Melihat mereka bersiap-siap dan masuk ke mobilnya membuat gue bosan, karena gue hanya bisa menonton di sini. Gak mungkin gue ingin ikut balapan juga.
Mereka semua cowok dan yang cewek hanya menonton di sini, lagian gue juga belum kenal sama mereka. Masa iya gue langsung ingin ikut balapan sama mereka? Ya sudahlah terima saja keadaan sekarang.
Gue masih berdiri di sini. Berdiri sambil menyandarkan tubuh gue di mobil orang. Mereka tidak ikut balapan semua. Jadi, masih banyak mobil yang masih terparkir rapi di sini.
Gue melihat mereka para cewek sedang asyik berbincang bersama. Gue tersenyum tipis saat menyaksikan kejadian itu. Seorang perempuan sedang berjalan ke arah gue.
Gak dia gak sendirian dia ditemani oleh beberapa temannya. Gue gak yakin kalau orang itu mau menghampiri gue. Gue tidak mau memedulikannya. Gue lebih memilih menatap ke arah di mana harus start berada.
Gue semakin berpikir kalau mereka itu akan menghampiri gue, tapi gue masih tanda tanya. Mereka mau ngapain berjalan ke arah gue? Gue bingung.
Gue tidak kenal sama mereka semua. Jangan sampai kalau mereka berjalan ke arah gue itu mau melabrak gue. Tuh kan gue jadi berprasangka buruk sama orang.
Orang itu menghentikan langkahnya tepat di depan gue. Dia memperhatikan gue dari atas ke bawah. Gue semakin curiga, hehe. "Kaila," ucap orang sambil mengulurkan tangannya ke arah gue.
Gue kaget saat melihat dia yang tiba-tiba tersenyum dan kemudian mengulurkan tangannya. Gue pikir dia bakalan marah-marah gak jelas sama gue, ternyata tidak.
"Sela," ucap dia sambil menyalami gue juga bergantian. Gue masih terdiam bengong.
"Lia," ucap yang satunya lagi. Gue menerima uluran tangan mereka semua. Gue menjabat tangan mereka satu-persatu.
"Hm Peyvitta," ucap gue kikuk. Gue masih tidak percaya kalau mereka begitu ramah. Mereka tersenyum ramah ke gue sekarang. Semua dugaan gue ternyata salah. Mereka tak seburuk yang gue pikirkan. Mereka begitu ramah.
Gue mencoba beradaptasi dengan mereka semua. Mereka sepertinya sengaja deh menghampiri gue sekarang. Mereka tahu kalau gue baru ke sini dan gue belum kenal sama siapa pun di sini, makanya dia menghampiri gue sekarang.
Mereka kembali melanjutkan perbincangan mereka di sini. Gue sebisa mungkin beradaptasi dengan mereka. Gue ikut berbicara bersama dengan mereka. Mereka begitu friendly. Gue tidak merasa canggung saat harus gabung bersama dengan mereka.
"Udah lama kenal sama si Rey?" tanya orang yang bernama Sela.
Dia berhasil menghentikan topik pembicaraan yang sedari tadi tengah mereka bahas. Semuanya mendadak terdiam saat dia menanyakan hal itu sama gue, bahkan gue jug ikut terdiam kaget saat dia menanyakan hal ini.
"Belum," jawab gue jujur. Gue memang belum kenal lama sama Reynard. Gue baru kenal dia beberapa bulan kebelakang.
"Tapi kayaknya kalian berdua udah akrab banget?" tanya Kaila yang ikut penasaran akan kedekatan gue dan Reynard.
"Mungkin itu hanya keliatannya saja."
"Bagus deh ada peningkatan dia," ucap Sely santai. Ucapan Seli memang dengan nada yang santai, tapi membuat gue mengernyit bingung.
"Maksudnya?"
*****
Ayolah Rey, peka. Gue sudah bosan nih. Gue sedari tadi hanya terduduk dan tersenyum kikuk, ah gue benci. Kenapa dia mengajak gue ke tempat kayak gini? Gue benci keramaian, karena gue terbiasa sendirian.
Lagian di sini juga gue tidak melakukan apa-apa, gue hanya menonton lo dan anak-anak yang lainnya yang sibuk sama mobil lo semua. Kenapa sih lo malah mengajak gue ke sini, kenapa tidak membiarkan gue pergi ke bar tadi? Hemmm, dasar orang aneh.
"Gue duluan ya, kasian anak orang nunggu," ucap Reynard. Huh gue lega mendengarnya akhirnya dia peka. Baru kali ini nih orang peka.
"Lo mau pulang gak?" tanya dia. Gue langsung mengangguk dan mengekor di belakangnya.
"Bye-bye Vitt," ucap beberapa dari mereka.
"Bye," jawab gue ragu. Sebegitu traumanya ya gue sama yang namanya teman, sampai gue mengucapkan kata 'bye' saja bisa merasa ragu seperti ini. Gue terus mengekori Reynard sampai akhirnya gue masuk ke dalam mobilnya.
"Ngapain lo bawa gue ke tempat tadi?" tanya gue saat gue dan Reynard sudah berada di dalam mobil dan sedang di dalam perjalanan.
"Biar lo punya kegiatan dan mau bergaul dengan sekitar," jawab dia dengan nada yang datar. Entah kenapa gue merasa bingung akan maksud dari jawabannya. Gue bingung sama maksud dari perkataannya barusa itu apaan?
"Sekitar? Mata lo buta, ini udah jauh dari sekitar gue!" ucap gue ketus. Gue gak mau kalau nantinya dia menyuruh gue buat berteman. Untuk saat ini gue gak mau terjerumus ke dalam zona pertemanan.
"Itu hanya pemanis bego," ucap dia dengan nada yang datar.
"Ih lo kok makin sini makin nyebelin ya? Ini gue lama-lama jadi makin sebel tahu sama lo." Gue merasa sangat kesel sama dia. Ucapannya itu begitu simple, namun begitu tak enak untuk didengar.
"Makin nyebelin atau makin sayang?"
"Makin nyebelin!"
"Bukan makin sayang?" tanya dia santai.
Pertanyaan dia memang santai, tapi pertanyaannya sudah membuat jantung gue berdetak tak beraturan. Ah gue malas untuk menjawab pertanyaannya, gue hanya memalingkan wajah gue ke arah jendela mobil.
Dia tersenyum sekilas sambil menatap gue. Gue gak lihat langsung kalau dia tersenyum, gue hanya melihat senyumannya dari arah pantulan jendela mobilnya.
*****
"Ngapain lo berhenti di sini?" tanya gue saat Reynard memberhentikan mobilnya di jalanan yang entah di mana. Gue gak tahu ini di mana, karena seperti yang sudah gue bilang tadi, kalau ini sudah jauh dari sekitar gue.
Dia turun dari mobilnya dan berjalan ke arah pintu mobil sebelahnya. Dia membuka pintu mobil di mana gue berada. Gue keluar dan hal yang paling menjengkelkan setelah gue keluar dari mobil adalah dia yang melangkah masuk.
"Gantian, lo yang bawa," ucap dia santai sambil menutup pintu mobil itu. Gue heran nih cowok kenapa nyebelin banget sih?
Oke, biar gue yang mengalah. Orang waras mengalah sama orang aneh. Akhirnya gue yang mengemudikan mobilnya. Dia sesekali melirik ke arah gue dan itu semua membuat gue risih.
"Gue mau tanya." Dia tak menjawab, dia hanya memalingkan wajahnya menatap gue dan memberikan ekspresi tanda tanya.
"Gimana caranya supaya lo gak liatin terus muka gue?!" tanya gue ketus sambil melotot ke arahnya.
"Gak ada caranya," jawab dia dengan begitu santai.
"Argh!" gue bingung gue harus ngapain lagi. Akhirnya gue hanya bisa pasrah dan fokus mengemudi.
*****
"Makasih!" ucap gue ketus. Gue langsung keluar dari mobilnya, karena sekarang sudah sampai di area apartemen gue. Gue gak mau menunggu dulu jawaban darinya. Gue langsung berjalan menjauh dari tempat di mana mobilnya terparkir sekarang.
"Hari yang melelahkan," ucap gue sambil membaringkan tubuh gue di atas kasur.