Gadis itu mengkayuh sepedanya menjauhi toko buku tempatnya dengan Angelo, bukannya ia benar benar punya sesuatu yang harus di lakukan, ia hanya tak ingin bersama lelaki itu lebih lama, ia takut hatinya akan kembali berlabuh pada seseorang yang akan pergi tanpa sepatah kata.
Sejenak ia menghentikan sepedanya, menempatkannya pada sisi salah satu kursi taman, ah! itu kursi yang sama tempat dia pertama kali bertemu dengan Edward. Ternyata kisah cinta yang selama satu tahun itu juga begitu berkenan baginya, gadis itu kembali merasakan sesak di dada, matanya terpejam menikmati rindu yang membunuhnya perlahan.
"Aku rindu." gumamnya pelan, mengadahkan kepalanya pada langit terbuka, taman ini akan menjadi selalu bagian terindah dari hidupnya.
"Jangan berpaling hanya demi luka di masa lalu, sesuatu yang indah tak datang dari apa yang ada di masa lalu, tapi yang akan ada di masa depan."
Seseorang terasa menyentuh kepala gadis itu, kelopak mata Wendy terbuka, gadis itu mendapati sosok Albert yang berjalan memutari kursi dengan daun kering di tangannya, dan duduk di sisi gadis itu.
Ah lagi? kenapa harus dia? , itu si guru aneh! saat di sekolah ia bersikap dingin, namun ditaman, lelaki itu justru sok akrab dengannya, menyebalkan.
"Mau?" wendy melirik sekilas, tatapannya mendapati sosok lelaki dewasa yang memperlihatkan dua potong sandwicht, gadis itu menggeleng, menolak pemberian guru yang tampak ikhlas berbagi.
"Kamu kesini lagi, segitu cintanya ya sama lelaki itu?" Wendy masih terdiam, mengalihkan tatapannya pada pemandangan danau di depan sana, "anak zaman sekarang memang hebat, saya aja belum punya kekasih karna sibuk kerja, tapi mereka bahkan sibuk galau, bukan karna ujian, tapi karna cinta." sindirnya memberi kejengkelan di hati Wendy.
"Bapak ini minta di lempar kedanau ya?" sarkisnya sedikit tajam, Albert terkekeh, gadis itu cukup dingin untuk kumpulan gadis SMA yang mengenalnya, mungkin karna dia sudah terbiasa di cintai para gadis.
"Kamu tidak suka sama saya?" ledeknya membuat tatapan Wendy seketika jengkel, baru pertama kali rasanya iya bertemu lelaki tak bermutu seperti ini, pertanyaan apaan itu? kamu tidak suka pada saya katanya? dia pasti gila.
Wendy menghela nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar, "Bapak ini manusia bermuka dua ya." sindirnya membuat Albert terdiam, lelaki itu tampak mendelik bingung sedikit, "maksudnya?"
"Bapakkan di sekolah cuek banget, kenapa juga mesti sok akrab sama saya?" sinisnya tak suka, Albert tersenyum miring, membuat Wendy kian jengkel.
"Kamu gak suka kalau saya akrab sama kamu, banyak loh gadis yang ingin dekat dengan saya," seketika Wendy melempar tatapan sepelenya, are you kidding? jelas saja Wendy tak suka, terlalu banyak lelaki yang menyakitinya, buat apa ketampanan jika hanya datang sebagai luka.
"Saya akan lebih suka kalau bapak pura pura tak kenal saya." Sarkisnya kembali fokus pada danau dihadapannya, ada beberapa angsa yang saling berpasangan disana, memperlihatkan kebersamaan yang dianggap manusia sebagai lambang cinta sejati.
"Begitu ya, kamu ini gadis pertama yang nolak saya loh." ledeknya yang tak di tanggapi Wendy, lelaki disisinya ini benar benar menyebalkan.
"Pak Albert kenapa rajin datang kesini?" kini Wendy yang bertanya, suaranya tampak datar dengan wajahnya yang masih belum berpaling untuk menatap sang lawan bicara.
"Aku merindukannya, malaikat kecilku." ucapnya tersenyum kecut, namun penuh luka. Entah siapa yang lelaki itu maksud, mungkin ia juga patah hati seperti Wendy.
"katanya belum punya pasangan, manusia plin plan." gumamnya meledek, namun masih terdengar jelas di telinga Albert, lelaki itu tersenyum simpul.
"Aku merindukannya, gadis kecil yang mencium bibirku demi sebuah senyuman," lelaki itu menjelaskan dengan senyum aneh, membuat Wendy tersenyum jengah, gila apa? jangan jangan lelaki ini pedofil lagi, hadehhh nasib sial Wendy malah ketemu lelaki aneh, mimpi apa sih dia sampe se menyedihkan ini hidupnya.
"Saya bukan pedofil," jelas Albert seolah tau isi hati gadis itu, ia tersenyum lembut, "saat itu saya punya masalah dengan keluarga, gadis itu bagai malaikat penopang untuk saya." ucap Albert melanjutkan kata katanya.
"Tapi dia lupa pada saya, padahal saya gak banyak berubah, masih tetap tampan dan menawan." kekehnya, Wendy terdiam, lelaki itu benar benar sinting, bicaranya benar benar percaya diri dan menyebalkan, rasanyan ingin Wendy tenggelamkan kelaut, sial.
"Memangnya bapak sudah bertemu dengan dia?" rasa penasaran sedikit menelusuk pada kepalanya, lelaki itu mengangguk pelan, "kalau sudah ketemu, memangnya mau diapaain?" tanya nya kembali angkat bicara, "mau saya nikahi." sahutnya tersenyum.
"Yaudah nikahin sana, biar bapaknya tau gimana rasanya mencintai." kini giliran Wendy yang meledek, "kan saya udah bilang kalau dia lupa sama saya."
"jadi gimana rencana bapak?"
"entahlah, belum ada ide." sahutnya berpikir sekilas.
Keduanya tampak sibuk berbincang, melupakan status diantara mereka yang berperan sebagai murid dan guru, hanya ada pembicaraan curhat lelaki dengan wanita.