat Afka yang mulai melunak. Ekspresi dingin dan menusuk seakan lenyap, menyisakan sebuah seringaian tajam yang terlihat mengesankan. Entah mengapa, gadis itu menyukainya. Dia mengangguk tanpa berpikir panjang. Baginya, tugas ini lebih penting dari apapun.

Melihat gadis tersebut mengangguk dengan mata berbinar, Afka mendekat. Dia mengikis jarak antar keduanya, semakin dekat hingga tak tersisa. Tangannya merengkuh pinggang ramping milik gadis itu. Wajahnya maju, bibirnya sekarang berada tepat di telinga gadis tersebut.

"Gue mau lo jadi pemeran utama dalam hidup gue, Ghirel Sananta. " bisik Afka membuat gadis bernama Ghirel tersebut membelalak terkejut. Dia membeku bagai tersihir aura dingin Afka. Ghirel tak kuasa menolak, kepalanya mengangguk otomatis menimbulkan senyum kemenangan pada Afka Fedrick.

"Eh, enggak! Gak mau!" Kesadaran Ghirel kembali, dia merutuki dirinya yang sempat terlena dengan pesona Afka.

Di sisi lain, Afka tersenyum senang. Dia tau bahwa gadis itu tak akan bisa menolaknya. Afka mundur selangkah, memberi jarak setelah mendengar keluhan dari 'banyak' kekasihnya.

"Gue tunggu sampai jam tujuh malam." Kata Afka sambil mengacak rambut Ghirel.

***

Kantin sedang cukup ramai mengingat bel istirahat baru saja dibunyikan. Ditengah keramaian tersebut,Ghirel yang tidak tahu malu menghentakkan kedua kakinya di samping seorang penjual seblak langganannya. Mereka memang cukup dekat hingga sering menimbulkan rumor tidak sedap soal hubungan keduanya.

Sampai detik ini, Ghirel belum pernah memiliki seorang kekasih. Kecantikan wajah dan hatinya sudah banyak menghiasi pikiran para siswa di sini. Namun, entah mengapa setiap ada yang mendekati Ghirel maka besoknya dia akan menghilang. Ghirel sudah menjadi korban ghosting berkali-kali.

"Neng, kalo kesel jangan lampiasin ke abang atuh!" Kesal Bang Mpik sembari menyuguhkan seblak kesayangan Ghirel dengan level pedas tidak manusiawi.

Dia tidak mempedulikan Bang Mpik, Ghirel terus mengoceh sambil menyantap seblak miliknya. Dia bisa melihat seseorang yang membuatnya merasa kesal seharian. Afka sedang berada di kantin sebelah bersama tiga orang perempuan yang sebaya. Mereka tak henti-hentinya memuji ketampanan Afka membuat Ghirel merasa muak.

***

"Jie, lo beneran berurusan sama dia?" Siska datang tergesa-gesa, menghanpiri Ghirel yang tengah membolos pelajaran di musholla. Gadis itu kerap melakukan hal ini lalu beralasan ketiduran setelah sholat.

Siska Mariana Johannes, sahabat Ghirel dengan wajah angkuh dan sifat yang dingin membuat aura mengintimidasi selalu mengelilingi gadis tersebut.

Siska bisa melihat Ghirel mengangguk lesu, sahabatnya terlihat gundah dan uring-uringan seharian penuh. Hal itu membuat Siska merasa tidak tega.

Meskipun mereka baru berteman baru-baru ini, lebih tepatnya selama satu tahun tetapi keduanya sudah terbilang cukup dekat. Ghirel selalu mengandalkan Siska dalam banyak hal. Siska sudah seperti sosok pelindung untuknya.

"Cuman gara-gara ini, lo sampai bolos?" Tanya Siska. Lagi-lagi, Ghirel hanya bisa mengangguk.

"Bolosnya gue juga berfaedah Sis, di musholla nih!" Ghirel berusaha membenarkan posisi tidurnya di lantai. Ia menekuk sikunya dan menjadikan telapak tangannya sebagai bantal.

"Kalo di mushola dzikir mah iya berfaedah. Lah ini? Cuman ngeliatin anak rohis doang udah ngerasa paling alim,"cibir Siska dengan suara yang cukup keras hingga anak rohis yang sedang di mushola menoleh ke arah keduanya. Memang dasar mulut bocor tak tau malu itu harus disekolahkan.

"Apa gue terima aja ya Sis?" Ghirel bangkit dari posisinya dan mengacak rambutnya dengan frustasi. Dia merasa masalah ini tidak mendapat titik terang.

"Lo gila? Lo tau'kan dia sejahat apa sama cewek? Dia Singa Jantan Jie!" Jawab Siska sembari menatap Ghirel dengan tatapan tak percaya.

Singa Jantan adalah gelar Afka yang diterimanya semenjak hari pertama sekolah. Hal itu karena dia meluluhkan banyak wanita hingga rela menjadi selingkuhan dan pacar ke sekiannya.

Afka dicintai bukan karena sifat romantis atau rayuan mautnya. Dia dicintai karena ketampanan dan sisi maskulinnya. Sifatnya yang dingin, tak berperasaan, dan suka menyakiti orang lain dengan perkataannya menjadi poin minus untuk laki-laki tersebut. Tak jarang orang tersinggung dengan Afka. Namun entah dimana mata para gadis yang mendambakan pemuda itu hingga mau menurunkan harga dirinya.

"Terus gue harus gimana dong? Cuma dia yang cocok jadi romeong si peran utama di drama nanti," Ghirel berdecak kesal. Dia menekuk bibirnya hingga manyun.

"Cari yang lain coba," saran Siska sambil berpikir.

"Gak bisa Sis, mepet," balas Ghirel. Mereka berbicara tanpa menatap satu sama lain. Hanya langit-langit mushola yang sedang mereka tatap saat ini. tetapi, tanpa mereka ketahui ada sebuah tatapan kecewa dari salah satunya.

"Lo manggil gue jangan 'Sis' kek, gue ngerasa jadi mbak olshop tau ga sih! " Siska protes. Sungguh, Siska benci dengan namanya sendiri yang tak elegan sama sekali.

"Suruh siapa nama lo Siska?" pertanyaan ini selalu ia dapatkan saat sudah membahas mengenai nama panggilannya yang demi apapun ia benci.

"Suruh emak gue lah!" balas Siska tajam dengan nada berbicara yang tinggi.

"Berisik kalian, GUE LAGI TIDUR NIH!" itu adalah Tzuwi, panggilannya adalah Sleegi atau Sleeping Girl. Dimana saja tempatnya, tidur harus dilaksanakan.

Jika Siska dan Ghirel sama-sama keras kepala, beda lagi dengan Tzuwi yang sikapnya selalu abstrak. Imej dia juga beda dari mereka. Tzuwi itu gadis yang cukup ramah sebenarnya, meskipun jika kalian tak mengenalnya kalian akan mengira dia gadis tak punya perasaan karena ucapan pedasnya.

"Temen gue tidur sambil marah-marah, serem banget elah udah ngalahin seremnya kuntilanak kutuan," sindir Siska. Tzuwi yang merasa tersindir akhirnya bangun dan mulai ikut campur dengan topik yang mereka bicarakan. Memang, sebenarnya Tzuwi sudah bangun sejak 15 menit yang lalu. Tetapi, jiwa rebahannya masih lekat dengan ademnya ubin masjid.

"Gue punya solusi nih buat lo Jie, mending lo terima aja Afka. Tapi, jangan baper! jangan sampai punya perasaan! ntar lo sama aja kayak makan jeruk tersedak bijinya," ujar Tzuwi yang melangkah perlahan mendekati Ghirel dan Siska yang memang duduk agak jauh.

"Apa hubungannya jeruk sama Afka?"tanya Ghirel polos.

"LDR,kaya gue sama si X!" celetuk Siska membuat kedua sahabatnya geram sendiri.

"YEEE DASAR LO UPIL BADAK." - Tzuwi, Ghirel.

***

Hoodie hitam dengan sablon bertuliskan mentor melekat pada tubuh gadis yang sedang kebingungan. Dia mondar-mandir di ruang tamu rumahnya sembari menatap jam dinding yang terus berdetak. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 18.56 dan artinya kurang 4 menit lagi Ghirel untuk mengambil keputusan.

"Telfon?"

"Enggak?"

"Telfon?"

"Enggak? "

"Ahh bisa gila gue kalau kayak gini terus!" Ghirel mengacak rambutnya kasar sehingga rambut sebahu yang tergerai miliknya mulai acak-acakan karena ulah tangannya sendiri.

"Mana drama harus dikumpulin dua minggu lagi!" Ghirel semakin frustasi setelah mengingat hal tersebut.

Tadi Ghirel sudah mencoba berbincang dengan Afka meminta hal lain saja. Namun sesuai dengan dugaannya Afka tidak pernah mengubah keputusannya.

"Okey Jie, lo gak boleh ngecewain temen kelas lo. Semoga ini bukan keputusan yang salah, ya Allah maapin Ghirel ya," ujar Ghirel kepada dirinya sendiri.

Baiklah, Ghirel sudah memutuskan. Keputusan yang ia anggap enteng namun sebenarnya membawa bencana untuk dirinya sendiri.

Sekarang, jari lentiknya menari diatas keyboard hp sebelum akhirnya terdapat tulisan berdering tanda sedang menelfon seseorang diponselnya.

"Hm? " ujar seseorang diseberang sana.

"Hm, Af i- iniii g- g- ue Ghirel,"

"Ya gue tau lo si gadis centil itukan?"

What? Kecentilan? Apa kabar dengan semua cabe-cabean milikmu itu laki-laki bodoh?!kiranya itu yang Ghirel katakan dalam hati saat mendengarnya. "Kurang ajar lo ngomong seenak jidat."Ghirel kelepasan mengumpat.

"Lo nelpon cuma mau ngumpatin gue doang? Yaudah by-"

"Eh tunggu. Bukan itu, okay! Gue mau jadi apa itu? Pemeran utama dalam hidup lo!" Ghirel berbicara. Tanpa spasi, tanpa jeda, tanpa intonasi, dan tanpa titik koma.

Ppip. 

Telfon langsung ia matikan sedetik setelah kalimat tersebut keluar dari mulutnya.