"Anjing," seru Wiga kesal saat melihat Argo memeluk pacaranya tadi. "Apa lo masih enggak punya muka udah ditolak tapi lo masih berusaha dapetin cewek gue?" Sebenarnya, Nita tidak sendirian. Setelah pertengkaran hebat beberapa jam yang lalu Wiga meninggalkan Nita dipinggir jalan hanya untuk memberi waktu Nita untuk sendiri. Mungkin Nita pikir Wiga marah, tapi Wiga meninggalkan Nita untuk membeli cemilan dan minuman mereka berdua.
"Gue udah berusaha sabar biarin lo deket-deket Nita, gue juga berusaha mati-matian enggak mukul muka lo karena lo selalu ngikutin Nita disekolah. Jangan lo pikir gue enggak tahu gimana mata lo menelanjangi pacar gue dengan harapan besar kalo Nita bakal kasih harapan besar buat lo. Lo tahu kan dia punya pacar dan kenapa juga lo masih berani berharap sama cewek yang punya cowok. Lo bego atau pura-pura bodoh!" Itu Wiga, Argo melihat Wiga dengan mengerutkan keningnya karena baru pertama kali bertemu dengan Wiga dengan amarah yang besar.
"Sayang, udah. Aku udah enggak apa-apa," cegah Nita saat kembali membuntuti Wiga yang masih dengan amarahnya. "Diem kamu!"
"Udah berapa kali aku bilang jauhin dia, tapi kamu masih
enggak mau jauhin dia. Sayang aku cemburu dan ka--" ucapan Wiga terputus saat Argo mulai angkat bicara. "Seumur hidup gue bernafas, gue enggak pernah satu kali bentak cewek. Gue enggak mua dibilang pecundae karena hakekatnya cowok melindungi bukan menyakiti,"
"Lo," Wiga marah menujuk Argo. "Sayang, udah ya," Nita mencegah pukulan Wiga yang baru saja mengepalkan tangannya ingin memukul Argo. Dimata Wiga saat ini Argo mengejek dengan tatapannya. "Satu kali lagi gue lihat lo deketin CEWEK GUE, habis lo gue buat enggak bisa berjalan sama kaki. Bahkan gue bisa buat kepala lo putus dari leher,"
"Tenang, kamu udah janji bakal jaga emosi kamu. Jangan berlebihan sama Argo, dia masih getep temen aku, dia sahabat aku dan kamu pacar aku sayang," Nita terus mengelus dada Wiga yang masih melihat Argo berapi-api. Nita tahu benar apa yang akan terjadi jika saja Argo masih menimpali ucapan Wiga saat ini juga.
"Argo, gue mohon. Lo menjauh dari sini oke, gue minta tolong banget sama lo. Gue enggak mau ada masalah antara kita bertiga. Lupain apa yang baru aja terjadi," Argo melihat Nita diam-diam. "Tapi gue gak terima lo--"
"Gue terima! Gue terima semua yang Wiga bilang ke gue. Emang gue yang salah disini, gue terus biarin lo deketin gue, seberapa keras lo menyangkal disini sebenernya permasalahan ada di lo. Kalau lo mau berhenti berjuang daletin gue dan membuat hubungan gue rusak lo harusnya pergi menjauh dan buat jarak yang cukul jauh dari gue. Jadi stop jadi pahlawan gue, berhenti disini mulai dsri sekarang, pikir apap yang lo lakukan selama ini dan renungkan baik-baik apa kesalahan lo dan siapa yang dirugikan,"
"Gue punya alasan," Argo berjalan mendekat pada Nita. "Gue suka sama lo, dan lebih spesifiknya lagi gue udah lama jatuh cin--" Tamat sudah, Wiga kehilangan kesabaran dan Argo kehilangan wajah baik-baik saja miliknya juga.
"Dimana muka lo? Lo menyatakan perasaan lo didepan pacarnya sendiri? Bangsat!" seru Wiga masih kesal sekali. Hampir tiga tahun juga Wiga memperhatikan Argo dan apa ini? Hal gila Argo katakan dan didepan dirinya. Sialan. Apa yang harus Wiga tanyakan lagi, dan apa yang harus Wiga buktikan lagi pada Nita?
"Sekarang lo percaya sama apa yang baru aja lo dengar? Sahabat lo suka sama lo sendiri, apa gue salah saat gue selalu cemburu sama pacar gue sedangkan pacar gue selalu menganggap pacarnya cuma terlalu egois, Nita. Buka mata lo dan belajarlah jadi pacar yang baik," Nita menggigit bibirnya sedikit gugup
"Go, maaf. Gue enggak bermaksud ngelarang lo suka sama gue, dan gue juga minta maaf udah buat lo merasa ada harapan dengan sikal gue. Gue enggak tahu lo ada lerasaan sama gue, gue juga cuma menganggap lo temen enggak lebih. Maafin Wiga, dia selalu memang selalu perhatiin gue dari manapun tapi gue nyaman, dia posesif sama gue karna dia punya alasan, dia kasar, sering marah-marah, dan maki-maki gue juga karena dia punya alasan. Gara sayang banget sama gue Go, dan kita enggak punya keinginan untuk mengakhiri hubungan kita selain ajal dan pernikahan," Argo tersenyum miris, dia tertawa hambar. "Persetanan dengan hubungan kalian!"
Wiga benar-benar hilang kendali. Sisi marahnya menyatu dengan akan sehatnya, Wiga marah dan sangat membencinya. Ingatkan Wiga untuk tidak membunuh Argo saat itu juga.
"Gara, lo terlalu berlebihan," ucap Sadewa saat melihat adik tiirnya sudah mulai berlebihan memukul sahabatnya.
•••
"Muka lo lucu banget Sal," cowok tadi lebih mendekat pada Salsha dan hampir mengacak-acak asal rambut Salsha. Lebih bisa dikatakan jika dia akan menusap puncak kepalanya. "HEH!" marah Aldi dengan menepis kasar tangan cowok tadi yang tidak sopan ingin mengelus kepala pacarnya. Cowok tadi tertawa konyol, dia kembali meneliti namun sejajar Aldi bukan pada Salsha.
"Lo siapa si, udah kaya anjing aja, galak banget," Aldi melirik sinis "Sal, ini siapa? Sepupu lo kan, yang benar aja lo udah putus sama Sadewa," Salsha kembali memberi kode cowok tersebut dengan tatapan memperingatinya, walaupun sebenarnya masih sedikit tidak ingat. Aldi benar-benar kesal saat ini, kenapa selalu Sadewa. Ada apa dengan Salsha dan Sadewa sampai semua teman Salsha membicaran Salsha dengan si bangsat itu.
"Dulu lo berdua kan udah kaya pasangan suam--" Aldi menggebrak menja sangat keras, Salsha terkejut juga disebelahnya. Cukup sudah, Aldi membiarkan mulut bedebah itu berbicara.
"Satu kali lagi lo muji-muji si bangsat itu, gue buat mulut lo kram sampai gak bisa ngomong!" gretak Aldi yang mata nyalang lawan bicaranya hanya terkekeh. "Setahu gue mulut enggak bisa kram," Aldi mengeraskan kepalan tanganya menahan amarahnya.
"Gue unget banget saat lo nunggu Sadewa tanding lo duduk dipojok atas dan mata lo fokus banget perhatiin Sadewa, yang paling gue inget juga saat lo berangkat sekolah hampir terlambat dan lo dihukum guru BP lo pingsan karena belum sarapan. Sumpah ya, kalian berdua itu romantis banget," cowok tadi kembali melanjutkan kenangannya, Salsha masih mengigit bibirnya sangat kesal.
"Lo hampir aja jatuh pas dikoridor tapi dengan beraninya Sadewa nolongin lo dan berakhir tindih-tindihan dijam istirah--"
"Brengsek! Satu kali lagi lo ceritain tentang Sadewa, dengan senang hati juga gue buat lo masuk rumah sakit," Aldi mengancamnya dengan sedikit gretakan. "Sayang, itu dulum Sekarang aku udah enggak ada apa-apa lagi sama Sadewa kan, jadi kamu enggakperlu emosi kaya gini, okey?" Salsha menenangkan denvan menggenggam tangan Aldi.
"Gimana aku bisa sabar saat ada orang didepan aku bangga-banggain kamu sama mantan kamu?" tanya Aldi dengan tatapan wajah mendatar.
"Gue masih ada satu ceueta lagi, wkatu itu ada acara kemah. Dan sadewa sama sekali enggak tidur cuma buat nunggu tenda Salsha biar enggak terjadi apa-apa," mantan teman satu sekolah Salsha itu benar-benar menguji kesabaran Aldi.
"Oh iya satu lagi dong," sambungnya lagi, namun saat akan mencerutakannya Aldi sudah lebih dulu mengambil gelas berisi air munumnya untuk menyiramkannya. Akan tetapi cowok itu tidak beehwnti berceruta.
"Gue pernah lihat Salsha sama Sadewa ciuma di kamar mandi cowok dijam pelajaran, mereka berdua dipanggil ke ruang BP dan di skors lima hari buat liburan berdua," Habis sudah Salsha dengan tatapan tajam Aldi yang terlihat sangat percaya pada cowok didepannya.
"Lo mau tahu rahasia terbesar hubungan mereka enggak?" tanha cowok itu terus menjahili Aldi membuatnya geram dekali. Ada lagi?
"Yang tadi gue cuma bohong bambang!!" Cowok tadi benar-benar tertawa kecang sekali karena berhasil membuat Salsha panas dingin dan Aldi marah besar. "RIVALDO DIEM LO SIALAN!" teriak Salsha saat tangannya ditarik oleh Aldi untuk mengikutinya pulang. "Gue butuh penjelasan tentang room chat ini," putus Aldi menujukkan pesan diponselnya, Aldi bingung.
Nomor tidak dikenal?
Kapan Salsha mengirim pesan?