Kenapa ada perasaan yang mengganjal di hati gue? Kenapa gue seolah merasakan kebahagiaan hari ini, padahal pada kenyataannya gue sedari tadi hanya merasakan sebuah rasa bosan yang begitu mendalam saat seharian harus terus bersama dengan manusia es itu?
Ada sesuatu yang berada dalam dirinya. Sikap dia beda, gue merasakan kebersamaan saat bersama dengannya. Argh sudahlah lupakan! Gak usah terlalu berpikiran akan sesuatu hal yang manis, jika nanti akhirnya akan pahit tetap saja kan gue sendiri yang nyesek.
Gue berjalan ke arah kamar mandi. Gue berniat untuk mencuci muka gue terlebih dahulu sebelum gue tidur. Gue mencuci muka gue tanpa ada niatan buat mandi.
Waktu sudah terlalu larut malam dan gue tidak mempunyai niatan yang cukup untuk melakukan rangkaian kegiatan yang biasa disebut dengan kata mandi. Jadi, gue hanya mencuci muka gue saja.
Gue kembali ke kamar gue dan memutuskan untuk mengganti pakaian. Gue berjalan ke arah lemari dan mengganti baju yang sekarang gue pakai dengan sebuah baju tidur.
Gue berjalan kembali ke tempat tidur. Gue sedang bersandar di kepala tempat tidur ini. Gue belum ingin tertidur hingga akhirnya gue mengambil ponsel gue dan gue membuka layar kuncinya. Gue terdiam beberapa saat sambil memandangi layar handphone yang baru gue buka sekarang.
Ah, kenapa gue sampai pada hari yang menyebalkan ini? Gumam gue saat melihat tanggal yang tertera di handphone gue.
Hari esok usia gue sudah genap 18 tahun, gak ada yang mau tahu juga kan? Hmm jangan kan ucapan selamat ulang tahun, yang mengetahui kalau esok adalah hari ulang tahun gue pun tak ada.
Gue kurang menyukai hari itu, bahkan mungkin gue sangat membenci hari itu. Gue bukan benci sama hari di mana gue dilahirkan, tapi gue benci sama hari di mana gue berulang tahun.
Sama saja kan? Hari di mana gue dilahirkan memang sama dengan hari di mana gue berulang tahun, tapi bukan ke sana maksudnya. Maksud gue, gue tidak pernah benci sama waktu di mana gue terlahir ke dunia, karena itu sudah tadir dari Tuhan.
Gue hanya benci pada hari di mana gue seharusnya merayakan ulang tahun gue, karena gue tidak pernah merasakan kebahagiaan di hari ini, bahkan gue selalu merasakan kesedihan yang begitu mendalam di hari ulang tahun gue sendiri.
Gue sudah bisa membayangkan, jika besok Vetta akan mendapat perlakuan yang sangat special dari orang tuanya di hari spesialnya. Ya orang tua gue juga sih seharusnya.
Seharusnya ya, karena pada kenyataannya sangat berkebalikkan. Mereka tidak memberikan sikap layaknya seorang orang tua. Cara mereka memperlakukan gue berkebalikkan dengan cara mereka memperlakukan Pelvetta.
Tok tok tok.
Gue mendengar kalau ada yang sudah mengetuk pintu apartement gue. Suara ketukan pintu itu berhasil membuat gue berjalan dan kemudian membuka pintu apartemen.
Gue heran saat melihat siapa orang yang sudah mengetuk pintu tadi, lebih tepatnya gue heran sama orang yang sekarang sudah datang. Siapa yang datang? Kenapa gue bisa merasa begitu heran? Yang datang adalah orang tua gue. Mereka datang sambil membawa kue tart coklat dengan lilin di atasnya.
"Mamah, Papah?" sapa gue ragu.
"Happy birthday sayang," ucap mereka bersamaan. Demi apa ini mereka mengucapkan kata 'happy birthday'? gue gak salah dengar kan?
"Gue gak mimpi kan?" tanya gue spontan. Pertanyaan itulah yang pertama kali muncul di pikiran gue. Gue gak percaya kalau ini adalah kenyataan.
"Enggak sayang, kamu sekarang sedang ulang tahun bukan?" jawab sekaligus tanya Mamah. Gue hanya bisa mengangguk sambil merasakan sebuah kebingungan. Gue masih bingung akan semua ini. Mereka benar-benar ingat sama hari ulang tahun gue?
"Kita memang sudah tidak satu rumah, tapi kita masih ingat kalau sekarang kamu sedang berulang tahun," ucap Papah sambil mengelus puncak kepala gue. Elusan yang Papah berikan terasa begitu lembut.
"Gak diizinin masuk nih?" tanya Mamah.
Mamah bertanya seperti itu maksudnya adalah untuk sebenarnya menyindir gue, karena sedari tadi gue belum mempersilahkan mereka masuk. Gue hanya membukakan pintu apartemen ini dan kemudian terbengong tidak percaya atas semua yang telah terjadi barusan.
"Oh iya, silakan masuk Mah Pah." Gue akhirnya mempersilahkan mereka berdua untuk masuk, meski dengan pikiran yang sedari tadi masih kebingungan.
Sepertinya di sini hanya gue yang merasakan kebingungan itu. Mereka berdua akhirnya berjalan masuk ke apartemen gue.
"Ya udah sayang, silakan tiup lilinya," ucap Mamah sambil memegangi kue tart yang lilinnya sudah menyala. Gue hanya mengangguk sambil tersenyum bingung, gue bingung harus ngapain.
"Sebelum itu kamu make a wish dulu ya," ucap Papah mengingatkan.
"Vitta harap semoga Mamah sama Papah tetep sayang Vitta." Gue langsung menutup mata menghadap ke arah lilin ulang tahun itu, kemudian gue meniupnya.
Mereka berdua bertepuk tangan setelah gue selesai meniup lilin itu. Tangan yang bertepuk hanya 2 pasang tangan, tapi entah kenapa hati gue merasa bahwa suara tepukan itu begitu meriah.
"Sekarang potong kue-nya sayang," ucapnya sambil memberikan gue sebuah pisau untuk memotong kue.
"Makasih Mah, Pah." Gue memeluk mereka dengan pelukan yanga begitu erat. Gue merindukan moment ini, gue merindukan moment di mana gue merasa begitu berharga saat bersama dengan mereka.
Gue semakin mengeratkan pelukan gue kepada mereka. Gue begitu merasakan kehangatan saat sedang berada di dalam pelukan mereka berdua.
Saat gue mengeratkan pelukan gue, mereka berdua menghilang layaknya sebuah asap. Tak ada yang sedang gue peluk. Mereka berdua lenyap secara tiba-tiba.
Gue menyeringai, ternyata barusan itu hanya sebuah mimpi belaka. Gue kembali tersenyum lebar saat mengingat kalau kejadian barusan itu hanya sebuah mimpi.
Gue mengambil ponsel gue, gue menekan tombol on itu. Gue terdiam saat melihat sesuatu yang ada di tampilan layarnya. Hari ini tanggal 3 September, yang artinya gue sekarang sudah genap 18 tahun.
Gue tersenyum sebentar saat melihat tanggal itu. Gue tidak terlalu lama menatap layar ponsel itu, gue turun dari tempat tidur gue saat menyadari kalau ternyata waktu sudah pagi. Gue berjalan ke arah kamar mandi.
Gue langsung membersihkan diri gue. Setelah selesai membersihkan diri gue, gue kemudian menatap ke arah cermin, membayangkan semua mimpi yang telah terjadi tadi. Mimpi yang sangat indah, namun berkebalikan dengan kenyataannya. Kenyataan gue sangat buruk.
"Hmm gue pikir itu kenyataan." Gue masih terus menatap ke arah cermin.
"Kenapa gue mimpi? Mungkin gue terlalu menginginkan akan hal itu." Gue tersenyum miris di ujung kalimat yang baru gue ucapkan barusan. Gue terus memperlebar senyuman gue sekarang. Gue mencoba menahan air mata gue agar tak jatuh.