Chereads / From Past To be My Future / Chapter 2 - Bertemu, Lagi?

Chapter 2 - Bertemu, Lagi?

Setelah sekian panjangnya ceramah yang di lemparkan sang guru, pada akhirnya Wendy kembali dengan wajah pasrahnya. Satu harapan pasti, semoga saja ia tak akan kena masalah di sekolah besok, atau dirinya akan benar benar tamat.

Brugkh...

Gadis itu menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang, pandangannya fokus pada langit langit kamarnya, ini menyedihkan. Untuk semua ketegaran hati yang selama ini dia perjuangkan, untuk semua cinta yang selama ini ia tuangkan, ternyata hanya membungkus kepalsuan dari sebuah cinta yang tak nyata.

"Aku pasti gila karna mencintainya." rutunya menyadari kebodohannya itu, lagi pula memang dasarnya dia bodoh kan, bagaimana bisa ia mencintai lelaki dewasa yang lebih tua sembilan tahun darinya.

Buuzzz... Buuzzz..

Getaran ponsel itu terdengar menyebalkan, "kenapa juga seorang mengirim pesan padaku di saat sedang galau begini,"

Ah, kelihatannya dirinya semakin gila, jelas saja orang mengirim pesan, mana ada yang tau jika dirinya sedang patah hati.

Wendy terdiam sesaat, itu pesan dari sang ayah yang mengatakan bahwa kedua orang tuanya itu tak akan pulang malam ini. Oh shit! lagi? bagaimana bisa sepasang orang tua itu lebih peduli waktu berduaan mereka, dibandingkan anaknya yang lebih butuh perhatian.

"Hufftttt... Sendiri lagi." gumamnya menghela nafas kasar, lagian ia sudah terbiasa seperti ini, dalam hitungan menit kedepannya, akan muncul kembali notifikasi yang akan memberitahu, jika sang kakak juga tidak pulang.

Buuzzz... Buuzzz...

Yups! tepat sekali, seperti dugaan Wendy, hanya saja pesannya datang jauh lebih cepat kali ini, harusnya ia tak perlu lagi membaca pesan itu, seolah itu semua sudah menjadi kebiasaan baginya setiap diakhir bulan, selalu sendiri tanpa siapapun.

Namun rasa penasarannya mengalahkan ke cuekannya, ia melirik ponselnya "kali ini alasan apa lagi, hah?" rutunya membaca pesan itu, masih alasan yang sama, yaitu menginap di rumah pacar.

"Shit! jika saja ia sudah masuk hitungan dewasa dan bisa membawa pacar pulang, maka mungkin dirinya tak perlu lagi sendiri di akhir pekan, seperti saat ini.

Wendy mengangkat tubuhnya, berjalan seraya melepas satu persatu pakaiannya, melemparnya tak tentu arah, jangan heran, itu sudah menjadi kebiasaaan dari gadis remaja itu. Dirinya mencoba mencari kesegaran dengan membersihkan tubuhnya, untuk mendapat kenyamanan dan ketenangan untuk hari yang berat ini, semua yang terjadi hari ini benar benar melukai batin dan pikirannya.

Wendy berjalan menelusuri kamarnya yang terhitung luas, gadis itu memasuki walk in closet, tapi sebelum itu, ia berhenti sejenak dan memalingkan tatapannya pada kalender elektronik diatas nakasnya.

"Tanggal 11 september?" ucapnya memperhatikan lekat angka yang tertera disana, musim gugur telah dimulai, biasanya ia selalu menantikan musim ini, namun untuk pertama kalinya gadis itu akan berhenti menantikan musim itu, di bulan awal musim gugur, di saat itu pula lah cinta pertamanya gugur.

"Bodoh! kenapa aku harus mencintainya, disaat aku menyadari bahwa diriku hanya pelarian? satu tahun lalu, di bulan yang sama, di musim yang sama, cinta itu dimulai dengan sebuah ikatan sepasang kekasih, dan di bulan dan musim yang sama pula lah cinta itu gugur, tepat dua hari sebelum genap satu tahun."

Gadis itu selalu berfikir bahwa musim gugur adalah musim penuh kebahagiaan, sebuah pergantian dari kehidupan lama menjadi lebih baik, seperti harapannya yang ingin bahwa cintanya akan berubah lebih dalam di musim gugur tahun ini, tak terpikir akan kandas begitu saja.

Setelah menggunakan semua pakaiannya, Wendy memilih untuk keluar rumah, gadis itu butuh asupan energi, untuk mengembalikan semua tenaganya yang telah terkuras seharian ini. Rumahnya tak jauh dari taman tadi, tempat itu terlihat indah dengan lampu di setiap kursi taman, serta beberapa penerang di dekat danau.

Ia tak langsung pergi membeli makanannya, ia berhenti sejenak menatap danau dari kursi taman, tempat yang sama saat ingatan tentang kebersamaan yang tak terulang itu kembali melintas di pikirannya. "ia bukan lelaki yang romantis, tapi cukup sempurna di mataku." ucapnya menghela nafas dan menyandarkan kepalanya menatap langit yang mulai gelap dengan kerlap kerlip bintang.

"Anak zaman sekarang, masih remaja tapi di otaknya sudah penuh dengan cinta dan kasmaran," suara itu terdengar begitu dekat, membuat Wendy refleks berbalik, oh shit! lagi? kenapa harus pria ini lagi? takdir sialan, apa maunya dengan membuat Wendy kembali bertemu lelaki ini? apa dia ingin menjodohkan Wendy dengan gurunya ini? seperti hubungan sebelumnya, atau takdir sedang ingin mengerjai Wendy.

"Oh, halo Sir...?" ia melirik canggung sang guru, bagaimana bisa ia tak mengenal gurunya sendiri. "Albert Cristoph." ujarnya memberitahu namanya sendiri, Wendy mengangguk paham sesaat. "Kamu benar benar tak mengenal saya?" pertanyaan itu kembali menohok jantung Milley, seolah alat pemompa darahnya itu mati rasa sesaat, sial! ini benar benar memalukan, seorang guru mempertanyakan apa muridnya mengenal dirinya, dan sialnya jawaban yang bisa di beri sang murid hanyalah "No Sir, Sorry." gumamnya pelan, namun masih dengan jelas di dengar lelaki itu.

"luar biasa," balas sang lelaki membuat Wendy spontan menatap khawatir.