Riv sering membaca cerita-cerita yang tokoh utamanya seorang duren alias duda keren. Riv pernah membayangkan bisa dekat dengan duda---tidak pengen sama duda tapi.
Biasanya duda sudah mengalami asam pahit dunia sehingga menjadikannya seseorang yang dewasa matang secara jasmani dan rohani.
Namun melihat langsung sendiri, duda keren dengan anak laki-laki yang ganteng banget tapi wajahnya jutek benar-benar tidak pernah ada di bayangan Riv. Rasanya, aneh gitu melihat Dan yang dingin dihadapkan dengan anak laki-laki kecil berwajah jutek namun cerewetnya minta ampun.
"Salim dulu Be," ucap Dan setelah anak laki-laki itu tiba di hadapan kami semua.
Anak kecil itu menyalami semua orang di sana---termasuk Bang Jack--- namun saat akan menyalami Riv dia terdiam sejenak lalu melengos begitu saja meninggalkan tangan Riv yang menggantung.
Gila! Bapak sama anak sama-sama nyebelin, batin Riv yang tidak terima diacuhkan oleh anak yang baru lahir kemarin sore.
"Kenapa Kakaknya gak disalimin?" Tanya Dan sambil mengelus rambut anak laki-laki tersebut dengan sayang.
"Gak mau. Kakaknya jahat buat Papa---" Belum selesai anak laki-laki tersebut berbicara, Mama Riv sudah mengalihkan perhatiannya dengan menekan harta berharga Bang Jack.
Telolet telolet
Riv kontan mengerutkan keningnya heran. Memangnya apa yang dilakukan Riv pada papa bocah ini, perasaan baru kemarin dia bertemu kok malah sudah dituduh yang tidak-tidak. Dan apa yang mamanya lakukan coba? Bikin Riv penasaran dengan ucapan selanjutnya bocah 'Be' itu.
"Wow..... amazing!" Ucap anak laki-laki tersebut lalu berjalan mendekati gerobak milik Bang Jack yang masih dikerubungi ibu-ibu.
"Alhamdulillah." Riv masih bisa mendengar gumaman penuh rasa syukur sang mama. Lalu saat matanya tidak sengaja memandang Dan, Riv agak terkejut saat melihat ekspresi Dan yang berbeda dari tadi sebelum tiba-tiba anak itu berbicara ngawur.
"Kayak gak pernah lihat gituan aja," celetukan Riv membuat anak laki-laki tersebut menoleh dengan gerakan super cepat.
"Kamu memang menyebalkan! Bintang gak suka!" Balas anak laki-laki tersebut yang ternyata bernama Bintang itu.
"Terus aku suka sama kamu gitu? Rivera gak suka!" Balas Riv menirukan kata-kata Bintang yang kontan membuat Bintang berjalan menghampiri Riv dengan cepat.
Belum sempat ada yang menghentikan, Bintang sudah berdiri di belakang Riv dan menabok keras bokong Riv. Riv kontan menjerit keras.
Gila! Mulai hari ini, menit ini, detik ini dan di tempat ini Riv mendeklarasikan menjadikan Dan dan Be sebagai musuhnya.
***
Riv mengayuh sepedanya menuju cafe yang berada di depan gerbang kompleknya. Sebenarnya cafe itu milik sahabat laki-laki satu-satunya, dia hanya bersahabat dengan Riv namun berteman dengan Bila, Nanda, Nova dan Feka---tentu karena mereka teman Riv.
"Medium Caramel Macchiato dong," ucap Riv kepada laki-laki jangkung di depannya.
"Siap Boss!" Balas laki-laki tersebut dengan gaya ala-ala prajurit kerajaan itu.
"Ditambah sesi curhat panjang boleh kan Mas?" Tanya Riv dengan puppy eyes andalannya.
"With my pleasure." Beda lagi untuk kali ini, laki-laki tersebut melebarkan tangan selayaknya seorang pangeran.
Riv meninggalkan laki-laki tersebut yang sudah sibuk dengan peralatan perangnya. Bukan peralatan perang yang sebenar-benarnya tetapi peralatan untuk membuat kopi yang entah apa itu Riv tidak tahu.
Riv memilih duduk di dekat jendela. Cafe ini memiliki desain yang nyeleneh---menurut Riv. Dinding-dinding cafe dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan liar yang entah bagaimana bisa hidup di situ. Lantainya juga bukan main, bukan menggunakan keramik atau kayu namun menggunakan rumput halus.
Meja-mejanya berbentuk seperti akar pohon yang sangat besar. Hanya kursinya saja yang menurut Riv wajar. Suasana dan pemandangan sangat cocok dengan nama cafenya sendiri, Green Cafe.
"Minuman spesial untuk cewek yang spesial juga," ucap laki-laki tadi seraya mengangsurkan minuman pesanan Riv ditambah dengan roti yang selalu menjadi bonus jika Riv kemari.
"Tahu aja apa yang gue penginin," ucap Riv sambil tertawa.
Alaska Praha Romano, nama laki-laki tersebut sekaligus pemilik cafe ini. Pra merupakan senior Riv saat di SD dulu. Sebenarnya, ehmm Pra ini cinta pertama Riv.
"Apasih yang gak gue tahu dari lo?" Tanya Pra menaikkan sebelah alisnya yang tebal.
"Iya deh, emang Pra yang paling ngerti Riv," ucap Riv yang berusaha melembut-lembutnya suaranya.
"Gak juga sih," balas Pra lalu tertawa terbahak-bahak.
Riv memandang Pra yang tertawa terbahak-bahak dengan prihatin. Dulu sekali, dia sangat menyukai tawa Pra yang menurutnya merdu---dulu--- tetapi setelah semua(baca: sebagian) rasa itu hilang, Riv malah sering mengira Pra itu gila saat tertawa seperti ini.
"Jangan buat mood gue tambah down deh lo!" Sentak Riv sebal. Tadi dia dibuat badmood oleh dua orang yang notabene tetangga yang baru disadari keberadaannya.
"Kenapa? Tumben banget lo kesini. Gue tebak, lo pasti lagi kesel banget terus kesini mau curhat sama makan gratis." Tebak Pra tepat sasaran.
"Iya, lo tahu nggak? Gue kesel banget sama anak tetangga baru gue yang ternyata udah di sana seminggu lamanya!" Ucap Riv dengan menggebu-gebu.
"Gila banget Pra, bukan cuma orang tuanya tapi anaknya juga bikin kesel parah. Gimana bisa coba dia pegang-pegang bokong paripurna gue!" Lanjut Riv yang kontan membuat Pra tertawa terbahak-bahak lagi.
"Waduh, gak tahu kalau ternyata bokong lo menggoda anak-anak juga," ujar Pra sambil melirik sekilas pada bodi Riv.
"Enak aja! Kalau goda orang ya lihat-lihat lah gue!" Riv menggeplak lengan Pra dengan keras. Bukannya membuat Pra kesakitan, telapak tangan Riv malah panas dan cenat-cenut.
"Makan apa sih bocah satu ini," gumam Riv mengelus-elus telapak tangannya yang memerah. Sakit cuy.
"Makan nasi lah!" Jawab Pra ngegas. "Kok bisa lo sampai gak tahu ada tetangga baru padahal udah semingguan lalu?""
"Gak tahu gue. Lo tahu kan akhir-akhir ini gue sering ngerasa ada sesuatu yang hilang tapi gak tau apa itu," ucap Riv lirih lalu memandang Pra dengan wajah memelas.
"Gak usah mellow! Gak pantes lo masang wajah kayak gitu," jawab Pra dengan memalingkan wajahnya dari Riv.
"Praaaaaa lo gak nyembunyiin sesuatu dari gue kan?" Tanya Riv dengan muka lebih memelas dua kali lipat.
"Ap-apa coba yang gue sembunyiin dari lo? Gak ada!" Jawaban Pra kontan membuat Riv mencebikkan bibirnya. Selalu seperti ini jika ia bertanya seperti itu, bukan cuma Pra. Papa, mama, Feka, Bila, Nanda dan Nova juga selalu begitu. Seperti menyembunyikan sesuatu.
"Udah dibilangin jangan bahas yang kayak gitu lagi sama siapapun, ngeyel banget," gerutu Pra lalu meminum lemon tea-nya.
"Gue kan penasaran Pra. Kalian kayak yang nyembunyiin sesuatu dari gue gitu," kata Riv sebal. Riv merasa tidak salah jika menanyakan hal tersebut, tetapi reaksi orang di sekitarnya yang malah membuat Riv semakin bertanya-tanya.
"Gak ada. Kata lo tadi ada tetangga yang bikin sebel. Lo belum bilang siapa namanya." Pra berusaha mengalihkan pembicaraannya dengan Riv. Jujur saja, hatinya selalu berat jika menyangkut pertanyaan Riv tersebut.
"Dan. Namanya Riverdan," ucap Riv dengan suara yang kembali kesal. Mengingat atau menyebutkan nama Dan saja sudah membuat Riv sebal.
Pra tersedak ludahnya sendiri sedangkan Riv memandang bingung Pra yang tiba-tiba tersedak saat dia menyebutkan nama Dan.
"Kenapa lo?" Heran Riv. Karena batuk Pra yang tidak berhenti-henti, Riv mengangsurkan minumannya.
Pra meminum minuman Riv di sedotan yang sama! Riv meneguk ludahnya, memang benar ya kalau cinta pertama itu susah dilupakan. Melihat Pra yang minum dengan sedotan yang sama dengannya saja sudah membuat hatinya ketar-ketir.
Kalian tahukan jika minum dengan tempat atau sedotan---jika menggunakan sedotan--- yang sama maka itu artinya apa? Iya! Indirrect kiss. Ngomong-omong, indirrect kiss itu ciuman tidak langsung. Ya informasi saja buat kalian-kalian yang pernah kiss secara tidak langsung dan tidak sadar. Tapi ini Riv sepenuhnya sadar kok, jadi silahkan dihujat.
"Riverdan Djati Resandriya maksud lo?" Tanya Pra dengan raut tercekat yang tidak Riv mengerti untuk apa. Sungguh pikiran Riv sedang kacau karena ciuman tidak langsung itu.
"Ya ya mana gue tahu. Dia cuma ngenalin bilang namanya Riverdan Resandriya, Dan. Gitu doang, gak ada tuh Jati-Jatinya," balas Riv karena memang Dan hanya mengenalkan nama panjangnya itu, tidak ada Jati nya. Entah dapat darimana Pra itu.
"Djati. De ede je aja te iti. Gitu aja gak tahu!" Kata Pra mengeja nama Djati agar Riv tidak salah ucap.
Riv merasa pernah mendengar ejaan itu sebelumnya namun dengan suara yang berbeda dengan ini. Riv merasa perutnya mual tiba-tiba.
"Kenapa lo?" Tanya Pra saat melihat wajah Riv yang pucat.
"Gue pernah kenal dia sebelumnya gak sih?" Tanya Riv bingung. Bingung dengan dirinya sendiri yang tiba-tiba bertanya hal yang tidak masuk akal tersebut.
Saat melihat ekspresi Pra yang agak kaget dan juga keterdiamannya malah membuat Riv semakin penasaran. Sebenarnya ada apa dengan Dan.
"Ya gak mungkin lah lo kenal dia. Lo juga yang bilang baru kenal kemarin kan? Jadi gak mungkin lah kalau lo kenal sama dia. Tapi gue yakin sesuatu," ucap Pra yang menyadarkan Riv. Untung hal tersebut berhasil dan malah membuat Riv penasaran dengan kelanjutan dari perkataan Pra.
"Tapi lo yakin sesuatu. Lo yakin apa?" Tanya Riv takut-takut.
Pra itu seperti paranormal. Pernah saat SMA dulu Riv mengendarai sepeda dengan kecepatan tinggi dan Pra memarahinya dan bilang jika dia bakal jatuh. Dan memang terbukti benar adanya. Eh---tapi itu dapat disebut sebagai meramal kan?
"Hidup lo gak bakal tenang lagi. Dan gue berharap yang terbaik buat lo. Gue cuma mau bilang, setiap ada apapun tugas lo cuma percaya. Yang perlu lo tahu, gue sayang sama lo dan bakal selalu ada buat lo," ujar Pra panjang lebar namun Riv hanya terfokus dengan kalimat terakhirnya.
Iya Pra. Gue juga sayang sama lo dan selalu sama lo
TBC