Salsha mendorong kuat tubuh Aldi, saat semua anggota tubuh mereka menempel sangat jelas. Dia kembali mengancingkan baju seragamnya dan menjaga jarak pada Aldi.
"Kamu ngapain!" kes Aldi menatap Salsha tajam, Aldi tidak suka dibantah. Dan Aldi juga tidak suka miliknya dipegang orang lain, itu sudah termasuk pantangan dan larangan juga. "Kamu biarin Diko sentuh kamu, kenapa aku enggak kamu bolehin? jelas-jelas aku pacar kamu," lawan Aldi saat Salsha justru berlari meninggalkan Aldi, terlihat jelas acara Salsha menjahili Aldi gagal total. Aldi menarik pergelangan Salsha kasar dan Aldi membanting tubuhnya sama seperti tadi, Aldi menghimpit lebih kasar tubuh Salsha pada dinding.
"Kamu yang bilang dia pegang pipi kamu? Harusnya kamu bolehin aku juga. Aku pacar kamu, aku juga berhak pegang semua punya kamu, aku yang punya status sama kamu, bukan Diko," Dan Aldi sedang tidak dalam mode tidak bisa diajak bercanda. "Yang, ak--"
Ucapan Salsha terputus karna bibirnya sudah dulu mendapat serangan mendadak dari Aldi yang benar-benar tidak tahu mencegahnya. Salsha mendorong tubuh besar Aldi dengan tiga kali dorongan.
"Kamu itu!" seru Salsha kesal, dia meninggalkan Aldi dengan menghentakan kakinya tiba-tiba dan berlalu begitu saja. Aldi yang melihat Salsha pergi justru tersenyum miring, jadi sebenarnya yang marah Aldi atau Salsha? "SAYANG!!!" teriak Aldi dengan sedikit tertawa.
Salsha yang sudah kelewatan kesal tidak menghiraukan panggilannya, dia kembali berjalan meninggalkan Aldi menuju kelasnya dengan terus menggerutu. Aldi bahkan sudah menghitung berapa decakan sebal yang Salsha keluarkan dalam jarak 10 meter darinya. Jadi sebenarnya, Salsha mengerjai Aldi dan sepertinya karma berbalik cepat padanya, anehnya lagu Aldi mengerjai Salsha dengan sangat baik. Aldi berlari menyusul Salsha sebelum dia masuk kelasnya, dan bel masuk berbunyi. "Sayang," Tarik tangan Salsha dengan sangat lembut, belum juga dengan suara Aldi yang tidak kalah lirih.
"HEH KALIAN BERDUA!!" seru wanita gemuk dengan sepatu pantofel runcing. Keduanya menoleh seperti sudah disetting otomatis, seperti robot elektrik. Sedikit kemungkinan dia akan kembali mendapat teguran, ini yang kedua kalinya. Dulu Aldi juga sedikit gila didepan teman-temannya seperti 'lo mau jadi istri gue?' Di tengah lapangan dengan sangat ribut, waktu itu. Guru BP ini juga yang menegurnya.
"Kalian ngapain masih diluar kelas, enggak tahu sudah limabelas menit yang lalu bell masuk?" Baru saja Salsha akan menjawab, Aldi sudah menyahut lebih cepat. "Ibu enggak lihat saya mau cium pacar saya? Mentang-mentang ibu jomblo enggak pernah ciuman jadi ganggu orang mau ciuman. Enggak lihat posisi kita udah ena?" Salsha mencubit pinggang Aldi keras namun tidak mendapat respon baik. Aldi yang kelewatan jahil dan suka mengerjai guru BP paling galak ini mejadi kesenangan tersendiri baginya setiap hari. "Kamu menghina saya?"
"Lah bukannya itu FAKTA, ibu," jawab Aldi cepat langsung menarik tangan Salsha untuk menjauh sebelum mendapat hukuman keteraluan lagi karena acara membolosnya. Sebenarnya belum, tapi akan.
"KENAN, BERSIHIN SEMUA TOILET SEKOLAH!!!" Sudah hampir sepuluh langkah berlari Aldi menarik Salsha, dia kembali berbalik. "Toilet cewek aja gimana bu," tawar Aldi yang mendapat pelototan tajam. "KENAN," kesal guru BP itu dengan wajah seram, rasa kesalnya semakin memuncak saat teriakannya dihiraukan oleh dua muridnya. Satu murid paling bandel, dan yang satunya murid teladan. Ternyata Kenan memang membawa pengaruh buruk pada Salsha. Ingatkan dirinya untuk menjauhkan Kenan pada Salsha.
•••
"Kenapa?" tanya Sadewa pada Wigara, adiknya sangat tidak biasanya mendekatinya lebih dulu, bahkan egonya sangat dikedepankan jauh dari logikanya. Wigara masih diam, dia hanya berusaha senyum pada kakak tirinya. Yang terlihat justru sangat lucu, bukannya senyum wajah datarnya seperti sedang menahan sesuatu.
"Ada apa?" Pertanyaan lebih sederhana Sadewa keluarga guna membuat suasana kembali membaik, bukan seperti kakak adik. Tidak seperti orang lain juga. "Enggak apa-apa," Sadewa mengangguk, dia menggeserkan dirinya untuk mempersilahkannya duduk disebelahnya.
"Duduk, gue tahu lo ada apa-apa. Kalau ada masalah cerita aja, gue jauh-jauh hari udah nganggep lo adik kandung gue sendiri, cerita aja, gue dengerin kok,"
"Gue anak satu-satunya, makanya gue pengen banget punya adik. Apa lagi cowok," sambung Sadewa melihat Wiga dengan sedikit datar, walaupun rasa sedih sedikit menggerogotinya. "Gue enggak tahu mau mulai dari mana,"
"Sebanyak apa masalah lo sampai lo binggung sama masalah lo sendiri?" Sadewa melirik sebentar adik tirinya, dan kembali melihat datar pada jalanan malam yang sudah sepi. Sekarang sudah pukul 2 pagi, dan mereka masih diluar rumah juga. "Iya, sebenarnya enggak. Tapi, ya gitu," Sadewa menghela nafasnya pelan.
Sampai kapan, adiknya ini ingin berterus terang dengannya. Seasing itukah dirinya, sedangkan Sadewa sudah menawarkan diri dan berusaha akrab demi hatinya. "Apa yang buat lo gelisah, sampai mau ketemu gue disini?" tanya Sadewa langsung.
"Ada orang yang enggak suka sama lo, fitnah lo dan gue cuma mau 'lo enggak apa-apa' seenggaknya jaga diri lo sendiri," alis Sadewa berkerut bingung. "Siapa?"
"Devan, sebenernya baru fitnah kecil. Tapi gue cuma enggak mau lo enggak bisa jaga nama baik lo sendiri, gue kesini cuma mau memperingati lo. Kalo lo enggak percaya sama gue, lo bisa abaikan omongan gue hari ini," ucap Wiga teerlihat serius, namun saat Sadewa melihatnya dia memalingkan wajahnya pura-pura tidak tahu.
"Gue percaya sama lo, kok. Kakak mana yang enggak percaya sama adiknya," Sadewa ketertegunan melihat adiknya diam. "Walaupun lo bohong, gue akan selalu percaya sama lo. Gue percaya lo enggak akan menjerumuskan gue ke jalan yang salah, karena jauh di hati lo. Lo nyaman dan mau peeduli sama gue, iya kan?" Sadewa melihat Wiga dnegan serius.
"Gue pergi," sahut Wigara yang berjalan menjauh meninggalkan Sadewa dengan kekehannya, Wiga tahu, jika kakak tirinya sedang tertawa padanya, tapi dia berusaha tidak perduli. "Gue tahu lo orang baik, baru hari ini juga lo lucu, lo juga pergi malu-malu," Jauh didalam sana, hati Sadewa menghangat. Jadi, seperti ini mempunyai adik?
•••
"Kenapa berhenti?" tanya Salsha bingung, saat melihat Aldi sudah tertinggal jauh darinya. Ada lebih dari tujuh langkah Aldi tertinggal dari Salsha, dan itu membuat Salsha bertanya tanya dengan kening berkerut bingung. Aldi mengendikan bahunya, dia tersenyum tipis berjalan mendekat pada Salsha.
"Enggak apa-apa, cuma tadi liat ada paha ayam jalan-jalan," ucap Aldi bercanda ringan, Aldi sadar Salsha sudah menatapnya marah. "Kamu dari tadi berhenti karena lihatin paha cewek? Wah, yang benar aja!" kesal Salsha, aldi mengedipkan satu matanya melanjutkan menggodanya.
"Aduh," ingis Aldi saat mendapat cubitan Salsha besar dengan nafsu. "Kamu itu, masih ada aku, kamu berani lihat yangvlain?" tanya Salsha kesal, dia menginjak kaki Aldi marah. "Kamu kan pakai celana panjang, sedangkan mereka pakai celana pendek, paha kamu enggak kelihatan, paha mereka keliatan, aku enggak bisa enggak lihat soalnya mereka lagi sedekah," jawab Aldi yang berpura-pura polos lagi. "Kan aku jad--"
"Makan tuh paha!" seru Salsha kesal dengan menyiramkan minumannya pada wajah Aldi, baru saja dua detik Aldi akan menggodanya lagi justru Salsha kembali dengan menatap tajam Aldi dan memberikan satu tisu tebal pada pacarnya. Walaupun air mineral dingin, setidaknya rasa dingin bisa mampir kekepalanya.
"Bersihin sendiri!" Aldi terkekeh dengan rasa sakitnya, antara dirinya sendiri yang sedang berbohong atau memang perasaannya saja. Salsha sudah berjalan menuju motor Aldi yang sudah terparkir didepan gerbang, dan Salsha kembali melihat Aldi dengan bingung. Kenapa Aldi masih saja diam, dan menundukan kepalanya, apa tadi Salsha benar-benar keterlaluan?
"Yang kamu ngap--" ucapan Salsha terpotong saat melihat Aldi yang sudah terjauh tidak sadarkan diri. Salsha sangat khawatir saat itu juga, apa karena air dingin tadi? apa Aldi sedang sakit, ada apa dengan Aldi. Kinerja otaknya berjalan begitu saja saat Salsha kehilangan pikirannya karena khawatir.
"ALDI!!" panggil Salsha yang langsung menjatuhkan tas dan barang-barangnya, dia langsung lari dan menerobos kerumunan membuat Salsha sulit mendekat pada Aldi. Saat sampai pada tubuh Aldi, Salsha menempatkan kepala Aldi pada pahanya dan sedikit menepuk kepala Aldi pelan. Dan sedikit Salsha kurang teliti, bibir dan wajah Aldi sudah pucat pasi. Sejak kapan? kenapa Salsha tidak menyadarinya
"Yang, kamu kenapa si. Al, Aldi. Jangan becanda deh," keluh Salsha masih membangunkan Aldi. Ponsel Aldi berbunyi, Salsha mengambilnya.
"Mba, ambulan sebentar lagi dateng. Mau dibantuin angkat pacarnya?" Seseorang bertanya pada Salsha, dia hanya mengangguk dan meminta pada semua orang untuk sedikit memberi jalan dan jangan mengerubungi untuk mempermudah Aldi bernafas. Rasa khawatir sudah memenuhi isi kepala Salsha, dan kejadian ini benar-benar terdia begitu saja.
Bunda menelfon
Tanpa rasa takut, Salsha langsung mengangkat telfon dari bunda Aldi, untuk memberitahu kabar Aldi padanya. Namun, semua itu hilang oleh satu teriakan saja.
"ALDI KAMU DIMANA???? KAMU BOHONGIN BUNDA! KAMU KABUR DARI RUMAH SAKIT NINGGALIN BUNDA SENDIRIAN. KAMU LUPA HARI INI KEMO PERTAMA KAMU!" Suara dari telefon membuat telinga Salsha berdenging, jadi hari ini hari pertama jadwal kemoterapi Aldi? Kenapa Aldi berbohong padanya? Ini benar-benar bukan lelucon. Salsha mematikan ponsel itu sepihak dan berlari masuk ke ambulan juga
"Yang, kenala kamu bohongin aku?"