Setelah drama memanjat pohon dan tidak bisa turun, kini Angelo berada di rumah Wendy, duduk dengan ragu dan pandangan kedua orang tua gadis itu yang tertuju padanya.
"Apa kabar Paman Charlos dan Bibi Vivian," Angelo membungkuk kecil, sebelum akhirnya kembali duduk.
"Kau, Angelo?" Pria itu mengangguk kecil, "Sudah lama ya, bagaimana kabarmu?" Charlos bertanya, memandang anak remaja yang kini duduk di hadapannya, lelaki yang dari dulu selalu bermain bersama dengan putri kecilnya, lalu tanpa kata, tanpa pesan, menghilang begitu saja.
"Saya baik baik saja paman," Angelo berucap pelan, antara ragu atau takut, lelaki itu mencari sosok Wendy, berharap hal itu akan mampu mengurangi ketegangan dihatinya, namun sayang yang di cari justru tak menampakkan diri.
"Yo! Angelo," Daniel menepuk bahunya, duduk disisinya dengan senyum aneh, "Ha, halo Kak Daniel." Rasanya nafas Angelo hampir tercekat, tatapan pria itu seolah ingin menggigit ginjalnya.
"Lama tidak bertemu, kenapa kamu masih di sekolah menengah atas? bukannya lebih tua dari Wendy?" Ucapan itu seolah menyindir, Angelo hanya menunduk kecil, rasanya tak sanggup untuk menceritakan semua yang ia alami selama tiga tahun ini.
"Ada sedikit masalah, jadi saya harus mengulangi sekolah." Lelaki itu hanya berucap singkat, yang diangguki kecil oleh kedua orang tua Wendy.
Pandangannya beralih pada gadis dengan celana hot pants dan hoodie lengan pendek berwarna biru muda. Gadis itu melangkah ke arah dapur, menggenggam segelas susu coklat tanpa sedikit pun berniat menawarkannya.
"Wendy, apa kau hanya akan minum sendiri? tawarkan pada tamu mu!" Sang mamah berucap, namun gadis itu hanya menatap sekilas dan memutar malas bola matanya, "Katanya dia gak minum," Sahutnya tanpa merasa berdosa.
"Benarkah?" sepasang suami istri itu memandang seolah tak percaya, tatapan mereka beralih pada Angelo, sedangkan lelaki itu hanya diam menunduk, rasanya iya tak pernah bilang ia tidak minum, tidak ada manusia yang hidup tanpa minum.
"Kenapa?" Kini Danie yang bertanya, gadis itu meneguk susu di gelas yang ia genggam, "Terlalu lama di darat katanya, jadi phobia air!" cibirnya melangkahkan kaki, menaiki tangga menuju kamarnya, meninggalkan ke dua orang tua dan kakaknya yang terhenyak, bilang apa barusan bocah itu? phobia air? yang benar saja.
"Hei bocah! kalau tidak niat menawarkan, jangan membuat cerita toxic seperti itu!" seru Daniel antara kesal dan jengkel, "Sungguh konspirasi yang kejam!" sang papah membenarkan kaca matanya, melipat kedua tangannya di dada.
"Lihat tuh anak papah! gak punya sopan santun!" Vivian mencubit kecil pinggang pria berumur itu, membuat sang empunya meringis kesakitan, "Ngomong ngomong dia numpang di rahim mamah selama sembilan bulan, jadi sifatnya mirip mamah!" Pria itu menaikkan sedikit tubuhnya, mencoba melepas jepitan jari sang istri.
"Di lihat dari manapun, bocah itu adalah Gen mu! bagaimana bisa kau menyalahkanku!" Bukannya terlepas, rasa sakit itu kian bertambah, dengan Charlos yang mengadu kesakitan, membuat Daniel hanya menggeleng malas, ini adalah kebiasaan keluarganya.
"Pergilah ke lantai dua, di depan pintu ada tulisan 'Wendy's Room' kau boleh berbicara berdua dengannya. Mata mu akan ternodai oleh pasangan ini, jika kau bertahan di sofa ini!" Daniel melenggang pergi, meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berdebat.
"Paman, bibi, saya permisi ke kamar Wendy." Akhirnya Angelo berpamitan, itu adalah waktu yang tepat untuk berbicara dan mengobrol berdua dengan Wendy.
Angelo menaiki tangga, pria itu berbalik sejenak memandang pasangan di belakangnya, "Oh shit! mataku benar benar ternoda!" umpatnya kala melihat sesuatu yang tak wajar.