Felis dan Zain meneruskan perjalanan mereka menuju apartemen Zain. Setelah itu, Felis juga Zain berniat untuk memesan tiket pesawat via online. Untunglah, mereka belum kehabisan tiket kala itu. Felis dan Zain mendapatkan tiket pesawat dengan tempat duduk bersebelahan.
"Besok mau ketemu Tante Anggi jam berapa?" tanya Zain pada Felis.
"Pagi-pagi aja gimana, sebelum berangkat ke kampus?" usul Felis.
"Okey,"
"Nanti gue hubungin Tante Anggi dulu. Semoga aja dia bisa,"
"Iya,"
"Udah malem banget, pulang sana habis itu bobok, jangan begadang," ujar Zain pada Felis.
"Iya- iya ini juga mau balik. Makasih!" Felis kemudian berbalik dan kembali menuju apartemennya dengan hati berbunga. Ia tidak sabar akan bertemu keluarganya di Indonesia.
Semoga saja, semua baik-baik saja.
*****
"Mau kemana?" tanya seorang lelaki yang sudah berkepala lima tersebut.
"Kenzo mau kemana juga bukan urusan papa!" jawab anaknya ketus. Tindakannya sebenernya sangatlah tidak memenuhi sopan santun. Namun mengingat Papanya beberapa kali menggunakan kekerasan fisik padanya, menurutnya itu bukanlah hal yang salah.
"Mau kemana?!" tanya lelaki tersebut, untuk kedua kalinya.
"Cuma mau ke kampus. Puas?" Jawab Kenzo yang belum menunjukkan keramahannya.
"Ke kampus? Kamu? Jam segini? Bohong! Jawab papa, mau kemana?" lelaki tersebut tidak menampakkan kepercayaan kepada anak semata wayangnya sedikitpun.
"Beneran ke kampus. Hari ini ada pertandingan klub basket kampus," Kenzo merendahkan nada suaranya, menunjukkan sedikitt rasa hormat pada Papanya.
"Itu terus alasannya. Masa pertandingan basket tiap minggu?" Papanya malah semakin meninggikan suaranya, tangannya menunjuk tepat pada wajah Kenzo.
"Kenapa ini…." Seorang wanita yang melihat perseteruan itu menghampiri mereka dari arah dapur, mencangking dua kotak bekal makan siang.
"Ini mah, Kenzo pagi-pagi udah berani bohong sama papa!"
"Kenzo enggak bohong, ma! Kenzo serius mau ke kampus!" bantah Kenzo atas tuduhan Papanya.
"Iya, tapi bukan buat belajar! Buat tanding basket!" Papanya masih tidak mau kalah atas adu argumennya dengan Kenzo.
"Tapi bener kan, ke kampus?" Kenzo memperhalus nada bicaranya, mengatakan kejujurannya pada mamanya.
"Kamu ini benar-benar, ya!" Papa Kenzo semakin geram akan perkataan Kenzo, semakin membentaknya pula.
"Sudah, sudah…. Gini aja, Kenzo boleh ikut tanding dan klub basket tapi enggak boleh sampai lupa belajar, ya? Mama tau kamu akat di olahraga, tapi tolong jadiin itu sebagai hobi dan sampingan. Mama kan nggak larang sepenuhnya, Cuma dibatasi aja!"
"Iya ma, Kenzo tau. Kenzo berangkat dulu!"
"Kok kamu bisa selembek itu sih sama anak?"
"Kasihan Kenzo, pah kalau kita kekang terus. Biarkan dia bersenang-senang walau sementara. Seenggaknya dengan begitu kita udah pernah ngasih dia kebebasan,"
*****
Matahari sudah menuju ufuk barat kali ini. Kenzo juga telah selesai bertanding dalam kompetisi basket. Namun, Kenzo kali ini bermain jauh lebih buruk daripada biasanya karena terus terngiang akan pertengkarannya dan keluarganya pagi tadi.
"Gara-gara tadi pagi debat dulu sama mama papa, gue jadi nggak konsen tadi tandingnya. Tetep menang, sih… Cuma agak kurang maksimal aja," Kenzo menggerutu seorang diri, sembari menatap ke atas, tak memperhatikan ada seseorang di depannya di tikungan itu.
Perempuan tadi yang berjalan agak tergese-gesa juga tidak memperhatikan bahwa terdapat seseorang di depannya. Kecelakaan tak dapat dihindari. Perempuan tadi terjatuh, dan posel yang memecah konsentrasinya tadi terlempar.
"Aduh, sakit! Siapa sih nabrak gue," Ghea spontan menggunakan Bahasa Indonesia, karena belum berbiasa menggunakan Bahasa Jepang.
"Eh sori, sori nggak sengaja. Eh lo orang Indonesia?" Kenzo meminta maaf, sekaligus bertanya padanya.
"Iya, baru pindah ke sini," jawab Ghea, terbuka.
"Waduh ponsel lo rusak nggak, tuh?" Kenzo langsung mengambil ponsel Ghea yang terlempar tidak terlalu jauh dari mereka, kemudian mengembalikannya pada Ghea untuk diperiksa.
"Bisa di hidupin. Semoga aja enggak," harap Ghea ketika sudah beberapa kali mencoba menghidupkan ponselnya.
"Iya. Loh, itu Felis?" ujar Kkenzo ketika melihat Felis berjalan menuju arahnya.
"Lo kenal Felis juga?" tanya Ghea pada Kenzo.
"Kenal, lah! Orang gue sama dia sekampus," terang Kenzo.
"Oalah, Felis sahabat gue. Felis, sini!" Ghea memanggil Felis untuk mendekat.
"Ghe, kok baju lo bisa kotor gini, sih? Habis jatuh? Ada yang sakit enggak?" Felis khawatir melihat pakaian Ghea yang terdapat sedikit pasir.
"Enggak, kok! Cuma tadi hp gue sempet mati. Ini udah bisa hidup," Ghea menenangkan kekhawatiran Felis.
"Syukurlah. Kenapa Kenzo ada di sini?" tanya Felis pada Ghea, juga Kenzo.
"Oh itu, gue tadi nggak sengaja nabrak dia," terang Kenzo.
"Haha, bisa kebetulan ketemuan gini…" Felis tertawa kecil melihat kebetulan yang menimpa mereka.
"Iya, ya udah kalian lanjutin aja, gue duluan," Kkenzo berpamitan setelah memastikan keadaan Ghea baik-baik saja.
*****
Felis dan Ghea amemasuki kafe tempat mereka akan membicarakan hal tersebut. Setelah pesanan mereka datang, Ghea langsung berniat untuk membuka pembicaraan, sebelum matahari semakin tenggelam, dan langit yang semakin menggelap.
"Felis, emmm langsung ke topik aja, ya… gimana keputusan lo?" tanya Ghea agak melirihkan suaranya.
"Ghe, maaf…" melihat Felis meminta maaf seperti itu, Ghea mengira bahaawa Felis benar-benar tidak bisa pulang kali ini.
"Yah, bener-bener nggak bisa, ya?" tanya Ghea.
"Maaf ya, gue udah pesen tiket pesawat tapi enggak bilang-bilang sama lo," Ghea sontak bangun dan memeluk sahabatnya tersebut.
"Felis, sumpah lo bikin gue takut! Gue kira lo bener-bener nggak bisa pulang! Makasih, ya! Sumpah, gue seneng banget!" Ghea berujar dengan semangat kepada Felis.
"Iya, sama-sama…. Lo udah pesen tiket pesawat juga, kan?" tanya Felis.
"Udah dong, gue pesawat kedua tanggal 27, kalau lo?"
"Yah, kita enggak se pesawat. Gue sama Zain ngambilnya pesawat pertama," terang Felis dengan terbesit sedikit rasa kecewa.
"Ya udah enggak apa-apa, yang penting lo bisa pulang, bisa reunian bareng kita-kita, yey!" Ucapan Ghea benar-benar memuat Felis kembali semangat dalam sekejap.
"Iya, makasih banget ya, Ghe!"
"Buat apa?" tanya Ghea karena tak tahu alasan Felis berterima kasih padanya.
"Enggak apa-apa yang penting makasih aja,"
"Haha, santai aja!" jawab Ghea.
"Ghe, habis ini lo ke apartemen gue, dong?" pinta Felis.
"Okey, emang kenapa?" tanya Ghea setelah menyetujuinya.
"Bantuin gue kemas-kemas, gue mau pindah apartemen," jawab Felis jujur pada Ghea.
"Hah? Pindah apartemen? Kenapa?" tanya Ghea penasaran.
"Tapi kalau gue cerita, lo janji jangan komentar aneh-aneh dan jangan sampe buat keluarga gue tau?" Felis mencoba bernegosiasi dengan Ghea.
"Okey, siap boss!" Ghea menjawab dengan cepat dan semangat.
"Jadi sebenernya, gue bakal pindah ke sekitar apartemen lo. sama bangunan, beda ruangan lah. Terus gue bakal se apartemen sama Zain karena beberapa alasan," terang Felis yang mengundan keterkejuna Ghea.
"Apa?!"
______________________
Kyle_Keii