Chereads / COUPLE DREAM [INDONESIA] / Chapter 28 - JUJUR ADALAH JALAN KELUAR TERBAIK

Chapter 28 - JUJUR ADALAH JALAN KELUAR TERBAIK

"Suuuuut. Tarik nafas dulu biar kamu tenang. Jangan emosian terus ih," Salsha mengelus tangan Aldi berbucara sangat lembut. "Kamu enggak tahu aja seberapa aku marah, bisa-bisa Devan mati ditangan aku," sambung Aldi dengan percaya diri.

"Kamu enggak tahu seberapa aku kesal banget sama sepupu aku yang satu itu! Kalo kamu tahu masalah aku sama keluarga dia, enggak akan ya kamu ngomel bilang ke aku emoional," Salsha diam tidam menjawab.

"Aku mau kok dengerin cerita kamu walaupun aku enggak bisa beri nasihat terbaik," jawab Salsha masih dengan suara santai menenangkan. "Aku yakin setelah kamu tahu tentang aku kamu lebih milih pergi atau hindarin aku. Kamu mau itu yang terjadi sama hubungan kita hem?" Salsha menggelengkan kepalanya tidak setuju.

Bukan itu, bahkan dalam hati kecil Salsha saja, Aldi sangat tempramental, dan emosional Salsha tidak meninggalkannya kan? "Enggak yang, kamu harus percaya sama aku. Aku udah nerima kamu, segalanya tentang kamu. Aku selalu terima kekurangan kamu dan selalu nutupin kekurangan aku sama kelebihan kamu," Aldi sedikit tersenyum, mungkin saja Salsha akan menerimanya. Aldi diam masih ragu.

"Kamu enggak akan siap, aku tahu kamu enggak akan mau terima kenyataan kalau kamu punya pacar jelek, aneh, berisik. Iya kan?" Salsha menghela nafasnya pelan, dia memang lelah untuk memberi Aldi sedikit pengertian karena memang pada dasarnya Aldi sangat tertutup pada masalah pribadinya. Salsha menggenggam tangan Aldi dengan lembut, mengelusnya pelan, sekarang keduanya sedang pulang menggunakan mobil Wiga.

"Yabg harus kamu tahu? Aku selalu berusaha dan memaksakan diri aku sendiri untuk nerima apapun kamu, dan diri aku sendiri dan semua kekurangan satu sama lain,"

"Aku tahu kamu buruk, sering ngerokok, dan semua itu sudah mulai sedikit demi sedikit berkurang. Aku salut sama kamu yang mau berubah, aku hargai semua usaha kamu, walaupun kamu baru bisa enggak ngerokok didepan aku. Itu lebih baik daripada kamu sering banget ngerokok, sampe nyebat bareng-bareng temen kamu setiap hari,"

"Aku terima semua kekurangan, dan masalah kamu. Ayo, mulai saat ini jangan anggap masalah besar atau kecil kamu punya kamu sendiri. Aku juga berhak tahu, dan mau banget bantu semua kesulitan kamu,"

"Kamu selalu maksa aku untuk cerita semuanya, apa aja yang aku lakukan, aku harus cerita sama kamu. Aku udah mulai terbuka sama kamu, itu artinya aku nyaman dan percaya sama kamu jjadi kenapa kamu nyuruh aku buat terbuka malah kamu yang enggak bisa terbuka sama aku?"

"Sayang lihat aku," Salsha memegang wjaah Aldi untuk melihat kearahnya karena Aldi hanya diam dan melihat ke jedela mobil saja.

"Aku selalu ada buat kamu, jadi buat kamu selalu ada buat aku juga," Aldi menunduk, apa Aldi harus bersyukur mendapat Salsha yang baik sedangkan dia sangat brengsek?

"Aku terlalu brengsek buat kamu Sal," lirih Aldi yang menundukan kepalanya, dia merasa benar-benar bersalah sekarang membuat wajtunya hanya untuk bersenang-senang. Enam tahun yang lalu Aldi yang rajin, pintar dan sangat menurut pada ayah bundanya. Sekarang? untuk tersenyum atau setidaknya membuat bundanya bangga saja tidak. Aldi menyesal baru bertemu Salsha sekarang, kenapa dia tidak bertemu dengan Salsha saat Aldi benar-benar dalam masa terpuruk dan mrmbuatnya kembali tersenyum ramah sapa semua orang. Lebih tepatnya Lima tahun yang lalu.

"Karena kamu brengsek, aku bakal buat kamu yang krang yang lebih baik lagi," Aldi tersenyum mendengarnya.

"Aku punya masalah paru paru semenjak lima tahun lalu karena aku penghisap rokok ganja," ucap Aldi frontal begktu saja sesaat Salsha langsung melepaskan tangannya merasa terkejut. "Lima tahu lalu?" Aldi mengangguk samar, dan menunduk malu. Apa Salsha akan benar-benar menjauhinya?

"Apa enggak ada penyebuhan sampai harus lima tahun kamu sakit paru-paru?" Aldi terdiam, dia juga tidak terlalu tahu sebenarnya. Terlebih, Aldi hanya menhonsumsi obat penangang berdosis tinggi saja. Aldi terlalu takut untuk jujur pada bundanya. Jika oprasi itu berjalan, Salsha takut jika tubuhnya tidak merespon dan Aldi berada dianyara hidup dan mati. Aldi tidak ingin meninggalkan semua orang yang disayangnya.

"Ada, tapi ya itu,"

"Itu apa?" tanya Salsha mulai tegas. "Peluang sembuhnya mungkin sedikit," jawab Aldi yang lirih, ya memang sepreti itu.

"Terapi?" Aldi mengangguk, dia memang sudah terapi sendiri. Namun, Aldi juga sedikit tidak bisa membedakan mengonsumsi atau kemoterapi.

"Yang?" tanya Salsha yang mulai cemas saat Aldi mengeluarkan satu kotak penuh dengan obat yang Salsha yakini dosisnya sangat tinggi. "Terapi target, bisa dibilang kanker paru paru aku udah stadium lanjut. Minggu besok lusa aku ada jadwal operasi, dan kemungkinan satu minggu ini hari terakhir aku sekolah sebelum menjalani terapi dan oparasi,"

"Kamu beneran?" tanya Salsha yang masih tidak percaya, Aldi mengambil dua tablet obat tadi dan memasukannya pada mulut Aldi asal. Lalu meminum air mineral diatas stir mobil Wiga.

"Doain ya," ucap Aldi yang membenamkan kepalanya pada stir mobil meredakan pusing dikepalanya. Disela-sela tumpuanya Aldi tersenyum tipis. Dua menit setelahnya Aldi menjalankan mobil dengan diam, dan tenang. Setidaknya sekarang Aldi sudah tenang, dan terbuka.

"Aku temenin kamu teriapi ya?" tanya Salsha masih dengan wajah sulit mengerti, namun pertanyaan itu diluar dugaan Aldi. Setidaknya Aldi senang, jika Salsha menemani Aldi terapi dan menerima keadaanya. Aldi mengangguk sebagai jawaban.

•••

Tubuh berbaju lengkap dengan lawannya yang tertidur berpelukan menyita perhatian lampu yang menyala. Nita masih memeluk gulingnya fokus pada mimpi indahnya sendiri, namun semua itu sedikit terganggu saat sebuah lenguhan dari sebelah kirinya menarik perhatian Nita untuk membuka matanya.

"Enghh," lenguh cowok diatas kasur dengan tidur tidak tenang, keringat bercucuran dan membuat tubuhnya benar-benar bergerak seperti ulat bulu. "Ah, serunya tidak nyaman. "Yang?" Seseorang yang tertidur disebelahnya berusaha membangunkannya. Namun, tidak ada pergerakan. Tangannya mulai mengelap keringat yang bercucuran.

"Kamu demam?" Bukan sebuat pertanyaan, karna satu detik setelahnya Nita justru turun dari ranjang dan mengambil baskom berisi air dan handuk kecil dari dapur. Dia juga mengambil kotak P3K milik keluarganya.

Nita menempelkan handuk tadi untuk sedikit meredakan demam dari Wiga. Bukanya membaik baju yang Gara kenakan justru semakin basah karna keringatnya. "Kamu kenapa si yang, kok sampe tidur enggak nyaman gini," ucap Nita yang mengambil tisu mengelap keringat pada leher Gara. Satu jam kemudian, kesabaran Nita benar-benar habis. Demam Gara semakin tinggi dan baju yang dikenakannya benar-benar basah kuyup seperti kehujanan.

Nita mengambilkan kaos milik Gara yang memang ada dilemarinya, dan membuka kemeja yang Gara kenakan sekarang. "Bangun sebentar yang, aku mau gantiin baju kamu," Tybuh Wiga benar-benar lemas, tidak ada jawaban. Nita memakaikan baju pada Wigaa dengan telate. Dia alihkan handuk tadi untuk mengelap keringat dan membersihkan tubuh Gara seperti menyeka. Nita pakaikan kaos tadi, dan Nita tempelkan penurun panas yang memang tertempel.

Dia juga sedikit memeluk dan mencium puncak kepala Wiga yang terlihat jika tidurnya tidak nyaman. Seperti ada yang mengusik pikirannya. Nita matikan AC dikamarnya dan memeluk lembut tubuh Wiga, tidak dengan selimut.

"Get well soon, baby," Nita bisikan dengan lirih. Sedikit memberi respon Wiga memeluk kencang tubuh Nita dan menenggelamkan kepalanya pada dada Nita. Setidaknya sekarang Wiga akan nyaman didekat Nita, karna sebuah fakta mengguncang tubuhnya lagi.

•••

Aldi menatap marah pada Salsha yang baru saja selesai kerja kelompok, Aldi memang berbeda kelas dengan Salsha menatap Salsha marah. Dia menarik tangan Salsha didepan umum, dan membawanya ke belakang taman sekolah.

"Kamu kenapa lagi si?" tanya Salsha lembut seperti mengetahui jika pacarnya yang sedang sedikit cemburu. "Aku hukum kamu karena enggak nurut sama aku!" ucap Aldi tajam. Salsha menggelengkan kepalanya, dia memang tidak bersalah kan jika hanya berbicara, tersenyum dan membalas sapaan teman cowok dikelasnya? Lagi pula tadi hanya menyelesaikan tugas kelompoknya dengan Diko, yang memang dikelompoknya hanya ada dia satu-satunya yang Bu Atina tunjuk.

"Aku enggak ngapa-ngapain kan?" tanya Salsha balik yang membuat Aldi mendengus sebal. "Kamu senyum sama cowok selain aku," ucap Aldi merendahkan suaranya. Salsha tertawa saat Aldi merendahkan suaranya, apa sekarang saatnya Salsha menggoda Aldi?

"Aku tadi juga pegang bahu dia loh," sambung Salsha yang berniat memanas-manasi Aldi, Salsha hanya menyulut karena apinya memang sudah Aldi siapkan sejak enam menit sebelumnya.

Sebenarnya Salsha memang sudah tahu, tapi dia tidak begitu mempermasalahkan Aldi yang akan marah. Karna mengusili Aldi, sudah menjadi kebiasaan Salsha untuk membalas Aldi selama ini. "Aku jabat tangan dia juga loh,"

"Terus aku elus juga lengan dia kaya waktu itu aku elus tangan kamu," Aldi mengeram kesal, dia menarik Salsha untuk berdiri terhimpit ditembok.

"Dia juga megang pipi aku, tang--" ucapan Salsha teputus karna Aldi membalikan memutar Salsha untuk berpindah tempat seperti dansa namun masih Salsha yang terhimpit total. Aldi mlihat mata Salsha yang sedikit terkejut karena Aldi yang menghimpit tubuh kecil Salsha dan menempelkan miliknya dengan milik Salsha dengan sangat jelas. Stop, sekarang Salsha mulai merinding.

"Ka-kamu ngapain?" tanya Salsha yang tiba tiba menjadi gagap. Bahkan dengan lancangnya Aldi membuka kancing paling bawah dekat tali pinggang Salsha dengan sangat lambat. "Yang?"

"Dia megang pipi kamu kan? Aku punya kewajiban sentuh milik kamu juga, aku pacar kamu sedangkan Diko temen kamu!"