Brugkhhh..
"huftttt..." Gadis itu menghela nafas kasarnya setelah sukses menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang, bertemu mantan dan lelaki menyebalkan adalah dua hal yang sangat mengerikan.
Selama makan, tatapan Edward tak henti nya mengintimidasi diri gadis itu, rasanya ia ingin menarik keluar mata itu, tapi apa boleh buat, masih harus jaga sikap di depan gurunya, dan lagi pula, kenapa juga tuh guru ada disana? kan semua nya malah semakin rumit.
Tatapan gadis itu mengadah menatap langit langit kamarnya, kenangan tentang kebersamaannya dengan Edward kembali terulang, lelaki itu datang dan memberi kenangan, lalu pergi tanpa kata, ini menyebalkan.
Perlahan mata gadis itu mulai terasa berat, ia ingin tidur, dirinya perlu istirahat untuk menghilangkan semua bebannya sepanjang hari ini.
***
Pagi yang cerah di sambut dengan suara ketukan pintu, itu pasti pelayan yang bekerja dari pukul tujuh. eh? wait! pukul tujuh? gadis itu dengan cepat meraih jam wekers diatas nakas, kenapa alaramnya tak bunyi? ini bahkan sudah lebih lima menit, sialan! ia akan terlambat jika begini ceritanya, menyebalkan! benar benar menyebalkan!
Gadis itu bergegas masuk ke dalam kamar mandinya, membersihkan tubuhnya dan memberi kesegaran, dengan cepat ia meraih pakaian sekolahnya, menggunakan rok dan kemejanya secepat kilat, dengan almamater yang bertengger di pinggangnya, ia tak menggunakannya, gadis itu lebih suka memajang jas almamater miliknya itu di pinggang ramping itu.
Biasanya ia berangkat dengan naik bus dan di jemput pulang oleh Edward, kali ini lain cerita, karna mulai sekarang, ia harus kembali mengenakan sepeda yang telah ia ubah fungsi menjadi pajangan selama setahun ini.
Kecepatannya mengkayuh sepeda sudah melampaui pembalap liar, gadis itu melajukannya dengan kecepatan penuh, seolah ia siap meluruskan belokan dan mendatarkan jurang, jalanan khusus pesepada memang penuh, jika tak berhati hati, mampu membuat kecelakaan sepeda, namun bukan Wendy namanya jika tak mampu membelah jalanan ramai itu.
Biar kata ia telah berhenti menaiki sepeda balapannya itu selama setahun, bukan berarti skill ugal ugalannya berkurang.
Gadis itu sampai di sekolah tepat sebelum sang security menutup gerbang utama sekolah, beruntungnya lah dirinya, atau tidak ia akan di masukkan dalam daftar absen meski masih masuk kesekolah.
Proses pengabsenan siswa tak terjadi di kelas, tetapi tepat di layar monitor yang berada di gerbang utama, seperti cctv kecil yang di pajang untuk mengscan wajah siswa siswi, telat lima menit, akan sampai pesan pada ponsel orang tua yang mengatakan anak mereka tak hadir di sekolah.
Meski murid masuk dan di ijinkan ikut proses belajar mengajar, yang namanya telat tetap masuk daftar absen tidak hadir, kadang Wendy berfikir bahwa alat sialan itu benar benar menyebalkan.
"Morning Mr. Carson," Wendy mendorong pelan sepedanya setelah melewati pintu gerbang itu, tangannya melambai pada sosok penjaga gerbang yang tersenyum padanya. Lelaki itu Mr Carson, seorang pria dewasa yang sudah menikah, memiliki dua putara yang imut dan istri yang ramah, Wendy beberapa kali bertemu dengan istrinya saat mengantar makan siang lelaki itu.
"Morning wendy." sahutnya membalas sapaan Wendy, gadis itu anak yang ceria dan sopan, membuat siapapun yang berinteraksi dengannya akan merasa nyaman, begitulah menurut Mr Carson, ia tak tau saja bahwa Wendy hanya ramah pada orang tua dan anak anak, sifatnya bahkan bisa seribu kali menyebalkan jika bertemu lelaki aneh.
"Hei Wendy," sapaan itu terdengar familiar, suara yang pernah Wendy kagumi namun kini tak lagi berarti. "Angelo?" ucapnya spontan, sosok yang selama hampir tiga tahun ia tunggu, namun tak pernah muncul sekalipun, sosok yang pernah meluluh lantahkan hatinya.
Mungkin Edward adalah kekasih pertamanya, namun cinta pertama? sejujurnya hati Wendy pernah berlabuh pada seseorang, entah itu cinta atau sekedar kagum, namun semua terasa menyakitkan saat sosok itu menghilang tanpa jawaban.
"What are you doing here?" Seolah tak percaya bahwa lelaki yang dulu hilang kini kembali di hadapannya, Wendy menyentuh erat pipi itu, lalu...
Plakkk...
ia spontan menampar pelan wajah itu.
"Kau! bocah jahat! beraninya setelah menghilang begitu saja, lalu muncul semaunya, mau kubuang kelaut hah?" geramnya kesal dengan tangan menarik kedua pipi lelaki itu.
Ah sial, mendadak lelaki bernama Angelo itu menyesal menemui Wendy, bukannya dapat pelukan, dirinya malah dapat siksaan.
"hei! hei! hei! stop it! aku kesini sebagai murid pindahan, jangan membully di hari pertama masuk, atau ku lapor pak guru." rutunya penuh candaan.
Relfleks gadis itu melepasnya, bukan karna permintaan Angelo, tapi karna ia melihat sosok tak asing di depan sana. "Morning Sir." ucapnya menyapa sang guru, bukannya di senyumi atau di balas, lelaki itu hanya menatap sekilas dengan wajah datarnya, lalu melewati Wendy dengan wajah datarnya.
"Hei, apa itu guru kita?" Angelo bertanya, namun bukan jawaban yang ia dapatkan, karna Wendy telah berlalu dengan wajah memalukannya, ia menyapa guru yang bahkan dirinya tak dapat balasan, seperti seseorang yang baru ditolak.
Anehnya, bagaimana bisa ada seorang guru seperti lelaki itu, kemarin ia banyak bicara dan bercanda, kenapa hari ini wajahnya seperti bongkahan es? apa dia sedang mendapat tamu bulanan? apa apaan sikap itu.
Gadis itu menghempaskan tubuhnya dikursi miliknya, tatapannya beralih pada sosok seorang gadis dihadapannya, "Hei Carmen, apa kau tau nama guru mate matika kita yang baru?" sejenak gadis itu tampak berfikir, "yang baru?" tanya nya memastikan yang diangguki oleh Wendy, "Maksudmu Pak Albert Christopher?" ucapnya membuat Wendy kembali mengangguk, "dia itu ganteng, tapi super Killer, aku dengar dia akan mengajar disini selama enam bulan, yang berarti masih sisa empat bulan lagi." celetoh gadis itu menghela nafas, killer apanya? untuk Wendy, lelaki itu super menjengkelkan dengan ocehan tak jelasnya itu.