"Mimpi itu datang lagi!" Lara terperanjat seiring dengan tersadarnya ia dari tidur.
"kenapa bisa? Apa lagi ini?"
Lara segera meminum segelas air putih yang selalu tersedia di meja tidurnya, dan menyandarkan tubuhnya pada tempat tidur.
"semua ini Cuma mimpi. Pasti berakhir." Kata-kata motivasi itu terucap sambil memejamkan matanya, tapi ia malah melihat sesosok bocah lelaki yang bermuka hancur berlumuran darah melewatinya, tampang tengil yang menjulurkan lidah tampak begitu jelas.
Lara terkaget dan seketika terbangun dari kasurnya.
"sialan! Sumpah gue kesel banget! Kenapa harus ngeliat bocah tengil muka rusak kayak gitu sih?" kesal Lara. Bulu kuduknya langsung merinding, rasa takut menyelundup kadalam hatinya.
Sudah sendirian di dalam kamar, malah melihat yang seram. Efek samping mimpi buruk memang nyata.
Berdiam diri di kamar buat keadaan makin mencekam, masih pukul 3 pagi, apa yang bisa dilakukan selain turun ke lantai 1 dan mononton TV? Itu lebih baik daripada mematung di kamar.
"Kalau masih pagi buta seperti ini, suasana ruangan terasa lebih adem." Lara berkata demikian sambil merebahkan punggungnya pada sofa, dan menyetel TV.
"iya, adem." Ada yang menyauti omongan Lara.
Baru saja bersender Lara sudah kaget.
"ha?! Siapa tadi yang ngomong?" tanya Lara sangat penasaran setengah takut.
Kepalanya tungak-tengok ke kanan kiri, depan hingga belakang, tapi tidak ada orang.
"nenek? Tapi, nenek gak ada.. duh, tadi suara cewek ya? Suara siapa?"
Makin penasaran, Lara menyusuri dapur. Tapi tidak ada orang juga. Lara segera kembali ke ruang TV dan duduk kembali.
"gak ada siapa-siapa, mungkin suara TV."
Baru saja Lara menyenderkan punggungnya kembali ke sofa, sudah ada yang berkata "aku."
Lantas saja punggungnya yang baru tersender langsung bangkit.
"aduh…. Siapa lagi sih?" tanya Lara ketus tapi bulu kuduknya juga bangun.
"aku!" suara itu kembali terdengar, namun nadanya disertai tertawa geli.
"sialan! Bukan orang kan lu?!"
"aku!" suara itu kembali menjawab dengan nada yang sama.
"pergi!" seketika Lara mengusir makhluk itu, tapi kepalanya tidak berani menengok.
"aku!" suaranya makin kecil tapi sangat jelas. Begitu juga dengan tawanya.
"PERGI!" Lara membentak dan melempar remot yang sejak tadi ia pegang ke arah kiri.
Remote itu rusak menabrak tembok dan menghilangkan suara aneh yang sejak tadi menyahuti. Tapi, tidak ada seorangpun disana, tidak juga melihat bayangan yang pergi.
Keresahan datang, nafas mulai tidak karuan, mencoba untuk stabil dan berfikir positif. Baru saja bangkit dari duduknya, suara itu kembali muncul.
"AKU!" kini suaranya kencang dan candanya terdengar lebih panjang.
Kaki Lara langsung jatuh lemas, dirinya telah mejadi lelucon bagi makhluk tak kasat mata.
"aaakkkuuuuuu..." suara itu terdengar kembali, namun seperti suara seorang nenek-nenek yang serak.
"aaaaaakkkkkuuuuuuu…" nada suara itu makin melengking, makin panjang, terdengar seakan sangat dekat sekali ke telinga. Tidak ada candaan disela tawanya, kini terasa sangat seram.
Lara menutup kedua telinga dengan tangannya. Tapi kian menjadi-jadi suara itu melengking.
Ia takut dan tak berdaya, jantungnya terpompa sangat kencang, badannya mulai lemas hingga tak sadarkan diri lagi.
Lara kemudian membuka matanya kembali, dan situasi masih diruangan yang sama, hanya saja ia berada diatas sofa.
Matanya mengedarkan penglihatan sampai sudut, kepalanya bertungak-tengok sampai 90.
"Tidak ada siapa-siapa, mungkin kalau tidak kakek, ya ayah yang memindahkanku." Pikir Lara.
Ia kembali merebahkan tubuhnya pada sofa dan memejamkan mata.
"tunggu, sekarang jam berapa?" Lara baru teringat akan waktu.
Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi.
"ternyata pingsan sebentar. Tapi, semalam seram juga." Lara berkata demikian sambil memandang langit-langit ruangan.
Namun, perlahan Lara tidur kembali dengan menyilangkan kedua lengannya memeluk tubuhnya sendiri.
Kesadaran atas apa yang terjadi perlahan hilang, Lara mulai terlelap, namun otaknya masih terus bekerja, mengingat-ingat kisah lama maupun kenangan lama yang campur aduk.
Ada yang sedih, senang, hingga mengjengkelkan. Cuplikan-cuplikan kecil dari masa lalu membuat ia setengah sadar. Lara berusaha untuk menghilangkan semua bayangan itu dengan membalikkan badannya ke kiri, tapi anehnya Lara tidak bisa. Badannya terasa kaku, seperti orang lumpuh.
Mulutnya berusaha terbuka meminta pertolongan, tapi ia seperti orang gagu yang tidak bisa bicara dengan jelas, bahkan lebih parah dari tunawicara.
Nafasnya berat, tangan maupun kaki tidak bisa dipindahkan. Tapi, ia sadar betul bahwa ini nyata.
Tiba-tiba dari arah kiri ia melihat ada sesosok pria berbaju hitam melewatinya dan berdiri tepat di depan Lara tertidur.
Suaranya sangat mirip Abi. Ia terus mengajak pergi. Tapi Lara paham sekali ini bukanlah Abi.
Lara mencoba berteriak dan meminta tolong pada siapapun, namun percuma.
Dalam hati Lara menangkis omongan laki-laki itu.
"Lara pergi, yuk!"
"Lara, ayo ikut sama aku!"
"ayo, Lara bangun ikut aku!"
Kalimat-kalimat itu terus saja diulang-ulang. Lara tidak bisa melihat wajah orang tersebut. Maka, ia mencoba mendengarnya lagi dengan sangat hati-hati dan memastikannya benarkah itu Abi.
Jauh dilubuk hati Lara, ia tahu itu bukanlah Abi.
"Tuhanku, aku lelah dengan ini. selamatkan aku!" kalimat itu berkali-kali diucapkan dalam benak Lara.
Badannya masih lumpuh, suara lelaki itu masih terus terdengar.
Lara menyerah dan meng-iyakan ajakan orang tersebut. Seketika suara dan wujud lelaki itu hilang.
Badannya mulai bisa digerakkan kembali, dan ia melihat ada cahaya dari sebelah kiri ia tertidur.
Pria yang tadi muncul seperti bayang-bayang gelap berwarna hitam. Tanpa rupa yang jelas ia menjulurkan tangannya pada Lara.
"Lara!" bentak neneknya.
"Lara!!" nenek berusaha membangunkan dengan terus memanggil dan menggoyangkan-goyankan badan cucu semata wayangnya itu. Raut wajahnya tampak khawatir.
"Lara bangunlah!" tegas neneknya sambil menyentuh kening Lara.
Seketika pula Lara terbangun dengan posisi tangan kiri seperti ingin meraih sesuatu. Lara terkaget dan mengumpulkan kesadarannya.
"kamu kalau tidur baca doa!" tegas neneknya.
"hah? Eh? Nenek? Gak tau nek, Cuma mimpi." Jawab Lara kebingungan.
"tetap saja, kamu harus baca doa!"
"iyah nek.. sekarangkan udah aman." Lara menjawab santai seperti tidak menggubris omongan nenek.
"hati-hati kamu."
"kenapa sih nek? Kan Cuma mimpi."
"kamu ini kalau dikasih tau malah membantah."
"iya nek, iya. Aku mau tidur."
Nenek tidak berkata-kata lagi mendengar perkataan cucunya. Terbesit dalam fikiran bahwa mungkin "mereka" sudah datang. Tapi, rasanya tidak mungkin. Itu sudah lama sekali berlalu, harusnya mereka sudah aman sekarang.
Nenek masih merahasiakan kejadian ini dari siapapun, harapannya semoga tidak terjadi apa-apa lagi pada keluarga ini, cukup kejadian bertahun-tahun yang lalu menutup semua kesengsaraan. Dimasa sekarang, tidak boleh terjadi lagi.
Semua yang telah berlalu, harus tetap pada tempatnya, tidak seharusnya terulang kembali, atau bahkan hanya untuk singgah sebentar menyapa masa sekarang yang sudah berbeda kondisi.
Tidak, semua tidak boleh terganggu.