Chereads / Greentea Latte / Chapter 2 - -2- Mainan Afka

Chapter 2 - -2- Mainan Afka

Pagi ini cuaca sangat cerah. Awan putih berpencar di langit-langit biru yang membisu. Angin berhembus pelan menyejukkan mata hingga membuat tipu daya. Sayangnya, pagi secerah ini tidak bisa ia nikmati akibat suara gaduh oleh Fransisco Senopati, sahabat sekaligus teman seperjuangan Afka.

"Tungguin gue, Afka!" Suara Fran melengking, membuat Afka meeasa geram dan mendelik sinis.

"Berisik," Afka menggerutu bersamaan hadirnya Fran yang sudah mengiringi langkah kaki Afka. Langan Fran melingkar pada pundak kekar milik Afka, pemuda itu mulai membuka percakapan setelah hening saat menaiki tangga menuju lobi.

"Lo yakin mau maju?" Tanya Fran.

Langkah kaki Afka terhenti, dia mengangguk percaya diri. "Gue yakin. Gue gak akan menghindar terus menerus. Meskipun gue gak sayang sama dia, tapi gue akan menebus semua kesalahan gue dulu."

Fran tersenyum simpul, dia bisa melihat raut gugup yang sangat kentara pada wajah sahabatnya. Ada sesuatu yang tidak ia katakan, dan Fran tau hal itu tanpa harus mendengarnya secara langsung.

Fran membiarkan Afka saat dia mulai meninggalkannya menuju kantin, ini kebiasaan Afka setiap pagi hari. Sarapan di kantin sebelum masuk kelas saat ada ulangan. Afka tak pernah masuk sesuai jadwal, dia masuk kedalam kelas sesuka hatinya.

Langkahnya tak luput dari pandangan para gadis yang memujanya. Beberapa bahkan sampai memberinya coklat dan bunga. Afka hanya menerimanya tanpa ekspresi, hingga dirinya tak menyadari baru saja melewati Ghirel Sananta.

Di sisi lain, gadis itu merasa tertegun. Semenjak jadian kala itu, tak pernah lagi ada kabar melalui manapun. Tak pernah juga mereka berbincang, atau sekedar bertegur sapa. Padahal, mereka satu kelas.

"Oiya gue kan cuman salah satu pacarnya doang! berharap apa sih lo," Ghirel merutuki dirinya sendiri.

***

Malam kelam dan udara dingin menyelimuti proses syuting kelas XII Mipa 1. Sepertinya syuting hari ini tidak berjalan dengan semestinya. Ghirel, sebagai pemimpin tugas ini belum menunjukkan batang hidungnya. Afka yang datang karena terpaksa sudah marah-marah tidak jelas kepada Grell. Afka sangat membenci orang yang tidak menghargai waktu. Apalagi Ghirel benar-benar tidak ada kabar dan tak dapat dihubungi. Entah perasaan khawatir atau benci, tetapi Afka merasa sangat marah.

"Kalau masih lama, gue balik." Ketus Afka dengan nada suara yang lumayan keras dan berhasil membuat yang lain diam ketakutan. Meskipun sering mendengar Afka berteriak, membentak, ataupun marah tetapi mereka masih belum bisa terbiasa. Singa Jantan itu tak pernah bisa mengontrol kelakuannya saat sedang dilingkupi amarah.

"E-eh jangan dong, tunggu bentaran lagi paling dateng kok, percaya sama gue sih," Tzuwi berusaha menahan Afka sebisanya. Dia takut Ghirel merasa usahanya sia-sia.

Tzuwi perlahan mengusap dahinya menyadari bahwa keringat mulai mengucur deras hanya karena berusaha membalas kemarahan Afka. Sesungguhnya, di dalam kelas hanya Tzuwi yang berani membalas ucapan Afka ataupun mencoba menenangkan pemuda itu. Hal itu bukan dikarenakan Tzuwi ikut memuja Afka seperti gadis-gadis lainnya. Tzuwi hanya tak suka kebisingan, dia sangat tidak suka jika tidur nyenyaknya terganggu.

Di sisi lain, ada Grell-si ketua kelas yang sedang berusaha menghubungi Ghirel puluhan kali. Namun, lagi-lagi hanya suara operator yang terdengar di layar handphone nya.

Tidak hanya Grell yang sibuk menghubungi Ghirel,banyak pula yang mencoba menghubungi Ghirel melewati WhatsApp, line, atau instagram. Hasilnya tetap nihil, Ghirel tak membalas atau mengangkan teleponnya.

"ADA YANG TAU GA TUH ANAK DIMANA SEBENERNYA?! " Afka membentak seisi kelas saat emosinya sudah tak terbendung lagi. Kesabaran Afka sudah pada batas maksimalnya.

"La mana saya tau, saya kan ikan," jawab Tzuwi yang mulai muak dengan kemarahan Afka. Bukan hanya Afka yang mengorbankan waktunya, tetapi gadis itu juga mengorbankan tidurnya yang berharga demi tugas akhir ini. Afka bertingkah seakan-akan yang paling berkorban diantara semuanya, dan itu membuat Tzuwi mulai marah.

"Telepon kek sahabat lo, marahan kalian karena Ghirel nikung lo?" Sahut Afka dengan sinis.

Tzuwu merasa tidak terima,"Lo pikir gue daritadi gak usaha telefon Ghirel?! dan, apa lo bilang? nikung? maksud lo?"

Afka berjalan mendekati Tzuwi yang sedang berkacak pinggang,"kan lo naksir sama gue."

Tzuwu melotot, dia memukul kepala Afka cukup keras. "sadar dong, cakep lo? percaya diri amat, muka kayak batu bata aja bangga elah, sini gue semen biar rata dan nempel permanen. Jadi gak bakal nemplok sana sini tuh muka."

Cindia, seseorang yang notabenya adalah salah satu kekasih Afka di kelas ini merasa tidak terima melihat pacar kesayangannya di sakiti perempuan lain. Dia mendekat dan menjambak rambut Tzuwi hingga menimbulkan pertengkaran hebat diantara keduanya. Sesegera mungkin, yang lain melerai Tzuwi dan Cindia.

"Dia lagi part time di Cafe Manshionsa,"kata Grell tiba-tiba. Chatnya baru saja dibalas oleh Ghirel.

"Biar gue jemput dulu,"lanjut laki-laki itu.

"Okay, kita syuting adegan nomer 8 dulu yang gampang yuk, mana aja pemainnya?Tim costum udah ready? Tim make up?" Gebby angkat bicara.

Sekitar 15 menit, akhirnya Ghirel datang dengan tergesa-gesa. Masih dengan seragam SMA nya, dan dengan wajah bersalahnya. Seluruh tatapan benar-benar tertuju pada Ghirel. Gadis itu sudah mengucapkan maaf berkali-kali. Beruntung teman-temannya mau mengerti keadaan. Tapi, tidak dengan Afka. Laki-laki itu sudah menarik lengan Ghirel secara paksa dan membawanya kedalam mobilnya.

Hening sesaat menerpa mereka berdua. Afka dengan tatapan menusuk terus memperhatikan Ghirel yang hanya berani menundukkan kepala karena merasa bersalah. Wajar Afka marah, pasti pemuda itu merasa Ghirel telah membuang waktu berharganya.

Sebenanya,Ghirel merasa bersalah kepada semuanya namun,mengapa ia tak berani berucap sepatah-kata pun kepada pemuda di depannya ini? Lidahnya seakan kelu, bibirnya seakan tertumpah lem dengan kekuatan rekat yang tinggi. Desiran darah Ghirel membuat gadis itu merinding, Ghirel masuk kedalam lingkup dingin milik pemuda itu.

"Darimana aja lo? Lama banget. Lo pikir gue gak sibuk sampai mau nungguin lo doang sejam?" ketus Afka yang masih setia menunjukkan sorot mata tajamnya.

"Maaf, gue tadi sibuk kerja." Cicit Ghirel. Tangannya memilin rok seragam miliknya hingga kusut. Dia tak berani mendongak untuk melihat wajah Afka.

Jari panjang milik Afka membelai rahangnya, kemudian memaksa Ghirel untuk mendongak. Gadis itu sedikit tersentak kala melihat wajah Afka yang berjarak sangat dekat dengannya. Bahkan dia bisa merasakan hembusan nafas Afka yang terasa segar. Mata Ghirel membulat sempurna, jantungnya berdebar kencang entah karena apa. Namun, itu semua hancur kala Afka membuka suara.

"Cewek centil kayak lo sibuk apa sih? Nyabe? Atau jual diri?" Afka menyeringai sembari mencolek hidung Ghirel dan mencubit pipinya pelan membuat Ghirel meringis kesakitan.

"Brengsek lo ya Af, seenak jidat kalo ngomong. Gue kerja! Gak kayak lo yang hidupnya nikmatin duit orang tua!" Ghirel spontan mendorong Afka, membuat pemuda itu menabrak pintu mobil. Nafasnya menghebu menahan amarah yang siap meledak-ledak.

"Jangan samain gue kayak cewek lo yang lain. Gue bukan golongan mereka, gue gak akan masuk kedalam pesona lo segampang itu. Camkan Afka, gak semua cewek akan luluh sama lo!" Geram Ghirel. Gadis itu membuka pintu mobil lalu turun, meninggalkan Afka yang sedang tersenyum simpul.

"Kenapa dia lucu banget? Sama kayak dulu." Gumam Afka.

***

Gemuruh petir berbunyi. Langit navy semakin gelap karena awan mendung sebagai pelengkap. Namun, ini tidak membuat siswa kelas XII Mipa 1 berhenti melakukan syuting.

"CUTE! Oke kita udahan dulu hari ini, kalian boleh pulang. Jangan lupa makan malam hehe," ujar Ghirel dengan tawa ringannya. Tulus tidak menyiratkan bahwa ia sedang lelah.

"Yes kelar juga akhirnya," ujar Rico sembari meregangkan tangannya perlahan.

"Kata siapa kelar? Kan lusa syuting lagi, sama besok di sekolah juga! " timpal Ghirel membuat senyum Rico memudar.

"Gue duluan ya Jie, bye..." beberapa teman Ghirel sudah melenggang pulang sembari melambaikan tangannya yang hanya dibalas ucapan 'ya, oke, atau hati-hati' oleh Ghirel yang sedang sibuk menyiapkan peralatan untuk besok.

Satu per satu teman Ghirel sudah pulang kerumahnya masing-masing. Langit semakin pekat, ditambah Ghirel yang sedang sendirian menata barang-barangnya setelah menyelesaikan hal yang besok harus mereka lakukan.

Saat tengah sibuk dengan kegiatannya, Ghirel tersentak kala aura dingin merasuk kedalam dirinya bersamaan dengan suara seseorang.

"Sengaja dilama-lamain hm?" Ghirel menoleh, mendapati Afka yang berjarak sangat dekat dengannya. Gadis itu bahkan menabrak dada bidang Afka yang terasa seperti batu.

Ghirel menatap tidak percaya kepada Afka. Lalu mulai menepuk pelan pipi Afka memastikan laki-laki di depannya benar- benar manusia.

"Astaghfirullah," Ghirel mengelus dadanya menyadari saat tiba-tiba tangannya digenggam sempurna oleh tangan hangat Afka.

"Emang ada setan seganteng gue hm?"Afka merasa tidak terima.

"Ganteng enggak, gendeng iya," balas Ghirel dengan tawa lepasnya. Tangannya kembali digenggam erat oleh Afka yang tak berniat melepaskannya sama sekali.

"Cepetan," Afka melepaskan tangannya menyadari Ghirel yang merasa tak nyaman hanya beberes dengan satu tangan.

"Apa hubungannya sama lo? mau gue cepet kek, lambat kek ya suka-suka ainglah," oceh gadis tersebutZ

"Gue capek nunggu lo!" Afka mengerucutkan bibirnya sehingga pipinya menggembung lucu.

Entah apa yang terjadi, Afka menjadi seseorang yang sangat berbeda hingga Ghirel tak mengenalinya sama sekali. Ghirel bahkan sampai merinding melihatnya.

"Gak ada yang nyuruh lo nungguin gue," balas Ghirel datar tanpa menatap wajah Afka. Langit sudah mulai bergemuruh saat ini. Apalagi, rintik hujan sudah mulai luruh ke bumi satu persatu dan semakin deras.

Ghirel di depannya benar-benar seperti tidak memperdulikan apapun. Ia bahkan masih menyempatkan diri berbincang dengan Pak Deni yang menjadi bagian keamanan ditempat yang disewa oleh Ghirel dan teman-temannya untuk syuting tadi. Afka panik saat hujan mulai deras lalu melepaskan jaketnya dan melemparkannya ke Ghirel. Gadis itu menaikkan satu alisnya seakan bertanya 'apaan?' yang sesegera mungkin dijawab Afka,"pakai! Hujan, ntar kalau lo sakit gue yang repot."

"Ck! Gak perlu," tolak Ghirel.

"Pakai, Jie! Ingat baju lo itu putih. Kalau basah ntar dalemannya keliatan, terus gue khilaf gimana?!"

"AFKAAAA!!!"