"Luar biasa," ucapan itu spontan membuat Wendy berpaling, ia menatap sosok sang lelaki dewasa disisinya dengan penuh ke khawatiran.
"Kamu Siswi saya, tapi bahkan tak tahu nama saya, dunia memang semakin hebat." ucapnya membuat Wendy terdiam. "Kamu kesini karna ingin curhat?" lelaki itu berucap dengan kedua alis matanya yang terangkat, membuat Wendy sedikit canggung.
Tunggu dulu, kenapa gurunya ini sangat suka berbicara, bukankah seorang guru lebih banyak diam di bandingkan dengan berucap? sungguh lelaki yang aneh.
"Tidak, saya kesini karna merasa kalau danau ini indah, dengan taburan bintang menemani kesejukan ini." jelasnya yang membuat sang lelaki tersenyum, "kamu pintar ya dalam merangkai kata, saya yakin nilai matematikamu pasti pas pas an."
Jlebbb...
Jantung gadis itu tertohok, seperti ada tombak yang menembusnya, ucapan lekaki itu benar. "Kenapa pak Albert bisa tau?" tanya nya menyengir canggung, ah ini memalukan, bahkan tanpa sadarpun ia sudah mengakuinya di depan sang guru.
"Karna seseorang yang pintar dalam sastra dan bahasa, biasanya akan sulit beradaptasi dengan matematika." ia melirik sekilas pada Wendy, sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandangannya, mereka cenderung lebih banyak berkomentar di banding memahami dalam diam," sindirnya yang seolah menikam ke hati gadis itu.
"Hehehe.." hanya cengiran yang gadis itu lemparkan, hembusan angin seolah menyentuh tubuh gadis itu, ia kembali melirik langit yang semakin indah dengan hiasan bintangnya, "Hidup yang aneh," gumamnya pelan, "bukan hidup yang aneh, tapi takdir yang penuh misteri." sambung lelaki bernama Albert itu, ia menatap aneh Wendy, ntah apa arti tatapannya itu.
Krucukkk...
Bunyi itu begitu menggema di telinga Albert, lelaki itu terkekeh sekilas, sementara Wendy hanya menahan malu, dia lupa bahwa dirinya belum makan malam, ini benar benar kesan yang menyedihkan.
Dirinya melempar batu kecil, mengenai kepala seorang lelaki yang ternyata gurunya, yang terburuk, ia bahkan tak tau nama guru itu, dan di tambah mereka bertemu lagi dengan sang lelaki yang menyahut ungkapan patah hati Wendy, di sempurnakan suara perutnya yang meraung minta jatah, tamat sudah harga dirinya sekarang.
"Mau makan bersama saya?" penawaran itu dengan cepat Wendy tolak. No! no! no! mana mungkin ia menerima tawaran gurunya itu, bisa viral di sekolah besok, kemarin dia pacaran dengan lelaki dewasa saja sudah di katain punya sugar Daddy, ya tidak mungkinlah jika dirinya bersedia kembali terlibat gosip dirinya menggoda seorang guru.
"Tidak perlu Sir, saya sudah janjian dengan teman, saya tadi sedang menunggunya." jelasnya penuh kebohongan, namun Albert adalah seorang guru, sebelum ia mulai membagi materinya, ia akan terlebih dulu menjiwai setiap karakter muridnya, kebohongan kecil ini tak akan mampu mengelabui dirinya.
"Nona patah hati," ia berucap tegas, menghentikan langkah Wendy yang siap menjauh, "jangan terlalu patah hati, masa depan bukan hanya sekedar tentang cinta." ledeknya membuat Wendy terdiam, gadis itu mendengus kasar, bukankah guru matematika itu selalu misterius dan pendiam? kenapa yang satu ini justru cerewet? dia itu apa benar seorang guru? kenapa malah menyebalkan sih.
"Cih, menyebalkan." Gadis itu berdecih kesal, apaan nih? apa takdir benar benar sedang mempermainkannya? kenapa dunia ini menyebalkan sekali sih hari ini! dari ratusan orang ditaman, ia harus bertemu gurunya, dari sekian panjangnya hari, ia harus putus hari ini, dari semua karakter guru, lelaki itu justru yang paling aneh.
Setelah berjalan cukup jauh, Wendy mendapati sebuah cafe cepat saji yang hanya buka di malam hari, senyumnya sempat terbit, sebelum tergantikan aura suram yang menguar dari tubuhnya. Apaan nih? baru juga sore tadi putus, sekarang lelaki itu bahkan sudah menggandeng wanita lain, bisa di tebak, pasti wanita itu adalah cinta pertamanya.
Wendy tak terlalu memperdulikan kemesraan keduanya, bahkan bisa di percaya bahwa kedua orang itu juga tak menyadari hadir Wendy. Gadis itu pernah datang kesini bersama lelaki yang kini menyuapi wanita lain itu, sebuah cafe cepat saji yang buka di malam hari, cafe terbuka itu adalah tempat favourite Wendy, dimana mereka akan memesan di depan mobil besar itu, yang menjadi tempat mereka menyiapkan makanan, sementara itu makanan nya akan diantar ke meja yang telah di tempati, berjejer mengelilingi mobil itu.
"Wendy, kamu suka makanan ini juga?" ucapan itu mengagetkan dua orang, sang lelaki dan juga Wendy. Gadis itu menepuk keningnya, kenapa lelaki itu lagi sih! kan semakin menyedihkan ini namanya.
Albert berjalan, mendekati Wendy yang duduk di kursinya dengan tangan terlipat, masih menunggu pesanan yang belum sampai. Sementara lelaki di sudut sana hanya diam tak berkomentar, ia berusaha untuk mengabaikan semua itu, lagi pula hubungan nya sudah berakhir kan?.