Alarm Felis berdering dengan nyaring, memaksa gadis itu untuk segera mengumpulkan nyawa, dan memulai aktivitasnya. Felis terduduk di tempat tidur, kemudian segera bangkit dan berdiri untuk melakukan peregangan kecil terlebih dahulu. Felis kemudian menyegarkan tubuhnya dengan mandi walau udara sekitar masih terasa dingin.
Sembari makan pagi, ia memainkan ponselnya sejenak. Setelah itu Felis menyamber sebuah buku di depannya, dan membacanya sekilas. Ini masih terbilang sangat pagi, jadi Felis memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nanti. Tidak bisa di sebut ujian juga, itu semacam tes untuk menentukan layak atau tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan perkuliahan di universitas terbaik di Jepang, University of Tokyo. Namun, Felis lebih nyaman jika menyebutnya ujian, agar kedengarannya tidak begitu mengerikan.
Felis sedikit merasa jenuh. Jadi, ia memutuskan untuk bermain gitar yang diberikan Anggi beberapa hari setelah Felis menempati apartemen itu di Jepang. Felis memainkan sebuah lagu yang selalu membuat pikirannya menjadi rileks ketika mendengar, maupun memainkannya.
Bersenandung dengan indah, jari-jarinya lincah memetic senar gitar, helai rambutnya sedikit beterbangan terkena sapaan angin-angin. Tanpa Felis sadari, tubuh mungilnya kini sedang memancarkan charisma yang luar biasa memesona. Yang bisa membuat seseorang takjub jika melihatnya demikian.
Selang beberapa lama, Felis tenggelam dalam melodi yang ia ciptakan sendiri. Memberikan suasana yang harmoni, memberikan otak dan pikirannya kesempatan untuk kembali menyusun memori yang tidak bisa dibilang sedikit itu. petikan demi petikan gitar, menyusun memori demi memori dalam ingatannya. Memperbaiki ingatan demi ingatan yang mulai pudar. Music benar-benar memberikan ketenangan bagi Felis. Melepaskan Felis sepenuhnya dari kejenuhan.
Melodi itu belum selesai Felis mainkan secara keseluruhan ketika ponselnya mendadak bordering, menginterupsi ketenangan Felis yang baru saja Felis dapatkan setelah sekian lama memendam jenuh. Felis menghela napas pelan, meletakkan kembali gitar akustik tersebut, lalu mengecek notifikasi dari ponselnya. Felis tidak terkejut lagi membaca nama pengirimnya. Kenzo.
Kenzo adalah seorang mahasiswa Jjepang yang memiliki keturunan Indonesia, dan pernah bersekolah di Indonesia pula. Ayahnya adalah seorang direktur dari sebuah perusahaan ternama di Jepang, sedangkan Ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga berkebangsaan Jepang, yang sebenernya lahir dan dibesarkan di Indonesia.
Kenzo lahir di Jepang, tetapi ia melalui masa kecilnya di Indonesia, tepatnya di pulau dewata, bali. Ia baru pindah ke Jepang ketika Sekolah Menengah Pertama di tahun keduanya. Kenzo sebenernya sedikit terpaksa pindah ke Jepang pada awalnya, tetapi semaik lama, ia semakin terbiasa dan bisa beradaptasi dengan lingkungan para pekerja keras ini.
Felis awalnya sedikit mengagumi Kenzo karena pengetahuannya yang luas tentang negeri matahari terbit ini. Namun semakin lama, sikap Kenzo berubah dan sering kali mendekati Felis dengan alasan-alasan yang kurang penting. Awalnya, Felis tidak masalah akan itu. tetapi kian hari, intensitas Kenzo menginginkan menghabiskan waktunya dengan Felis semakin banyak. Bahkan tak jarang menelepon Felis malam-malam, atau mengirimkan Felis pesan seperti saat ini.
Hal itu semakin terasa menjengkelkan oleh Felis. Karena hal itu pula, kekaguman Felis pada Kenzo terus surut seiring waktu, hingga tak bersisa sama sekali. Sungguh, jika Felis tahu sikap Kenzo akan berubah seperti sekarang ini, akan lebih baik jika dulunya Felis tidak merasa kagum sedikitpun, bahkan tidak mendekati Kenzo sama sekali.
Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Felis tak bisa mengubah masa lalu. Felis sekarang hanya bisa untuk menjauh dari Kenzo, walau itu harus ia lakukan sedikit demi sedikit. Seperti sekarang ini, Felis menghampiri ponsel dan mengeceknya karena khawatir mendapatkan notifikasi penting. Tetapi ia malah dapat sapaan selamat pagi dari Kenzo.
Felis hanya membaca pesan dari Kenzo, kemudian berniat untuk memblokir nomornya. Namun niat tersebut Felis urungkan, mengingat fakta bahwa Kenzo memang sudah membantu banyak dalam masa pengenalan Felis terhadap lingkungan sekitar. Felis hanya membisukan notifikasi pesan maupun panggillan dari Kenzo. Ia benar-benar merasa terganggu atas sikap kenzo itu.
Felis melanjutkan aktivitasnya. Kali ini bukan untuk bermain alat music, melainkan untuk membersihkan sekaligus membereskan apartemen yang disinggahinya. Felis menaruh kembali buku dan barang-brang pada tempatnya, merapikan dan menatanya, kemudian membersihkannya dengan teliti. Setelah itu, Felis berniat untuk membuang sampahnya beberapa hari di apartemen ke luar apartemen.
Felis membuka pintu apartemennya, kemudian berjalan ke arah tempat sampah yang letaknya di depan satu apartemen setelah apartemen Zain. Felis melangkah sembari menikmati derap yang ditimbulkan sepatunya dengan lantai. Ketika Felis berada dalam jarak hampir nol sentimeter di depan apartemen Zain, pintu apartemennya terbuka tiba-tiba beriringan dengan Zain yang juga menenteng sebuah keresek hitam, sepertinya itu juga berisi sampah.
Pada kejadian itu, Zain hampir menabrak Felis. Zain terkejut dan langsung menolehkan kepalanya ke arah kiri. Wajah mereka kini benar-benar dekat satu sama lain. Tatapan Felis dan Zain saling mengunci. Karena keduanya dalam kondisi syok akibat terkejut tadi, tubuh mereka mematung seketika dengan jarak yang sangat dekat.
Derap langkah milik seseorang yang mendekat, menyadarkan mereka berdua. Felis dengan gerak refleksnya yang bagus langsung melangkah mundur beberapa langkah, sedangkan Zain membuka pintu apartemennya lebih lebar, keluar sempurna dari apartemen, dan menutup kembali pintu apartemennya. Mereka berdua lantas menenagkan diri sejenak. Merasa ada yang mendekat, Zain dan Felis lantas menengok ke arah kiri secara bersamaan.
"Felis, kenapa lo nggak balas pesan gue tadi?" ternyata orang itu adalah Kenzo. Hal itu membuat mood Felis turun drastic dalam sekejap.
Felis mengabaikan Kenzo, dan berjalan mengekori Zain ke arah berlawanan untuk membuang sampah yang ada di tangan mereka. Setelah itu, Felis menepukkan tangannya beberapa kali, dan berniat kembali ke apartemennya.
"Ish, sekarang lo gitu ya, lis. Sombong!" Kenzo mengeluarkan perkataan dari mulutnya dengan nada sok ketus. Kemudian ia mengekori Felis dan berniat untuk bertamu di apartemen Felis. Zain yang melihat kejadian itu hanya mendengus kecil. Jujur, ia yang hanya melihat saja sudah sangat risi dengan perlakuan Kenzo. Zain tak bisa membayangkan seberapa tersiksanya Felis dalam memendam kesal pada lelaki satu itu.
Tetapi jangan salah, jika ada seseorang yang sedang bersedih baik perempuan maupun laki-laki, Kenzo selalu memiliki solusi terbaik untuk meredakan tangis, dan menghibur mereka. Kenzo juga sangat pandai dalam mengusir kecanggungan yang terjadi dalam suatu ruangan. Meski Kenzo tidak terlalu unggul dalam bidang akademik, tapi ia sangat hebat ketika dengan memainkan permainan bola basket. Sayangnya, hal itu ditetang sangat keras oleh kedua orangtuanya. Ayahnya mengharapkan dia bisa menjadi seorang direktur yang sukses seperti dirinya, begitu juga dengan Ibunya. Hal itu kadang menjadi tekanan batin tersendiri bagi seorang Kenzo.
"Permisi Felis, maaf kalau ganggu," ucap Kenzo dengan agak nyaring ketika ia memasuki apartemen Felis untuk yang kesekian kalinya tanpa diundang sekali pun dengan tuan rumahnya.
"Iya, silakan. Dan asal lo tau, lo tuh ganggu banget," Felis menirukan nada bicara Kenzo ketika berbicara dengannya.
"Gue juga tau, kok. Dan gue emang sengaja gangguin lo, sih!" Kenzo mengatakan hal tersebut dengan terus terang membuat Felis semakin tak mengerti akan jalannya otak lelaki yang sering mengusiknya ini.
Felis menyuguhkan Kenzo segelas air, kemudian melanjutkan pembelajaran dan pengulangan materinya yang sempat tertunda. Kenzo yang sudah biasa diacuhkan oleh Felis hanya bersantai di sofa apartemen gadis itu sembari memainkan ponselnya, sesekali menatap gerak gerik Felis dan memotretnya ketika Felis melakukan pose yang ia anggap lusu. Meskipun Kenzo juga tahu bahwa Felis hanya secara tidak sengaja membuat pose itu.
Tatapan Kenzo kemudian berubah miris.
'Kapan lo peka ya, Lis? Perasaan udah dari dulu gue pake kode keras sama lo. Dan hampir semua kode keras yang direkomendasikan sama internet udah gue coba. Heran gue kok bisa ya lo nggak peka-peka? Gue kira semua remaja perempuan sama aja. Sekali kagum sama sifat, tambah penampilan bagus, dan orang itu termasuk golongan atas, mereka pasti bakal langsung jatuh cinta sama orang itu. tepi kayaknya presepsi gue salah besar. Mungkin itu bukan jatuh cinta. Itu hanya perasaan suka dan kagum yang sifatnya hanya sementara. Terlebih itu enggak berlaku bagi semua perempuan. Masing-masing berbeda. Gue sebenernya tau juga kok kalau lo nggak bakal suka sama gue. Tapi seenggaknya lo harus bikin gue sakit hati dulu dengan ngasih penolakan secara tersurat, bukan ngegantungin gue gini. Dasar!' batin Kenzo sembari melamun dan melihat foto Felis di ponselnya yang ia jepret tadi.
"Ken, Kenzo!" Felis melambaikan tangan di depan wajah Kenzo, berniat untuk menyadarkannya dari lamunannya tadi.
"E-eh iya? Ada apa?" Kenzo bertanya dengan bingung.
"Guue udah mau berangkat, nih! Lo pulang dulu aja, ya? Kayaknya juga lo kecapekan, deh! Nyampe ngelamun gitu…" Felis mengusir Kenzo secara halus dari apartemennya.
"A-ah gue lagi males pulang. Gimana kalau gue anter lo ke tempat ujian?" tawar Kenzo kepada Felis.
"Sebenernya enggak apa-apa, sih…. Tapi masalahnya gue udah janjian mau berangkat bareng Zain. Kalau mau ikut tanya aja sama Zain. Dia yang ngajak gue duluan masalahnya," Felis berterus terang kepada Kenzo. Raut muka Kenzo yang semula berseri-seri mendadak sesikit muram dengan aura kecemburuan pekat di sekitarnya.
"Eh nggak usah, deh gue takut ganggu kalian berdua. Lagi pula gue baru inget kalau punya urusan lain. Dah!" Kenzo mengutarakan pernyataan sampai bertemu lagi secara beruntun, dan langsung keluar dari apartemen Felis dengan sedikit berlari.
____________________
Kyle_Keii