Aku masih didekap oleh selimut padahal cahaya surya sudah meninggi, sinarnya menembus benang-benang tirai, mencium mataku yang masih terpejam perlahan membuka keduanya.
Jam dinding adalah yang pertama ku cari.
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit.
Ku lanjutkan tidurku tapi apadaya, alam telah menyeru.
Baiklah, setelah menjawab panggilan itu aku akan langsung mandi.
Rasanya aku hanya stylish diluar jam kerja saja.. buktinya, ketika aku berkaca saat ini aku mirip seperti Gigi Hadid.
Topi bucket korea warna kuning ini sudah bertengker dikepalaku, siap berangkat.
Baru saja menuruni tangga, ada suara yang berbicara padaku. Suaranya dari sosok berambut abu-abu mengkilat.
Ah, nenekku..
"Lara.. makan dulu sini!"
"nanti aja, nek. Aku mau jalan-jalan."
"nanti kamu sakit. Sini makan dulu, nenek buat ayam goreng kesukaan kamu."
"ah nenek… bikin aku bimbang… udah siang nih, tapi ada ayam goreng."
"makan aja sini Lara…���
"nanti aja yaa nenek.. aku jalan dulu, jangan menggodaku."
Aku merayunya sambil mencium pipi kanan dan kiri nenek.
Buru-buru aku meninggalkannya.
"Lara… hati-hati.."
"iya neneeekkk.."
Akhirnya, "me time" terlaksanakan.
Memang sangat menyenangkan menghabiskan waktu seperti ini.
Tidak ada kerjaan, tidak ada tagihan, tidak ada Abi, tidak ada bos, tidak ada apapun yang menggangguku.
Berkeliling di sekitaran Kota Tua ini terasa cukup aesthetic.
Aku seperti model video clip yang artistik.
Sudah bergaya seperti Gigi Hadid, bergowes riya setelah pamit.
Roda terus berputar mengelilingi bangunan tinggi. Makin ku kejar, makin tinggi daratannya.
Sampai aku tiba pada bangunan yang unik sekali. Baru pertama kali kulihat.
Bangunan tinggi berwarna hitam.
Saking tingginya, aku bisa tahu ada menara jam dipucuk temboknya.
Aku penasaran dan mulai mengunjungi konstruksi anti biasa tersebut di ujung perkotaan.
Untuk mencapainya, aku harus melalui satu gang. Gang ini sempit dan hanya muat seorang saja.
Sepeda diparkir dekat jalan. Setelahnya, aku masuk menelusuri gang.
Lama-kelamaan mulai terlihat jelas. Ini adalah bangunan hotel yang sudah terbakar.
Tapi, kenapa temboknya berwarna hitam semua?
Tempat ini sungguh terasa sangat berbeda.
Baru lima belas menit aku melihat-lihat isi bangunan, tiba-tiba ada suara kaki yang berlari saling kejar. Ribut sekali suara mulut mereka.
Lantas, aku segera mencari tempat bersembunyi.
Kudapati ruangan didekatku yang kosong.
Didalam sana, kedua mata ini mengintip ada gerombolan berjumlah sekitar 8 orang sedang berkelahi.
Mereka terlihat seperti Mafia.
Satu persatu aku saksikan mereka saling hajar dan mulai berlarian ke ruangan lain.
Panik. Aku ingin segera kabur dari sini.
Rasanya sudah cukup aman, karena suara mereka sudah tidak terdengar lagi. Kakiku mulai ancang-ancang untuk berlari.
Bayangan mereka sudah tak terlihat, keributan jadi keheningan.
"Sekarang!" bisikku dan mulai berlari kencang.
Sialnya, langkahku terdengar nyaring. Ada satu orang dari mereka yang menyadari keberadaanku.
Ia meneriaki dan mengejar, satu orang temannya mengikuti.
"Sial, jadi dua orang."
"aneh. Kenapa gue dikejar sih? Gawat banget."
Tempat ini banyak lorong, aku salah ambil langkah dan terjebak.
Semua ruangan disini gelap dan temboknya hitam.
Aku masuk saja kesalah satu bilik.
Merungkuk dan melingkari lutut.
"duh.. laper…. Coba tadi gue makan, gak bakal deh gue ketemu orang-orang aneh ini."
Mulutku berbisik kesal dalam hati, tubuh gemetar menandakan rasa takut yang sangat berharap tidak ketahuan.
Sekarang harus bagaimana? Aku tersesat di gedung ini.
Bisa-bisa aku kena serangan jantung atau mungkin aku akan mati karena rasa takutku.
Tuhan.. aku harus bagaimana?
Jemari tanganku kembali bertemu dan memanjatkan do'a.
Mata tertutup serta harapan ingin pergi memuncak hingga ubun-ubun.
���Tuhanku… bantu aku… selamatkan aku!"
Suara langkah-langkah yang riuh itu mendadak hilang.
Angin kencang menerpa wajahku, seperti melewati lorong waktu.
Latar belakang hitam dengan warna-warna kilat perak mengelilingi, hingga satu cahaya paling berkilau dan besar menerpa wajahku.
Mataku terbuka lebar.
Nafas terengah-engah, keringat membanjiri, jantungku berdegup teramat kencang.
"apa ini?"
"jadi… aku hanya mimpi?"
Ku perhatikan sekitarku dan kupastikan bahwa aku benar-benar ada di rumah.
"ini benar selimutku.. ini juga bantalku.. tunggu, sekarang jam berapa? …. Jam sepuluh lewat lima menit?"
Fikiranku mulai berlari kemana-mana… bukankah aku sudah terbangun dijam ini?
Apa ini? Capek sekali.
Matahari sudah tinggi.
Ini benar kamarku. Ini rumahku.
Lalu yang tadi itu apa??
"Lara…"
Secepat kilat aku menoleh ke arah suara panggilan itu.
Ku buka pintu kamar dengan perasaan ragu dan takut. Tanganku gemetar.
Siapa ini yang memanggil? Aku takut ini adalah delusi.
Apa aku sudah gila?
Tapi tanganku lebih berani daripada nyali yang kupunya.
Ia membuka pintu dan mendapati nenek.
"nenek?"
"iya Lara… kamu lama banget baru bangun. Ayo, sarapan!"
Apa benar ini nenekku? Aku harus pastikan ini. Hatiku masih terasa gelisah, nafasku masih belum teratur.
Mataku bahkan memastikan bahwa kaki nenek menyentuh lantai atau tidak.
Namun, wanita berambut abu-abu itu bertanya padaku.
"Lara.. kamu kenapa? Kok kamu basah keringat? Kamu habis olahraga? Kamu kenapa, nak?"
Tangannya yang penuh garis-garis halus mengelus pipi kiriku.
Aku hanya terdiam. Kucoba atur nafasku dalam waktu singkat.
"Lara?"
"emm.. iyah, nek. Aku habis coba-coba olahraga, biar kayak Gigi Hadid."
"tapi, kamu belum sarapan. Nanti kamu pingsan, nak. Ayo, sarapan dulu!"
"iyah nek, aku cuci muka dulu ya.."
aku berusaha memalingkan wajahku tapi aku malah berubah fikiran.
"aku mandi aja deh sekalian yah, nek. Biar rapi."
"gak usah mandi nanti keburu dingin makanannya. Nenek udah angetin buat kamu."
"nenek masak apa?"
"ayam goreng, kesukaan kamu."
Bukannya senang tapi aku malah tertegun, menelan ludah, dan menggigir bibirku.
"loh kamu kenapa Lara?"
"hah? Gak apa-apa nek. Aku mandi dulu yah.. tunggu aku ya, nek!"
"iya, sayang."
Apa aku sudah pulang? Kenapa ini? Jam menunjukkan waktu yang sama, nenek masak makanan yang sama. apa aku benar-benar ada di rumah?
Ku buka lemari, laci-laci, perlengkapan, pakaian, koleksi… semuanya betul milikku. Semuanya berada pada tempat yang benar.
Mungkin aku harus melupakan ini. Aku harus tenang. Yang tadi itu hanya kembang tidur.
Kepalaku jadi sakit, aku harus segera mandi untuk menyegarkan otakku.
"Lara… makanannya sudah ada dimeja, kamu jangan lupa kalau sudah selesai piringnya dicuci."
Seru nenek.
"iya, nek."
"kamu kenapa? Kok masih terlihat gugup?"
"gak apa-apa, nek."
"yaudah, kamu makan yang banyak ya."
"iya, nek."
Aku tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tapi perutku sudah sangat lapar. Aku makan dulu, yang penting kebutuhan perut terpenuhi, otakku perlu energi untuk berfikir.
Lambat laun, makananku habis ditelan. Masakan nenek selalu enak seperti biasa.
Tapi, hari ini aku tidak jadi untuk bersepeda. Aku takut mimpi itu jadi kenyataan.
Padahal, cuacanya sangat cerah sekali. Aku akan membaca buku saja di kamar.
Suasana hari ini tidak begitu jelek, meskipun aku telah bermimpi buruk.
Pada akhirnya, aku menghabiskan hari libur dengan berlehai-lehai di kasur sambil membaca novel.
Semua masih menyenangkan.