Chereads / I FEEL ALONE / Chapter 37 - I FEEL ALONE - Peyvitta Birthday

Chapter 37 - I FEEL ALONE - Peyvitta Birthday

Gue gak tahu apa alasan utama Tuhan mengizinkan gue sampai pada hari ini. Hari ini usia gue sudah genap 18 tahun. Umur gue bertambah, namun orang di sekeliling gue tetap tak bertambah dan yang bertambah di kehidupan gue rasa hannyalah sebuah masalah saja.

Gue gak mau membuka ponsel gue sekarang, gue gak mau menyakiti hati gue yang jelas-jelas sedang sakit. Gue sudah bisa menduga jika nantinya bakalan banyak postingan yang akan Vetta posting tepat pada hari ulang tahunnya.

Kali ini gue tahu kondisi hati gue, gue tahu hati gue sedang sakit dan gue gak mau menambah rasa sakitnya. Biarkan saja mereka terus menyakiti hati gue, tapi setidaknya gue tidak ingin seperti itu. Di sini hanya tersisa gue yang menyayangi hati gue. Jika gue menyakiti hati gue, lalu siapa yang akan menjaga hati gue? Gak bakalan ada kan?

Sekarang gue lebih memilih bersiap-siap untuk pergi sekolah. Gue mau melupakan hari ini, maksudnya moment yang seharusnya terjadi hari ini. Gue sudah tidak bisa berharap apa pun lagi, karena harapan gue sudah tentu tidak akan menjadi kenyataan.

Harapan gue nantinya hanya akan menjadi sebuah kekecewaan bukanlah kenyataan. Jadi, untuk apa gue terus berharap? Untuk menambah rasa kecewa yang sudah ada? Untuk kali ini gak deh, gue gak mau menambah kekecewaan yang ada.

Gue berjalan dengan santai keluar dari apartemen gue. Gue melajukan motor gue dengan santai menuju ke arah SMA Permata. Gue menikmati suasana pagi yang begitu ramai di kota ini.

Gue menikmati pemandangan yang ada dan berharap gue bisa melupakan semua hal yang seharusnya terjadi. Ralat. Bukan seharusnya terjadi, semua hal yang wajar jika gue harapkan.

Hal itu memang sangat wajar untuk gue harapkan, tapi gue tidak akan bisa untuk mendapatkan. Tak perlu menunggu lama, sekarang gue sudah berada di depan SMA Permata.

Gue melanjutkan motor gue dan akhirnya berhenti tepat di parkiran. Gue langsung turun dari motor gue dan berjalan untuk menuju ke kelas. Gue berjalan dengan langkah yang begitu santai.

Santai atau lemas? Antara santai dan lemas, soalnya beda tipis haha. Tergantung kalian maunya ke mana. Gue gak mau memaksakan keinginan orang lain.

"Hei, tunggu!" ucap seseorang dari arah belakang. Gue tahu siapa pemilik suara itu, dia pasti Vetta. Suara cempreng miliknya memudahkan gue untuk mengetahui siapa pemilik suara itu.

Gue hanya membalikkan badan gue tanpa mau berucap apa pun. Gue lagi malas melakukan interaksi dengannya sekarang. "Lo ulang tahun kan sekarang?" tanya dia sambil memasang wajah yang begitu ceria.

"Gue rasa lo makin tua makin bego ya? Lo menanyakan sesuatu yang jawabannya udah lo ketahui sendiri." Gue tahu dia pasti bakalan emosi, tapi kenapa dia masih berusaha untuk sabar? Gue gak tahu akan hal itu, mungkin ada sesuatu yang sudah dia rencanakan.

"Liat nih," ucapnya sambil menenteng jam tangan yang melingkar di tangannya. Jam tangan itu terlihat masih baru, warnanya saja masih mencolok. Gue memutar mata gue malas setelah melihat jam tangan itu.

"Ini kado dari Papah, lo dapet?" tanya dia sambil memasang ekspresi yang begitu bahagia.

Dia bahagia karena dia bisa mendapatkan apa yang tidak bisa gue dapatkan. Bukan gue tidak bisa mendapatkan jam yang seperti itu, namun gue tidak bisa mendapatkan jam itu sebagai kado dari Papah.

Gue tidak bisa mendapatkan sebuah barang sebagai kado dari Papah. Intinya gue tidak bisa mendapatkan perlakuan khusus dari Papah!

"Haha nggak kan? Kacian dasar anak yang terbuang, ups gue lupa bukan terbuang tapi DIBUANG." Percayalah hati gue sesak sekarang, gue merasakan iri dan juga sakit saat ini.

Gue sebenarnya iri, kenapa dia bisa mendapatkan hadiah, sedangkan gue tidak? Haha, jangankan hadiah ucapan 'selamat ulang tahun' saja tak gue dapatkan. Tapi hati ini merasa jauh lebih sakit saat mendengar kata 'terbuang dan dibuang', gue sangat benci kata itu.

Gue juga tidak ingin jadi seseorang yang terbuang, apalagi jadi seseorang yang dibuang. Gue tidak ingin, tapi kenapa gue mendapatkan sesuatu yang tidak gue inginkan?

"Kak, kak, happy birthday," ucap Della sambil menatap gue dan memberikan sebuah senyuman.

"Semoga Kakak makin baik ke depannya," ucapnya lagi. Ayolah drama apa yang sedang lo mainkan sekarang? Gue tahu lo gak ada niatan buat ngasih ucapan 'selamat ulang tahun' sama gue.

"Ups salah orang, Kakak gue kan yang ini," ucap dia sambil berjalan mendekat ke arah di mana Vetta berada. "yang itu kan Kakak yang terbuang," sambungnya sambil menunjuk ke arah gue.

Tahan emosi lo Vitt, lo mesti belajar dewasa sekarang. Gue mencoba meredam emosi gue sendiri.

Gue berjalan meninggalkan mereka, kalau kelamaan gue di sini gue takut gue gak bisa ngontrol emosi gue. Gue gak mau sampai nanti harus menyakiti mereka. Jiwa kemanusiaan gue masih ada, jadi gue gak mau kalau gue harus menyakiti mereka yang seharusnya adalah saudara kandung gue.

Gue berjalan menuju ke kelas dengan langkah yang dipenuhi oleh sebuah rasa emosi. Emosi yang sedang gue rasakan begitu tinggi. Ada beberapa orang yang menatap gue dengan tatapan yang begitu heran saat melihat ekspresi gue sekarang.

Gue tidak peduli sama pandangan orang-orang. Gue tidak bisa menyembunyikan emosi yang sedang gue rasakan sekarang. Gue semakin mempercepat langkah gue agar bisa segera sampai ke kelas.

Gue langsung berjalan masuk saat sekarang gue sedang berada di depan kelas gue. Gue langsung berjalan menuju ke tempat di mana gue duduk. Gue melirik ke arah jam tangan yang melingkar di tangan gue.

Waktu masuk masih jauh. Ada sekitar 15 menit untuk menuju ke waktu masuk. Gue melipatkan kedua tangan gue dan meletakannya di atas meja. Gue menenggelamkan kepala gue ke dalam lipatan tangan itu.

Gue tidak ingin menatap sekitar dan gue juga tidak ingin di tatap oleh sekitar saat gue menunjukkan kspresi muka yang seperti ini. Gue mencoba mencari titik tenang dalam diri gue.

Gue ingin mencoba menenangkan diri gue. Ini semua memang bukan hal yang mudah, namun gue masih terus berusaha untuk mendapatkan itu semua. 

Gue terlelap di dalam lipatan tangan gue, gue kembali tersadar saat Anna membangunkan gue dengan pelan. Gue bukan terlelap tidur, tapi gue terlelap dalam lamunan yang gelap.

Gue melirik ke arah orang yang sudah menyadarkan gue. Gue melirik dia dengan tatapan yang penuh tanda tanya. "Itu Ibu sudah masuk," ucap Anna sambil melirik ke arah guru yang sekarang sudah duduk di tempatnya. 

Gue membenarkan posisi duduk gue, gue sekarang harus mengikuti pelajaran itu. Sebenarnya gue tidak ingin mengikuti kegiatan pembelajaran hari ini, tapi gue lagi malas untuk berjalan keluar hingga akhirnya gue terpaksa mengikuti berbagai kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.